Cinta Yang Dalam - Bab 359 Dia Bilang, Itu Putrinya

“Nona Yang, siapa yang baru saja menelepon?” Mendengar percakapan Winda tadi, firasat tidak menyenangkan muncul di hati kepala sekolah.

Kalau keluarga Yang yang lainnya datang, mungkin mereka tidak akan seperti Winda yang mudah untuk diajak bicara.

"Keluargaku. Kepala sekolah Gun, aku tidak ingin membicarakan siapa yang benar atau salah denganmu sekarang. Bagaimana dengan putriku, kemana dia pergi?"

Karena sedaritadi tidak melihat Sabrina, Winda pun mulai cemas.

Kepala sekolah Gun pun terkejut, dia sulit berkata apa-apa, dia hanya bisa berkata “Itu, itu...”

“Itu apa! cepat katakan!” Begitu mendengar Kepala sekolah Gun yang terbata-bata tidak segera bicara, Winda pun langsung jadi semakin cemas.

Tidak ada yang terjadi kepada Sabrina kan? Jika putrinya ini menghilang, dia benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana dia harus menjalani kehidupannya kedepan.

Untungnya, Kepala sekolah Gun menggelengkan kepalanya dengan cepat dan menjelaskan “Begini nona Yang, karena masalah perkelahian ini, kebetulan sekali dilihat langsung oleh Tuan Gandi. Dia membawa Sabrina pergi, dia juga bilang...”

Kepala Sekolah Gun mulai tergagap lagi ketika dia bicara sampai sini.

Wajah Winda langsung muram, dia berkata “Kepala Sekolah Gun, kamu di sini ini sedang menunda waktu ya, apakah mau mengetes dan memancing kesabaranku? Kamu harusnya tahu, sebagai anggota keluarga Yang, aku sudah termasuk orang yang enak diajak bicara kan?”

Kepala Sekolah Gun buru-buru mengangguk ndan berkata dengan sedikit sulitnya “Sebenarnya, bukan juga hal yang buruk untuk dikatakan. Hanya saja ucapan Tuan Gandi ini, aku khawatir anda tidak akan senang mendengarkannya.”

Winda tersenyum dingin, lalu memperingatkan Kepala Sekolah Gun dengan tatapan matanya yang seolah berkata cepat katakan semuanya.

Kepala sekolah Gun pun memaksakan diri, berkata dengan suara rendah “Tuan Gandi bilang, Sabrina adalah putrinya.”

Putrinya?

Hati Winda tertegun, respon pertamanya adalah apa jangan-jangan Gandi sudah menemukan sesuatu tentang masa lalu?

Tapi tidak seharusnya deh. Masalah tahun itu, kakak pertama pasti sudah menanganinya tanpa ada sedikitpun kesalahan dan cela. Gandi seharusnya tidak akan merasakan dan menemukan sesuatu.

Untung saja, Kepala Sekolah Gun kali ini menjelaskan pada Winda.

Dia memandangi wajah Winda yang tampak tidak tenang. Takutnya dia akan emosi meledak-ledak suatu hari, sehingga kepala sekolah buru-buru berkata “Kami orang yang mendengar perkataan ini tidak akan begitu saja percaya. Aku hanya merasa, ini adalah bentuk kemarahan Tuan Gandi kepada sekolah ini untuk menunjukkan sikapnya sendiri. Oleh karena itu dia berkata seperti ini.”

Winda yang awalnya terkejut dan tercekat di tenggorokan, sekarang akhirnya langsung lega lagi.

Dia menatap Kepala sekolah Gun dengan tatapan serius dan berkata "Kepala Sekolah Gun, aku tidak perlu mengatakan hal-hal ini, kamu harusnya sudah mengerti apa yang harus dilakukan?"

“Mengerti.” Kepala Sekolah Gun buru-buru mengangguk dan membungkuk padanya.

Dia mengerti dan tahu kalau tidak berhati-hati bicara bisa malah membuat masalah.

Winda mengeluarkan ponselnya, menemukan nomor Gandi, lalu meneleponnya.

Setelah beberapa kali bip, panggilan itu dijawab.

"Bicaralah!"

Sedehana, langsung dan tanpa berbelit-belit. Ini benar-benar gaya murni dari grup Tirta.

Winda mengerutkan kening, pria ini sudah mengambil putrinya sendiri, sekarang dia meneleponnya untuk minta Sabrina, dia malah bersikap seperti ini. Apa jangan-jangan perasaan bersalah tidak dia rasakan sama sekali?

“Tuan Gandi, apa putriku ada bersama kamu?” tanya Winda dengan sabar.

“Em.” Suara Gandi begitu tenang dan langsung. Sedangkan ini malah membuat Winda sendiri sampai lupa kata-kata yang mau diutarakannya.

“Itu, apakah kamu bisa menyuruhnya mengangkat teleponku sebentar?" Kata Winda lagi.

“Tidak bisa.”

Sikap Gandi begitu arogan. Membuat Winda yang sudah tertekan langsung meledak marah.

Namun dia masih tahu kalau ada orang lain di sekitarnya.

Sehingga dia menutup mikrofon telepon, lalu berbalik dan berjalan melewati istri Kepala sekolah Gun yang kesal, lalu belok ke sudut tangga.

"Kenapa? Kenapa aku tidak bisa bicara dengan putriku? Gandi, apa maksudmu, menculiknya tidak berhasil, sekarang mau berpikir untuk mengambilnya?”

Di sekitarnya sudah tidak ada orang. Winda juga tidak butuh menunjukkan lagi dirinya yang sangat anggun dan berpendidikan. Sehingga dia langsung berteriak dengan marahnya.

Gandi mencengkram ponselnya, teriakan Winda di telinganya ini memuat telinganya berdengung.

Di depannya saat ini, Sabrina sedang makan. Dia sedang menikmati dengan riang gembira.

Winda tidak tahu kenapa Gandi tidak membiarkannya bicara dengan Sabrina, tapi Sabrina sedang makan dengan gembira di hadapannya, itulah alasan Gandi sebenarnya.

"Nona Yang sudah selesai bicaranya?"

Butuh dua menit penuh, ketika Winda hampir saja melampiaskan semua amarahnya.

Gandi terdiam selama lima belas detik, lalu bertanya seperti ini.

“Iya, Tuan Gandi. Aku baru saja mungkin terlalu implusif, tapi aku menempatkan diriku...”

Ketika dia sedang berbicara, tiba-tiba suara Sabrina terdengar dari balik telepon "Mama."

“Hai, sayangku, kamu dimana? Apa kamu terluka? Apakah ada orang jahat yang mencoba menculikmu?” Tanya Winda satu persatu.

Ketika mendengar orang jahat itu, Sabrina mendongak dan menatap Paman Gandi yang baru saja menyeka krim dari mulutnya dengan tisu, lalu menutup mikrofon telepon dan berkata "Tidak, Mama. Aku baik-baik saja sekarang, Paman Gandi mengajakku makan."

"Em, baguslah kalau begitu. Baguslah kalau baik-baik saja. Berikan teleponnya ke paman Gandi ya!”

Winda mematuhi perintah Sabrina. Sekarang ponselya sudah dipegang oleh Gandi.

“Apa ada yang lainnya?” tanya Gandi dengan santai.

Winda sedikit memanyunkan bibirnya, pria ini, apa tidak memiliki kesadaran untuk lebih dulu meminta izin orang tua ketika mau mengambil seorang anak?

“Tuan Gandi, terima kasih banyak telah mengajak Sabrina makan. Tapi habis gini sudah sore dan kamu pastinya tahu tentang masalah di sekolahnya. Banyak hal yang belum ditangani, aku sekarang sedang di sekolah. Apalagi, sebentar lagi dia mau masuk kelas. Apakah kamu bisa mengantarkan Sabrina kembali kesini setelah makannya selesai...”

“Tidak bisa.” Ucapan panjang Winda hanya ditukar dengan penolakan Gandi yang begitu sesederhana dan tajam ini.

Dia pun membelalakkan matanya, melihat ke cat tangga yang jadi targetnya melampiaskan emosi meledaknya. Dia langsung mencakar tangga dengan keras menggunakan kuku-kuku tangannya. Setelah itu dia berkata dengan berat “Tuan Gandi, apa kamu tidak paham dengan perkataanku?”

“Sabrina dibully di sekolahnya. Sebagai seorang ibu, kamu adalah orang yang paling salah dalam hal ini. Ketidaknormalan yang ditunjukan anak sehari-harinya, apa kamu tidak bisa melihatnya?”

Tanya Gandi sehingga membuat Winda tersentak.

Dia ingin membantahnya, Sabrina ini adalah putrinya sendiri, putri yang dibesarkannya. Jika ada hal yang tidak normal dalam kesehariannya, dia mana mungkin tidak merasakannya, kan?

Tapi ketika mau mengatakan semua ini, tiba-tiba bibirnya terhenti.

Karena bisa ada hal seperti ini yang terjadi dengan Sabrina dan Winda sendiri mungkin karena pikiran dan hatinya yang sangat berantakan sehingga membuatnya tidak merasakan dan menyadari hal ini.

Dia merasa bersalah dalam hati dan langsung meleburkan api amarahnya ke Gandi.

Dia menundukkan matanya, lalu berkata dengan santai “Tuan Gandi, apa yang kamu katakan memang benar. Sebagai ibu, aku memang tidak melakukan banyak hal dengan baik.”

Begitu mendengar suara bersalah dari Winda, Gandi juga jadi tidak tenang.

Dia berkata pelan tapi tidak sampai membantah “Setelah makan malam, aku akan membawanya jalan-jalan untuk menghilangkan stres dan tekanan. Masalah di sekolah, kamu tidak usah menanganinya lagi. Apalagi, pelajaran sore ini, dia tidak perlu pergi. Nanti kalau Sabrina sudah mulai rileks dan nyaman dan capek bermain, aku akan mengantarnya pulang.”

Winda membuka mulutnya dan menyadari ketika dia mau membantah, dia malah tidak bisa berkata apa-apa.

Walaupun menurut Winda, belajar itu sangat penting.

Namun, karena terbiasa melihat kekerasan dalam sekolah di internet, Winda mengerti kalau peristiwa beberapa hari ini mungkin akan meninggalkan kesan yang tak terhapuskan di hati Sabrina.

Untuk menghilangkan sisi gelap hati ini, butuh waktu untuk menghilangkannya.

“Baiklah, kalau begitu maaf merepotkan tuan Gandi.” Selesai dia bicara, dia langsung menutup teleponnya.

Ketika kembali ke koridor, dia melihat istri Kepala Sekolah Gun menarik gadis kecil itu sambil bersandar pada Kepala Sekolah Gun menangis mengeluhkan sesuatu.

Dia perlahan melangkah maju dan ketika istri Kepala Sekolah Gun melihat Winda, perasaan waspada muncul di hatinya.

Tapi informasi yang baru saja dia dapatkan dari Kepala Sekolah Gun barusan, membuatnya tahu kalau identitas dan status Winda sebenarnya tidak bisa diganggu dan disinggung sembarangan.

Walaupun di hatinya dia tidak terlalu suka dengan wanita ini, tapi dia masih saja ingin keadilan untuk putrinya.

Memang kenapa kalau keluarga Yang? Walaupun keluarga Yang tetap saja juga harus masuk akal dong!

Keluarga Yang adalah keluarga terbesar dan terkaya di kota S. Hal ini lebih banyak di ketahui dari pijak prianya, namun tidak untuk pihak wanita.

Karena jarang keluar sehingga tidak terlalu tahu dunia luar, istri Kepala Sekolah Gun sepenuhnya sangat cocok dengan kalimat ini.

“Nona Yang, bagaimana kalau dalam hal ini, aku minta putriku dan yang lainnya untuk minta maaf kepada Sabrina, bagaimana?”

Setelah panggilan tadi, Kepala Sekolah Gun mulai tidak tenang.

“Minta maaf? Minta maaf untuk apa? Minta maaf kentut apa, kamu lihat putrinya itu sudah melukai putri kita di beberapa di tubuhnya, ada lagi...”

“Sudah cukup!!!”

Melihat Winda tidak bergerak di depannya dan hanya diam berdiri di rempatnya, sambil bersandar di pegangan tangga. Tidak ada niat untuk pergi dari sana.

Kepala sekolah jadi muram, dia berteriak seperti ada dorongan yang tak bisa dijelaskan yang menyuruh dirinya untuk melarikan diri dari sana.

Situasi berada di jalan buntu seperti ini, ada beberapa mobil dengan cepat sudah menuju gerbang sekolah bangsawan dan melaju ke depan gedung pengajaran.

Riana dan Arya turun dari mobil, diikuti sekelompok pengawal di belakangnya.

Karena penyerangan di depan gerbang, para satpam dari sekolah bangsawan segera berpindah keluar semua. Beberapa satpam itu ada yang memegang pentungan dan tongkat listrik serta mengepung rombongan Arya dan mengawasi mereka dengan tajam dan was-was.

Satpam sekolah bangsawan harus memenuhi persyaratan yang cukup sulit dan tinggi dalam kualitas pribadinya.

Persyaratannya di antaranya mereka harus pensiunan dari tentara atau pria muda dengan tubuh yang kuat dan kekar.

Siapapun yang bisa menilai, pasti bisa melihat kalau sekelompok orang yang ada di belakang Arya bukanlah lawan yang mudah.

Arya memandangi sekelompok satpam itu, lalu berkata dengan suara pelan “Kakak ipar, para satpam ini lumayan juga, responnya cukup cepat juga. Kelihatannya mereka juga bukanlah orang-orang yang bela dirinya biasa-biasa.”

Riana mengiyakan, lalu memberi isyarat mata ke salah satu pengawalnya.

Pengawal itu maju beberapa langkah, lalu berkata dengan suara berat “Kami ini adalah wali murid. Kami datang ke sekolah ini karena mendapat informasi kalau nona kami terluka dan disakiti, jadi tolong minggirlah.”

Para satpam saling memandang, kepala dari departemen para satpam ini adalah pensiunan dari pasukan khusus tentara.

Dia tentu saja bisa langsung melihat kalau orang-orang di tangannya ini tidak layak dan tidak akan bisa mengalahkan para pengawal di depan mereka ini.

Dia pun maju, lalu berkata dengan penuh hormat “Permisi, kalian wali murid dari siswa yang mana?”

"Sabrina Yang."

Marga Yang ini membuat para satpam langsung mengerutkan kening.

Di kota S ini, orang yang bermarga Yang adalah orang-orang yang tidak bisa disinggung dan diganggu.

Dan ketika melihat cara berpakaian para pengawal ini, kelihatannya mereka benar-benar datang dari keluarga Yang itu.

“Tunggu dulu.” Dia melambaikan tangannya, lalu memanggil seorang satpam biasa dan memerintahkan sesuatu kepadanya.

Satpam biasa itu ketika baru saja mau pergi, tiba-tiba mendengar suara dari gedung pengajaran.

“Sudahlah, kalian semua pergi saja. aku mengerti hal ini, minta keluarga dari Sabrina ini untuk naik ke atas menangani masalahnya!”

Novel Terkait

Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
3 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu