Cinta Yang Dalam - Bab 215 Pemicu Terakhir

Neva merasa sedikit malu, jelas-jelas dia sudah berusaha menahan agar badannya tidak bereaski terhadap Gandi.

Namun serangan terakhir ini, sepertinya dia malah mabuk.

Serangan pria ini sungguh ganas sekali, bagaikan menyerang ke dalam hatinya.

Perasaan yang awalnya dikira sudah perlahan-lahan menjadi dingin, kali ini justru meningkat dengan sangat pesat.

Neva sudah tidak memiliki tenaga untuk bergerak, dia bahkan merasa ada sesuatu yang mengalir keluar dari bagian bawahnya.

Pada saat ini, ada sesuatu yang dimasukkan ke dalam mulutnya, terasa sedikit pahit, lalu ada air yang dicekokkan.

Karena Neva sedang berbaring, maka dengan wajar dia pun tersedak.

Dia langsung terbatuk, dan obat itu tidak sengaja dia muntahkan keluar.

Samar-samar, dia merasa ada orang yang sedang menepuk punggungnya.

Sepertinya, terasa sedikit lembut?

Sambil berpikir, Neva akhirnya tertidur pulas.

Gandi menatap Neva dalam diam, obat yang diminum Neva tadi, tentu adalah obat kontrasepsi.

Gandi tidak paham dengan perasaannya kepada Neva.

Barusan, jelas-jelas dia hanya ingin melampiaskan saja.

Tetapi entah kenapa pada akhirnya, dia bahkan memiliki kenikmatan yang tak beralasan, dan kenikmatan ini pun merambat ke sekujur tubuhnya.

Sepertinya, mati di atas badan wanita ini juga pantas.

Benar kata pepatah, mati di tengah keindahan wanita, juga adalah hal yang nikmat.

Menatap badan Neva yang seolah-olah tidak bertulang, Gandi bersandar di sofa dan tertidur pulas. Suara napas Neva yang ringan itu bagaikan obat perangsang hawa nafsu, membuat Gandi sedikit tidak bisa mengontrol dirinya.

Gandi merasa perlu menenangkan diri, dia bangun dan pergi ke kamar mandi untuk mandi air dingin. Lalu dia keluar dan membuka jendela, sambil bertiupkan angin malam, dia menyalakan sebatang rokok.

Hingga api di badan Gandi akhirnya padam, dia memanggil Neva, tetapi Neva tidak merespon.

Gandi ragu sejenak, lalu dia pergi mencari sehelai kain basah, dan mengelap badan Neva.

Neva sedang bermimpi, sebuah mimpi yang indah.

Dia dikejar oleh penjahat, tetapi tidak sanggup untuk berlari lagi. Orang di belakang sudah semakin mendekat, dan dia pun semakin panik, bahkan sudah bisa memikirkan tragedi yang mungkin terjadi pada detik berikutnya.

Namun tepat pada saat ini, ada orang yang muncul di depannya.

Bagaikan dewa yang turun dari ke dunia, sekujur tubuhnya memancarkan sinar menyilaukan.

Jika dikatakan dalam hati setiap wanita memiliki seorang pahlawan besar, maka orang yang saat ini ada di depan mata Neva adalah pilihan pertamanya.

Pria itu memukul mundur orang yang ingin melukai Neva, lalu menggendongnya, dan merapikan rambut yang berantakan di wajahnya dengan lembut.

Kemudian, pria itu mencium pelan pada bibir Neva.

Setelah ciuman itu, barulah Neva ingat bahwa dirinya telah berkeluarga.

Neva seketika merasa sedikit malu, dan berkata, “Kenapa kamu boleh begini!”

Namun, sinar di wajah orang di depannya memudar perlahan-lahan.

Sebuah wajah familier, wajah yang akan menimbulkan ketakutan Neva pun muncul.

“Tuan, Tuan Tirta… oh, salah, salah, suami!”

Neva berteriak, lalu bangun mendadak.

Pakaian yang menyelimuti badannya melorot ke bawah, dan badan Neva sepertinya sedang bergerak tiada henti.

Neva segera mengangkat kepala memandang ke sekitar, dia menyadari saat ini dirinya sedang berada di dalam mobil, jelas-jelas tadi dia berbaring di sofa dengan badan telanjang.

Namun, sekarang di badannya sudah mengenakan pakaian baru, jangan-jangan?/

Neva menoleh menatap Gandi yang sedang menyetir mobil.

Di tengah alunan musik di dalam mobil, Gandi berkata, “Apakah kamu sudah bangun?”

Tidak menunggu Neva mengangguk, Gandi lanjut berkata, “Aku yang memakaikan pakaian untukmu, sebelum dipakaikan, aku sudah mengelap bersih badanmu.”

Gandi seolah-olah sedang mengatakan hal sepele yang sudah sewajarnya, sedangkan Neva, wajahnya sudah memerah saat ini.

Dalam hati Neva pun muncul perasaan yang aneh, apakah ini adalah perawatan pria itu kepadanya?

Hingga tiba di villa, Gandi juga tidak mengatakan apa-apa.

Neva tidak tahu harus bagaimana mencari topik pembicaraan, keheningan seperti ini cocok sekali dengan seleranya, sehingga dia juga memilih untuk diam.

Ketika Neva membuka pintu hendak turun dari mobil, baru saja menginjakkan satu kaki keluar, seketika dia merasa tidak sanggup untuk menopang badannya sendiri, dan hampir jatuh ke tanah.

Untungnya, Neva mencengkeram pintu mobil dengan erat, sehingga tidak sepenuhnya terjatuh.

Pada saat ini, Gandi sudah memutar kemari dari kursi pengemudi, dia memapah Neva berdiri, dan membiarkan Neva bergantung di badannya.

Neva menatap Gandi dengan kesal, tentu saja, tatapan ini hanya berlangsung selama satu detik.

Jika waktunya lama, maka akan diketahui.

Setelah masuk ke dalam villa, Neva hanya menyantap beberapa suap makan malam, lalu berjalan ke lantai atas sambil memapah pegangan tangga.

Awalnya Gandi juga mengikuti di belakangnya, tetapi Mbok Ting memanggil Gandi. Neva samar-samar mendengar Mbok Ting berkata kepada Gandi bahwa harus mengontrol diri.

Seketika Neva merasa wajahnya panas membara, dia masuk ke kamar dan merebah di atas kasur, lalu membalut dirinya dengan selimut.

Neva pun tidak tahu bagaimana dirinya tertidur.

Ketika Neva bangun keesokannya, dia menyadari dirinya justru berada di dalam pelukan Gandi.

Gandi memeluk Neva, dan Neva merebah di lengannya. Tampang mereka berdua itu, jika dikatakan kasih mereka tidak baik, tidak ada orang yang mempercayainya.

Badan Neva menjadi kaku, dia sedang dilema harus kabur bagaimana dari pelukan Gandi.

Namun, lengan Gandi yang merangkulnya tiba-tiba mengerat, dan terdengar suaranya yang datar berkata, “Apakah kamu sudah bangun?”

Neva bergumam mengiyakan, perasaan mesra seperti ini membuatnya sangat tidak terbiasa.

Pakaian di badannya sudah menghilang entah dari kapan, sekarang mereka saling berhadapan dengan badan telanjang.

Kedua kaki Neva masih terasa pegal, seketika dia memiliki sebuah pikiran yang tak terucapkan dalam hatinya, jangan-jangan tadi malam mereka berdua sekali lagi…?

“Tuan, Tuan Tirta, kita sudah harus bangun.”

Neva memberanikan diri untuk berkata pelan.

Neva juga merasa lapar, karena kemarin sudah lelah untuk waktu yang begitu lama.

Kemarin malam, karena badannya terasa pegal, belum makan beberapa suap pun Neva sudah merasa kenyang.

Gandi menjawab dengan datar, “Apakah kamu lapar?”

Baru saja Neva ingin berkata tidak lapar, tetapi perutnya langsung keroncongan.

Wajah Neva merah seketika, ingin sekali dia mencari tempat untuk bersembunyi.

Namun saat ini, satu-satunya tempat yang bisa bersembunyi, adalah pada lengan Gandi.

“Kalau begitu ayo bangun!”

Gandi berkata, tetapi dia tidak melepaskan lengannya yang merangkul Neva.

Ini membuat Neva merasa sedikit kesal, apakah pria ini sedang menjaili dia?

Di manakah bangun yang dia katakan?

Jangan-jangan….

Neva memandang ke bawah, dan melihat gundukan kecil di bagian bawah Gandi.

Neva langsung menjadi gugup, adegan kemarin yang tidak kenal rasa lelah masih ternyiang di depan mata, perasaan tubuhnya juga sedang mengingatkannya pada masalah yang telah terjadi.

Neva bergegas melepaskan diri dari pelukan Gandi. Kekuatan yang mendadak ini, hampir membuat lengan Gandi tertarik.

Gandi pun menatap Neva dengan kesal, apakah wanita ini tidak tahu diri?

Namun, Gandi terpana melihatnya. Kulit Neva yang putih bersih sangat memukau di bawah sinar cahaya matahari yang menembus masuk dari jendela, juga perutnya yang datar, serta perasaan yang terlupakan ketika meraba kulitnya kemarin.

Wanita ini sungguh manis sekali!

Poin pentingnya adalah, Neva pada akhirnya juga tidak ingin tunduk padanya, sehingga dia pun menggunakan segenap kekuatan untuk menjarah dan memeras Neva, ingin wanita ini menikmati terpaan asmara dengan tunduk di bawah badannya.

Kenikmatan di antara suami istri seperti ini, pertama kalinya membuat Gandi merasa sedikit suka.

Ketika Neva mengenakan baju, dia merasa badannya sudah bukan miliknya lagi.

Neva merasa pegal tak bertenaga, bahkan merasa detiknya berikutnya hendak rebahan di atas kasur, dan tidak ingin bergerak sedikitpun.

Namun, tatapan Neva sewaktu-waktu menyapu ke arah gundukan kecil di badan Gandi.

Ketakutan yang pekat memberitahu Neva, jika dia lebih lama sedetik di atas kasur, maka pria ini sangat mungkin akan melahapnya lagi.

Akhirnya, Neva sudah mengenakan pakaian, dia turun dari kasur dan berjalan cepat, ingin pergi mandi.

“Tuan Tirta, kamu juga cepatlah bangun! Sudah lewat dari jam kerja, jika berlama-lama lagi, kamu sudah bisa makan siang ketika tiba di perusahaan.”

Neva berpura-pura bersikap biasa dan berkata, ingin mengalihkan perhatian Gandi dari badannya.

“Neva!”

“Hhmm….”

Neva menyahut pelan, tidak tahu apa yang ingin dikatakan Gandi.

“Aku tidak ingin bergerak, kamu mengelap badanku saja.”

Perkataan Gandi sama sekali tidak ada maksud untuk meminta tolong kepada Neva, sebaliknya lebih mirip dengan perintah.

Neva bergumam mengiyakan, dan berkata, “Tuan….”

“Apakah kamu masih ingin melakukan sekali lagi?”

Gandi langsung memotong perkataan Neva yang hendak diucapkan, Neva bergidik, dan bergegas berkata, “Tidak, tidak ada, aku dengarkan Tuan Tirta.”

Lalu Neva pergi ke kamar mandi bagaikan melarikan diri.

Setelah selesai mandi, Neva berjalan ke tepi kasur sambil membawa kain hangat.

Neva juga bukan pertama kalinya mengelap badan pria.

Karena waktu itu Nardi masih kecil, dia hanya berendam dan tidak menggosok badan ketika mandi, maka Neva sebagai kakaknya pun turun tangan.

Teringat akan Nardi, hati Neva memberat seketika.

Matanya juga sedikit memerah, jika dia tahu akan terjadi begitu banyak hal setelah itu, jika dia tahu pada akhirnya Nardi akan mati, kalaupun waktu itu memaksa dirinya untuk melihat Nardi mati, dia juga tidak akan mengusir Nardi.

Setidaknya, Nardi memiliki penemanan dirinya.

Namun, salah tetaplah salah, tidak akan ada kesempatan untuk menebus kesalahan.

“Apakah kamu tahu apa yang sedang kamu pikirkan sekarang?” Perkataan Gandi bagaikan guntur yang meledak di telinga Neva.

Neva bergegas mendongak, dan berkata, “Ah? Tuan Tirta….”

“Batang kayu!”

Gandi tersenyum mengusik, setelah kain Neva menyentuh badannya, hawa nafsu Gandi terbangkitkan seketika.

Neva menyeka badan Gandi dengan pelan dan sangat teliti, tidak melewatkan sudut mana pun.

Tentu saja, Neva sengaja menghindari daerah kemaluan Gandi, karena Neva juga tahu bahwa saat ini dirinya sedang bermain api.

Namun ada sebagian masalah, bukanlah dia berkata tidak mau, maka tidak akan terjadi.

Ketika Neva menyeka dada Gandi, karena tangannya sudah tidak bertenaga setelah lama menopang badannya, dia langsung merebah ke atas badan Gandi.

Pemicu terakhir pun dinyalakan!

Novel Terkait

My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
5 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu