Cinta Yang Dalam - Bab 373 Seratus Tangkai Bunga Mawar Ungu

Setelah minum teh beberapa saat di dalam ruangan kerja Satya, waktu hingga saatnya pulang hanya menyisakan setengah jam saja, Winda sudah bersiap-siap untuk kembali ke ruangannya.

Pada saat baru masuk ke dalam koridor, dia melihat seorang pengantar paket yang sedang memeluk satu buket bunga, di tangannya masih menjinjing satu kotak dessert dan berjalan dengan buru-buru.

Jenis bunga tersebut adalah bunga mawar ungu, dessert yang berada di tangannya adalah merek kesukaan Winda.

Dalam hati Winda merasa sedikit cemburu, tidak tahu juga gadis mana yang begitu beruntung dan mendapatkan pacar teladan, bahkan mengutarakan perasaan dengan cara seperti ini.

Dia sengaja memperlambat langkahnya, daripada apabila ada rekan kerja kantor yang sedang senang gembira karena bunga tersebut, namun malahan terputus karena kedatangan dirinya.

Lima menit kemudian, setelah pengantar paket tersebut berjalan keluar, Winda baru kembali ke ruang kerja sendiri.

Pada saat baru masuk ke dalam ruangan, aroma bunga langsung menebar menghampiri.

Saat ini Dania sedang berdiri di hadapan buket besar dan memotret dengan ponselnya.

“Siapa yang mengirim bunga untukmu ? Romantis sekali.” Winda bertanya.

Dia sudah lama berinteraksi dengan Dania, namun dia tidak tahu kalau Dania masih memiliki pacar.

Sepertinya status Dania masih lajang kan ?

Sama seperti dirinya …..

Aduh, lari dari topik.

Dania buru-buru berdiri dan juga tidak jadi memotret fotonya.

Dia memeluk buket bunga dan menyerahkan ke hadapan Winda "Direktur Yang, ini ada orang yang mau kirim untukmu.”

“Untuk aku ?”

“Iya.”

Rasa kaget dari Winda dan jawaban Dania yang penuh keyakinan membentuk sebuah perbandingan.

Winda menerima bunga dan melihat kartu ucapan yang berada di antara bunga, dia membuka kartu ucapan tersebut dan melihat tulisan indah yang tertera :Untuk wanita tercinta.

Mengapa dia begitu mengenal dengan tulisan ini ?

Sepertinya, sepertinya …. Di dalam otak pemikiran Winda mulai muncul bayangan Gandi.

Bayangan Gandi terus menetap hingga waktu satu menit, kemudian Winda berusaha menghapus pemikiran tersebut.

Tidak mungkin, pasti bukan Gandi, dia mana mungkin begitu romantis, dalam hati Winda langsung mengelak pemikiran ini.

“Ada bilang dari siapa ?” Winda bertanya.

Dania menggeleng kepala dan balik bertanya "Jangan-jangan pacarnya Direktur Yang ya ?”

“Pacar …..” Winda terdiam seketika, makhluk yang begitu aneh tidak pernah muncul di dalam dunia Winda.

Pada dulunya Ramon memang pernah memerankan pacarnya, akan tetapi status pacar yang diperankan oleh Ramon malahan memberikan kesan seperti saudara dekat kepada Winda.

Setelah itu ada berbagai kejadian yang terjadi. Oleh sebab itu Winda menolak masa lalu dan masa sekarang, sehingga saat ini dia adalah wanita lajang.

Dia melihat buket bunga di hadapannya beserta kelopak bunga yang berwarna ungu, setelah proses spesial, di atas kelopak masih membawa butiran air yang berkilau.

Aroma bunga terus menebar, namun bukan sejenis aroma buatan, wangi dari bunga ini malahan sangat segar dan natural, sangat cocok dengan selera Winda.

Sebenarnya di dalam spesies bunga tidak memiliki jenis bunga tersebut.

Bunga tersebut diproses lagi dari bunga mawar biasanya.

Daya tarik Winda terhadap bunga sangat sederhana, namun dia sendiri juga tidak mengerti, sepertinya dia lumayan menyukai bunga mawar ungu tersebut.

Jangan-jangan bunga ini adalah bunga favorit dirinya pada saat sebelum lupa ingatan ?

Dia meletakkan bunga dan melihat dessert yang berada di samping.

Di dalam dugaannya, semua dessert yang berada di dalam adalah makanan favorit dirinya.

Winda mengambil satu persatu dan membagikan kepada Dania.

Makanan ini memang sengaja tertuju untuk Winda, Dania tentu saja tidak mau menerimanya. Namun Winda sangat nekat, sehingga akhirnya Dania tetap memakannya.

Akhirnya nasib dari dessert ini adalah menjadi menu mengopi di ruangan kerja mereka.

Sebentar lagi adalah waktu pulang kerja, saat ini Dania sedang menghitung berapa jumlah bunga mawar ungu yang berada di dalam buket.

Sejenak kemudian Dania sangat yakin kalau jumlah bunganya ada seratus tangkai.

“Direktur Yang, bahasa bunga untuk seratus tangkai bunga mawar, apa ya ?”

Dania yang tidak tahu dan langsung bertanya kepada Winda.

Sementara Winda yang sama sekali tidak mengerti dengan bahasa bunga juga terbengong, kemudian dia berkata "Sepertinya, sepertinya ….”

“Aku tahu.” Dalam sejenak ini Dania sudah selesai menjelajah di internet.

“Seratus tangkai, melambaikan cinta pengabdian.”

Setelah mendengar bahasa tersebut, Winda terbengong sejenak.

Di dalam otak pemikirannya muncul semua kenalan dirinya yang masih berada di kota S. Orang satu-satunya yang cocok dengan kategori tersebut hanya menyisakan Gandi.

Jangan-jangan memang dia yang memberikan bunga ini ? Lelaki yang kasar ini benar-benar mengerti dengan romantis ?

Pada saat ini, ponsel Winda kebetulannya juga ikut berdering.

Winda melirik sekilas, setelah melihat nama yang tertera di layar adalah Gandi, dia langsung mematikan layar dan meletakkan kembali ke atas meja.

Dania menyadari tindakan Winda, dia mengira kalau dirinya yang menimbulkan rasa tidak nyaman kepada Winda, sehingga meletakkan bunga dan berkata "Direktur Yang, sebentar lagi sudah waktu pulang kerja, aku absen dulu di luar.”

Setelah itu dia mengambil tas yang telah dibereskan dan berjalan keluar.

Winda merasa aneh, pada saat Dania hampir keluar dari ruangan, dia baru menyadari kembali.

Biasanya pada waktu pulang kerja dania sama sekali tidak pernah buru-buru !

“Masih ada dua menit lagi ….”

“Tidak apa-apa, aku tunggu di luar saja, tidak mau mengganggumu lagi.”

Suara Dania muncul dari luar ruangan, pipi Winda juga langsung memerah seiring ucapannya.

Saat ini ponsel Winda berhenti bergetar, jelasnya orang yang menelepon merasa tidak ada yang mengangkat telepon dan memutuskan sambungannya.

Namun sejenak kemudian, ponselnya berdering kembali.

Winda melirik nama Gandi yang tertera di layar, setelah ragu sejenak, dia tetap mengangkat teleponnya.

“Tuan Tirta, ada perlu ?”

“Tidak ada perlu tidak boleh telepon ya ?”

“Tentu saja tidak boleh !” Winda mengucapkan kata-kata yang bertentangan dengan isi hatinya.

“Kalau begitu aku ada hak untuk meneleponmu ?

“Ada.”

“Baik, aku rindu padamu, makanya meneleponmu, boleh kalau begini ?”

Gandi yang sengaja menantang balik bertanya lagi kepada Winda.

Winda terbengong sejenak, kemudian tersenyum pahit.

Lelaki ini kadang kalanya sangat pengertian, namun kadang kalanya juga sangat ribut. Akan tetapi dalam hati Winda tetap saja sangat tersentuh ketika mendengar jawaban Gandi yang kangen dengan dirinya.

“Bunga ini, kamu yang kirim ya ?”

Winda sangat mengharapkan kelembutan Gandi, namun juga sangat takut dengan kelembutan tersebut.

Oleh sebab itu dia langsung mengalihkan topik untuk memutuskan percakapan yang terkesan mesra.

“Apa mungkin angin yang meniup ke tempatmu ?” Gandi sepertinya masih belum keluar dari topik penantangan barusan.

Winda mencibir bibirnya manis, lelaki ini begitu pendendam ya ? Benar-benar tidak mau rugi.

“Tuan Tirta !”

Dia membentak dengan suara yang tidak terlalu kuat, namun Gandi malahan membalasnya dengan senyuman ringan.

“Suka ?”

“Suka …..Tidak suka.” Winda tanpa sadarnya akan menjawab sesuai isi hati, namun dia berpikir lagi bahwa dirinya tidak boleh toleransi dengan semudah itu, sehingga menggunakan jawaban yang begitu kaku.

Gandi tersenyum sekilas dan berkata "Kalau begitu aku suruh orang pergi menjemput pulang ya ?”

“Apa ? Kenapa pula ?” Winda bertanya dengan nada kaget, dia merasa sedikit bingung, bukannya lelaki ini sudah memberikan bunga kepadanya ?

“Karena nona Yang tidak suka ! Kalau letak bunga ini di hadapan nona Yang, mungkin akan membuat kamu merasa risih dan tidak nyaman.”

Nada Gandi yang terkesan bercanda membuat Winda merasa Gandi sedang menertawakan dirinya.

Namun saat ini dia malahan merasa sedikit takut, mungkin saja lelaki ini benar-benar akan datang untuk menjemput bunga pemberiannya.

Oleh sebab itu dia buru-buru berkata "Bukan, bukan juga, tidak merasa risih juga ….”

Winda bahkan tidak menyadari kalau nada bicaranya telah mengandung kesan membujuk.

Dia melihat buket besar di hadapannya, dalam hatinya muncul makna dari bunga warna ungu.

Ungu menandakan cinta yang suci, kecantikan yang menawan beserta kerinduan.

Mungkin saja lelaki ini juga tidak tahu maksud dari seratus tangkai bunga.

Namun Winda telah mengetahui lambang bunga tersebut, meskipun dia mengetahui hal ini dari pemberitahuan Dania.

Begitulah sifat manusia, pada saat memiliki cinta, kita akan merasa sulit untuk mengambil keputusan dan selalu tersiksa.

Akan tetapi kalau kita kehilangan cinta dan menenangkan diri untuk beberapa waktu, kita akan kembali menginginkan cinta.

Meskipun Winda tidak ingin mengakui bahwa dirinya telah menjadi orang seperti ini, namun kenyataan selalu bermaksud lain.

“Jadi tetap suka kan, tetapi, baguslah kalau suka.”

Gandi melontarkan kata-kata tersebut secara tiba-tiba, emosional dalam nada bicaranya membuat Winda merasa sedikit bingung.

Namun Winda menyadari kalau Gandi merasa sedikit kecewa.

Mungkin saja dirinya yang salah menilai. Namun dia dapat merasakan suasana hati Gandi yang jelasnya sedang murung.

“Tuan Tirta mengirimkan bunga untukku, ada maksud tertentu ?” Hati Winda merasa sedikit kacau, sehingga melontarkan pertanyaan yang bodoh.

Gandi menarik sudut bibirnya, wanita ini benar-benar bodoh sekali.

“Tidak ada maksud apapun.”

Setelah itu Gandi langsung memutuskan sambungan teleponnya.

Suara telepon yang langsung diputuskan membuat Winda terbengong di tempat.

Emosional lelaki ini tidak stabil sekali.

Bukannya barusan masih baik-baik saja ?

Kenapa malah berubah secara tiba-tiba ? Winda merenung kembali tentang isi percakapan antara mereka berdua, sepertinya dia tidak melakukan kesalahan apapun.

Winda merasa sedikit sulit menerima, akhirnya api amarah langsung membara di hati.

Lelaki ini menganggap dirinya sebagai wanita apaan? Saat senang datang membujuk, saat tidak senang langsung melempar jauh ya ?

Winda membuang bunganya ke lantai, kemudian mengambil tas dan bersiap-siap untuk keluar dari ruangan.

Namun pada saat akan mematikan lampu, dia tetap ragu sejenak dan memungut bunganya, kemudian meletakkannya pada sofa di samping.

Di dalam ruang direktur pada cabang Grup Tirta yang berada di kota S.

Gandi sedang berdiri di depan jendela dan menatap keramaian jalan raya yang berada di malam hari.

Dia masih belum mematikan layar ponselnya, catatan panggilan yang menghubungi Winda masih tertera di atas layar.

Tidak suka ya ?

Winda bilang tidak menyukai bunga kiriman dirinya, namun demi menjaga emosional dirinya, dia mengganti bahasanya menjadi tidak merasa risih.

Jawaban seperti ini membuat Gandi merasa sedikit tidak terima.

Bagaimana mengirim bunga kepada wanita tercinta, namun malahan diterima dengan niat terpaksa, siapa pun juga akan merasa tidak terima.

Gandi memutuskan sambungan telepon dengan terlebih dahulu, dikarenakan dia khawatir kalau emosional dirinya akan kehilangan kendali dan menampakkan jejak amarah kepada Winda.

Setelah Winda kembali ke rumahnya, dia bertemu dengan Riana yang baru pulang dari luar.

Pada saat melihat ibunya, Sabrina langsung menyerbu ke pelukan Winda dan menyapa dengan nada manis.

Winda memeluk Sabrina dan mengecup ringan pada pipinya yang imut. Setelah itu dia menyerahkan Sabrina kepada pembantu yang berada di samping, kemudian menyuruh pembantu agar dapat membawa Sabrina masuk ke dalam rumah.

“Kakak ipar, masalah sekolah sudah diselesaikan ?”

Novel Terkait

Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu