Cinta Yang Dalam - Bab 315 Kertas Tidak Bisa Menahan Api

"Maaf, saat ini aku sangat sibuk, bisakah kamu beri jalan untukku?"

Sikap Gandi sama sekali tidak peduli dengan perasaan Anni.

Bahkan pandangan mata Gandi tidak berhenti melihat ke arah Anni.

Mata Anni tiba-tiba memerah, melangkah jauh dengan sedih.

Winda menjaga jarak aman lima meter dari Gandi, melihat penampilan dingin pria ini, Winda mengerutkan bibirnya.

Gadis ini tampaknya sudah buta, berpenampilan begitu cantik, tetapi kenapa memilih cinta bertepuk sebelah tangan dengan pria dingin ini?

Setelah Gandi berjalan beberapa langkah, lalu berbalik melihat ke belakang dan berkata "Tidak ikut?"

Anni awalnya merasa sedih, tetapi setelah mendengar kata-kata Gandi, langsung menjadi bersemangat.

Ternyata benar, Gandi tidak begitu dingin, apakah Gandi ingin Anni mengikutinya?

Tapi di detik berikutnya, sosok Winda melewati dari samping Anni.

"Baiklah, pria bertele-tele!"

Anni baru mulai bereaksi setelah keduanya masuk ke dalam restoran.

Wanita itu, Anni pernah melihatnya, pasti pernah melihatnya.

Siapa ya?

Anni mengerutkan kening, berpikir cukup lama, tetapi sama sekali tidak ingat.

Gandi awalnya hendak masuk ke dalam ruangan, tetapi Winda merasa tidak aman bagi dirinya jika masuk sendirian bersama seorang pria.

Kemudian mencari posisi di dekat jendela dan duduk.

Hanya minum kopi, Winda kira Gandi akan mencari beberapa topik untuk dibicarakan.

Tapi Gandi malah hanya mencicipi kopi dengan santai, sesekali tatapan matanya melihat ke arah Winda.

Emosi di matanya membuat Winda sedikit gugup.

Karena keseringan menonton sinetron, Winda juga tahu, tatapan mata ini sepertinya tatapan di antara sepasang kekasih?

Di pertengahan, ponsel Gandi berdering, Gandi menjawab panggilan itu, setelah diam-diam mendengarkan beberapa saat, lalu berkata "Baik, aku mengerti."

Sambil meletakkan cangkirnya, Gandi berkata "Nona Yang , apakah kamu ingin makan sesuatu?"

“Tidak, tidak perlu.” Karena sangat membosankan di tatap seperti itu, Winda hampir memakan habis beberapa makanan penutup di atas meja.

"Baiklah, aku akan mengantarmu pulang sekarang."

Setelah bangun untuk membayar tagihan, Gandi mengantar Winda kembali ke rumah Yang , kemudian pergi dengan tergesa-gesa.

Tampaknya Gandi akan sibuk dengan hal-hal penting.

Begitu memasuki manor, seorang pelayan datang.

"Nona, Nyonya ingin kamu ke sana sebentar."

Di ruang kecapi China, Riana baru saja memainkan lagu 'A Chinese Ghost Story', kemudian melepaskan kecapi China sebelum benar-benar menikmatinya.

Winda sudah duduk di kursi goyang di samping dan mengayunnya dengan santai "Kakak ipar, aku ingin mendengar "Selamat tinggal selirku"!"

Riana bangkit, berjalan ke depan Winda dan dengan ringan menjentikkan kepalanya.

"Apa aku ini stasiun lagumu?"

Winda menyeringai dan meraih tangan Riana, kemudian menyentuh dengan lembut, lalu berkata "Mana mungkin, kakak iparku adalah suar hidupku!"

“Mulutmu ini sangat licik!” Riana meminta pelayan untuk menyiapkan buah-buahan, kemudian duduk di depan Winda.

Setelah ragu-ragu sejenak, Riana memutuskan untuk berbincang-bincang dengan Winda.

" Winda, bagaimana perasaanmu tentang Tuan Tirta itu?"

“Hah? Perasaan apa? Kakak ipar, mengapa kamu juga membicarakan hal ini, sama dengan abang pertama, apakah merasa aku ini merusak pemandangan di rumah?” Winda berkata dengan marah.

Riana tersenyum "Bukan, itu, apakah kamu tidak merasa bahwa Tuan Tirta memberi perasaan deja vu?"

“Itu ya?” Winda memiringkan kepalanya dan berpikir sejenak, mengangguk dan berkata “Memang, aku melihat bajingan yang melakukan hal-hal jahat di serial TV dengan dirinya benar-benar sama!”

“Bajingan?” Riana menggumamkan kata ini, pandangan matanya agak ambigu “ Winda, baru pertama kali aku melihat kamu begitu membenci seorang pria, apakah mungkin dia telah melakukan sesuatu yang buruk padamu?”

Api gosip di hati Riana berkobar, tidak bisa dikendalikan.

"Kakak ipar..." Winda berpura-pura marah, tapi wajahnya mulai memerah.

Takut benar-benar membuat adik kecil marah, Riana melambaikan tangannya dan berkata "Baiklah, kakak ipar tidak akan membicarakannya lagi."

Dalam hatinya berpikir, sepertinya Winda benar-benar tidak berkesan sama sekali terhadap Gandi.

Tapi bagus juga jika sudah melupakannya, mengingat apa yang telah dilakukan Gandi terhadap Winda sebelumnya, Riana memang memiliki keinginan untuk membunuhnya.

Dulu saat Neva hendak meninggalkan keluarga Tirta, Isko segera langsung mendapatkan kabar.

Keduanya malam-malam bergegas ke kota Z dan kemudian mengalami kecelakaan mobil itu.

Nyawa Neva dalam bahaya, Isko segera menghubungi dokter domestik terkenal untuk melakukan penyelamatan darurat.

Pada saat yang sama, adegan itu dipalsukan.

Tubuh Neva terluka parah, jantungnya beberapa kali berhenti berdetak dan banyak kegagalan organ.

Tapi Neva tiba-tiba selamat, mulutnya terus menyebut nama Gandi dan Nana.

Bahkan perawat khusus yang merawatnya mengatakan bahwa kedua orang itu pasti adalah orang yang paling dia sayangi.

Tanpa disangka, setelah akhirnya Neva siuman, Neva tidak ingat lagi dengan semuanya.

Dan selama bertahun-tahun, seiring berjalannya waktu, Sabrina mulai tumbuh besar, Riana juga merasa sedikit khawatir.

Suatu hari, kertas tidak akan bisa menahan api. Riana benar-benar tidak yakin apakah Neva bisa menerima berita itu.

Setelah mengobrol sebentar, Winda pergi menjemput Sabrina dari sekolah.

Karena kemacetan lalu lintas di jalan, Winda pergi sedikit terlambat.

Setelah sampai di sekolah, hanya ada Sabrina sendirian di ruang resepsi.

Setelah melihat Winda, Sabrina juga tidak berteriak memanggil ibu, bibir kecilnya cemberut dan hampir saja menunjukkan kata ‘tidak bahagia’ di wajahnya.

Winda tahu bahwa dirinya telah membuat si kecil tidak bahagia, jadi Winda maju dua langkah ke depan dan mengeluarkan permen lolipop dari sakunya seperti tipu daya.

"Apakah Sabrinaku sedang tidak bahagia? Ayo, makan permen, agar manisnya sampai ke hati!"

Sabrina mengerutkan bibirnya dan berkata dengan tidak puas "Guru bilang, tidak boleh makan permen, gigi anak kecil mudah rusak."

Winda tidak bisa berkata-kata dan tampak sangat sedih.

Sabrina tidak tahan dan menghela nafas, lalu mencondongkan tubuhnya ke depan mengambil permen lolipop, kemudian inisiatif memegang tangan Winda dan berkata "Ibu, ayo kita pulang!"

Wajah Winda segera penuh dengan senyuman ceria, dalam hatinya sangat bangga, dirinya sudah tahu bahwa trik ini ampuh menangani putrinya dan hasilnya sangat efektif.

Malam harinya, Riana duduk di tempat tidur membaca buku, sambil menunggu Isko kembali.

Seorang teman lamanya datang ke Australia. Sebagai tuan rumah, Isko harus mengadakan jamuan makan dan sekalian membawa Arya untuk berkenalan.

Meskipun Riana tidak suka Isko minum, tetapi di pesta koktail semacam ini, Riana masih terhitung cukup berpengalaman.

Benar saja, saat tengah malam, Arya mendukung Isko yang sangat mabuk dan mengetuk pintu di lantai bawah.

Riana sudah turun ke bawah, dengan kesal melihat Isko terbaring di sofa.

Pria ini, sudah berapa kali dibilang, kondisi tubuhnya tidak begitu baik, tidak boleh minum terlalu banyak, tetapi sama sekali tidak pernah mendengarnya.

Pelayan datang dengan membawa sup pereda mabuk, Riana mengambilnya, kemudian melangkah maju, meminta Arya memegangi Isko, memasukkan sesendok sup yang sudah di tiup dingin ke dalam mulutnya.

"Riana, aku, aku tidak minum terlalu banyak, itu, itu, aku mabuk karena bau alkohol di atas meja."

Isko berkata dengan tidak jelas, Riana hanya bisa mencoba menahan keinginan untuk menghancurkan pria ini.

“Abang pertamamu ini tidak bisa minum, kamu tidak tahu?” Tidak bisa marah dengan pemabuk, tapi masih bisa marah dengan paman kecil.

Arya mendengus dan berkata tidak berdaya "Tentu saja aku tahu, tapi abang pertama tetap abang pertama, aku tidak bisa menghentikannya! Kakak ipar."

Riana memutar bola matanya ke atas melihat Arya, lalu mengabaikannya.

Setelah memberi minum sup pereda mabuk, Isko menjadi lebih sadar.

Isko digendong Arya ke atas, lalu menempatkannya di kamar tidur.

Bau alkohol di kamar tidur begitu kuat membuat Riana tidak tahan, lalu pergi membuka jendela balkon.

Tapi begitu kembali, Riana tiba-tiba ditarik oleh Isko dan jatuh ke tempat tidur.

Keduanya berguling dengan postur yang ambigu. Isko memandang Riana dengan mata mabuk dan bergumam "Sayangku, Riana, bayi besarku..."

Riana sedikit tidak nyaman ditekan oleh Isko, lalu mendorongnya.

"Tidak perlu mengatakan begitu banyak kata-kata manis, kita tidur masing-masing malam ini!"

Isko sedikit kecewa, saat Riana baru saja menarik selimut dan tidur di samping tempat tidur, tiba-tiba ada orang lain di selimut itu.

Isko memeluk Riana, mengusap wajahnya ke punggung halus Riana.

"Riana, apa kamu marah padaku?"

Munculnya anak tuanya membuat Riana sangat marah dan lucu.

Riana tidak lagi mendorong Isko, tetapi berbalik dan berhadapan dengannya.

"Menurutmu, haruskah aku marah?"

"Um……"

Isko mengganti jawabannya dengan tindakan langsung, dirinya langsung mencium bibir Riana.

Isko menuntutnya dengan agresif dan Riana melemah karena ciuman darinya.

Dan tangannya sudah meraba di depan dada Riana.

Isko sudah meraba bagian sensitif tubuh Riana.

"Kamu sudah minum terlalu banyak, tubuhmu sedang tidak sehat, jangan..." Mencari kesempatan, Riana akhirnya mendorong Isko menjauh dan berkata dengan cepat.

“Kamu coba, aku tidak minum terlalu banyak?” Isko meraih tangan Riana, lalu meregangkannya lurus ke bawah.

Suhu panas dan sentuhan keras mengejutkan tubuh Riana.

Setelah hujan turun, Isko berbaring di samping Riana, sedikit terengah-engah.

Melihat Isko mengerutkan kening, Riana sudah tahu bahwa luka lama pria ini pasti kambuh lagi.

Jelas-jelas sudah mengatakan padanya, tidak boleh, tidak boleh, tetapi tidak mau mendengarkannya.

Jika begini terus, cepat atau lambat Isko pasti jatuh di tubuh Riana.

"Aku memberitahumu suatu hal yang serius" Riana berkata sambil memegang tangan Isko yang masih tidak bisa diam.

“Aku sekarang sedang melakukan hal yang serius.” Isko mengerahkan sedikit kekuatan, menggulurkan tangannya dan terus mengamuk.

Riana merasakan tubuhnya bereaksi lagi, jika ini terus berlanjut, dirinya harus memadamkan api besar lagi dan tubuh Isko tidak akan tahan.

Riana lalu menarik diri dari selimut, langsung membungkus Isko, kemudian berbaring di sisi lain tempat tidur.

“Sekarang sudah boleh berbicara dengan baik-baik?” Riana sepertinya sedang menginterogasi tahanan.

Isko berkata dengan wajah pahit "Istriku, tolong beri instruksi."

"Akhir-akhir ini, Winda cukup sering berkontak dengan Gandi. Aku merasa sedikit gelisah?"

"Masalah ini! Winda suka dengan siapa, terserah bersama siapa! Karena inilah mengapa aku selalu tidak setuju dengan permintaan Ramon, meskipun mereka bukan saudara kandung. Tapi begitu ingatan Winda pulih dan tahu semuanya dan pasti akan merasa tidak senang. ” Isko berkata dengan ringan.

Riana merasakan hal yang sama, lalu mengangguk "Benar juga, dia dulu begitu mencintai Gandi dan mereka berdua sudah memiliki Nana dan Sabrina. Gandi sekarang sudah berubah pikiran, jadi jika keduanya kembali bersama lagi, tampaknya bukan hal yang buruk! "

Novel Terkait

Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
3 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu