Cinta Yang Dalam - Bab 311 Wanitaku

Teringat akan pria itu, Winda merasa bibirnya seperti menjadi kebas.

Terlalu mendominasi dan terlalu tidak tahu malu.

Kenapa orang ini bisa begitu tidak masuk akal.

Setelah menggunting jas tersebut amarahnya masih belum juga reda.

Ia mengambilnya dan membuangnya ke dalam tong sampah di halaman luar.

Huh, berani menindasku maka aku akan membiarkanmu mengalami kerugian!

Setelah kembali ke kamar tidur, dia berjalan memasuki kamar mandi.

Dia berada di dalam kamar mandi selama dua jam, berendam dan terus mengaliri dirinya dengan air shower, dia terus menggosok kulitnya hingga memerah, setelah itu baru keluar dari kamar mandi.

Ia berbaring di atas ranjang, Winda memegang lama ponselnya dan terakhir ia tidak jadi menelepon abang pertamanya.

Saat ini ponselnya bergetar, tampak sebuah pesan masuk dari wechat.

Dia melirik dan sorotan matanya tampak redup, itu adalah pesan yang dikirim oleh Ramon.

Setelah kejadian itu Winda tiba-tiba merasa sedikit malu menghadapi Ramon.

“ Winda, sudah tidur?”

“Belum.”

“Hari ini kamu tidak apa-apakan? Aku lihat kamu memakai jas pria.”

“Malam hari cuacanya terasa agak dingin, saat aku berjalan-jalan di tepi danau bertemu dengan seorang pria yang baik. Dia melihat aku yang meringkuk karena dingin kemudian memberikan jasnya kepadaku, lain hari aku akan menyuruh orang untuk mengembalikannya kepada dia.”

Ini adalah pertama kalinya dia berbohong sehingga dia merasa sedikit gugup.

Karena kondisi yang sebenarnya, pria tersebut yang menyebabkan bajunya basah dan menjadi kusut, tidak ada cara lain dia terpaksa memakai jasnya.

“Ya….pria itu memang adalah orang yang baik!”

Ramon ingin memberikan tanda kutip pada kata orang baik itu, akan tetapi setelah dipikir-pikir apabila ia begitu maka sikapnya terlalu jelas, oleh karena itu dia menggunakan tanda seru untuk mengungkapkan rasa tidak puasnya.

Bahasa mandarin dengan nada telah diturunkan selama ribuan tahun, huruf yang sama tetapi dengan tanda baca yang berbeda akan menjadi arti yang berbeda.

Ramon memegang ponselnya dengan erat.

Setelah Winda pergi, dia menunggu sebentar di koridor.

Kemudian dia bertemu dengan pria yang sangat dibencinya itu.

Gandi berjalan keluar dengan menggunakan kemeja.

Sorotan matanya yang bengis langsung di abaikan oleh Gandi.

Saat dia berjalan melewati, Ramon mengulurkan tangan memegang baju Gandi.

“Presdir Tirta, nona Yang adalah wanitaku!” Ramon berkata dengan nada menegaskan.

Saat ini sepertinya Gandi baru menyadari bahwa di sampingnya ada seseorang, dia menatap Ramon dengan dingin dan berkata dengan datar “Lepaskan!”

Ramon tercengang beberapa detik lalu melepaskan tangannya.

Walaupun tahu bahwa Gandi pasti telah berhubungan dengan Winda, namun dirinya tidak memiliki bukti.

Dan apakah Gandi adalah orang yang dapat ia provokasi sesuka hati?

“Aku ingat kamu, kamu adalah Ramon Mones, mempunyai investasi dalam beberapa proyek di Kota Z.” Dari nada bicara Gandi terdengar jelas terdapat ancaman di dalamnya.

Tubuh Ramon tersentak, saat dia masih ingin mengatakan sesuatu namun Gandi telah berjalan pergi.

Dia melihat punggung pria tersebut yang berjalan menjauh, tanpa sadar ia menghela napas dalam hati.

Dia selalu berpikir dengan usahanya hingga saat ini, dia sudah dapat bersaing dengan pria tersebut dengan pijakan yang sama, akan tetapi siapa sangka hanya dengan beberapa kalimat yang keluar dari mulutnya sudah membuat dia jatuh.

“Sudah larut malam, istirahatlah lebih awal!” Ini pertama kalinya Ramon yang mengakhiri obrolannya terlebih dahulu saat mengirim pesan dengan Winda.

“Ya….” Hati Winda merasakan rasa sedih yang sulit dijelaskan.

Hati Ramon terasa kacau, dia mematikan layar ponselnya dan melemparnya ke satu sisi.

Tepat saat ini ponselnya bergetar lagi.

Dia mengambil dan meliriknya, itu adalah pesan dari Winda “Ramon..”

“Ada apa?”

“Tidak, tidak ada….kamu hari ini sudah sangat capek, tidurlah lebih awal dan ingat untuk mencuci muka dan menggosok gigi….”

Setelah ragu beberapa saat, Winda tetap tidak mengatakan apa yang terjadi padanya malam ini.

Saat kembali Winda mencari data tentang Gandi di internet, anak muda yang kompeten, memiliki aset besar di grup Tirta, memiliki pandangan strategi yang mantap….

Serangkaian pujian dan sanjungan yang sangat mempesona.

Kemudian dia juga melihat nama Neva Aska yang disebutkan oleh pria itu.

Terdapat banyak penilaian terhadapnya dan mengalami akhir hidup yang menyedihkan, meninggal karena kecelakaan dan meninggalkan seorang anak perempuan.

Ada sebuah foto samar Neva, setelah dilihat-lihat memang mirip dengan dirinya.

Pantas saja pria itu bisa salah mengenali orang!

Anehnya hati Winda ternyata terasa sakit.

Dia merasa sedikit aneh tetapi normal baginya, karena biasanya dia sangat terbawa perasaan saat melihat sesuatu, pasti karena dia telah menempatkan dirinya sebagai wanita yang bernama Neva itu.

Dia berbaring lama di atas ranjang dan terakhir ia masih tidak dapat tertidur.

Saat ini terdengar suara ketukan pintu.

Ketukan yang familiar ini membuat Winda tersentak.

Gawat, dia telah melupakan sesuatu yang penting. Hari ini karena masalah Gandi membuat hati dan pikirannya kacau sehingga saat pulang tadi dia lupa untuk menjemput Sabrina kembali.

Dia segera menuruni ranjang dan membuka pintu.

Di luar pintu terdapat Sabrina yang sedang mengerucutkan bibirnya dengan wajah yang terlihat marah, bingkai mata yang sudah memerah dan wajah kecilnya yang kusut.

Dan kakak iparnya yaitu Riana berkata dengan wajah tak berdaya “Sasa tidak ingin tidur, ia terus membolak balikkan badannya dan ingin pulang. Melihat tampangnya yang tidak akan tidur apabila tidak pulang maka aku terpaksa mengantarnya pulang..”

Winda tersenyum dengan rasa bersalah dan berkata “Kakak ipar, kamu tidurlah, aku akan menjaga Sasa. Pulang dengan buru-buru sehingga membuatku mengira Sasa telah tidur jadi tidak pergi ke sana untuk menjemputnya lagi.”

Winda mengiyakan, setelah mengucapkan selamat malam dia berjalan turun dan pergi.

Winda menundukkan badan untuk menggendong Sabrina.

Tetapi Sabrina malah mendorongnya, dengan rasa tidak senang berkata “Mama jahat!”

Winda tidak terlalu peduli dengan setengah memaksa ia menggendong Sabrina, dia berkata dengan rasa bersalah “Maaf sayang, hari ini suasana hati mama juga sangat kacau.”

“Jadi sudah tidak menginginkanku lagi?” Sabrina langsung membalas perkataan ibunya dengan marah.

Winda menghela napas, ia mendekatkan wajahnya dengan wajah Sabrina, lalu berkata dengan lembut “Bagaimana mungkin aku tidak menginginkan kesayangan kecilku ini?”

Dengan tidak mudah telah menenangkan Sabrina dan melihatnya telah tidur pulas, Winda tiba-tiba merasa rasa ngantuknya telah hilang.

Sabrina sangat mirip dengan dirinya, namun alisnya tidak tahu mirip siapa.

Tepat saat ini di dalam hatinya tiba-tiba muncul bayangan pria yang ia temui malam ini.

Alis ini kenapa terlihat mirip dengannya?

Sabrina bergumam, saat tidur ia mengerutkan alisnya seperti sedang mengalami mimpi buruk.

Winda sedikit merasa sedih, dengan lembut memegangi dahinya, saat alisnya sudah tidak mengerut, hatinya baru terasa lega.

Sabrina adalah anak perempuannya dan sekarang telah memasuki sekolah dasar.

Tetapi dia selalu menghindari topik pembicaraan yang berhubungan dengan ayahnya, karena Winda juga tidak mengetahui siapa ayahnya.

Dia pernah beberapa kali bertanya kepada abang pertamanya dan abang pertamanya mengatakan kalau Winda yang membawanya pulang.

Apakah mungkin anak yang dia pungut?

Akan tetapi Winda tidak percaya, apakah bisa begitu kebetulan memungut anak yang begitu mirip dengannya?

Kemudian bertambah lagi satu jawaban asal-asalan yang mengatakan bahwa ayah dari anak tersebut sudah meninggal.

Akan tetapi jawaban asal-asalan ini seperti sudah disepakati sebelumnya, karena semua orang menjawabnya dengan jawaban yang sama.

Setiap kali dia ingin mengingat kembali masalah yang berhubungan dengan Sabrina, kepalanya akan terasa sangat sakit hingga ingin menangis.

Abang pertamanya memberitahunya bahwa saat itu saat dia jatuh dari tangga hampir merenggut nyawanya.

Ia bahkan mengalami lumpuh total, dengan bantuan teknologi medis terbaru ia baru terselamatkan.

Apabila dibandingkan, sakit kepala dan kehilangan ingatan sama sekali bukan apa-apa.

Akan tetapi seiring dengan bertumbuhnya Sabrina, walaupun dia tidak mengatakannya namun Winda tahu bahwa Sabrina menginginkan kasih sayang seorang ayah.

Dia pernah mendengarnya dari pelayan kalau Sabrina dulu pernah memanggil abang pertama dan kakak ipar dengan sebutan papa dan mama.

Akan tetapi setelah kehadirannya, Sabrina sudah tidak pernah memanggil mereka seperti itu lagi.

Apa yang dimaksud dengan setelah kehadirannya? Winda merasa kehidupannya ada terlalu banyak hal yang sulit untuk dimengerti.

Akan tetapi dia malah tidak berani untuk mengingatnya.

“Mama….” Suara Sabrina yang manja menyadarkan Winda yang sedang berpikir.

“Kenapa sayang? Apakah ingin minum air?” Winda bertanya dengan penuh perhatian, anaknya sering haus di malam hari, jadi dia telah menyiapkan air hangat setiap waktu.

Sabrina menggeleng-gelengkan kepalanya dengan mata yang memerah berkata “Aku tadi bermimpi kalau mama hilang, mama ditangkap oleh orang jahat!”

“Bagaimana mungkin? Mama selalu berada disampingmu dan menemanimu tumbuh besar!” Winda menenangkannya dengan sabar, mungkin karena hari ini tidak menjemput Sasa tepat waktu sehingga membuatnya memiliki rasa sedih dan menjadi mimpi buruk.

“Tapi aku juga memimpikan papa!”

“Ah….” Winda tercengang, pikirannya tiba-tiba muncul bayangan Gandi, dia merasa sedikit tidak masuk akal, lalu dia menggelengkan kepalanya dengan kuat agar dapat menghilangkan bayangan lelaki tersebut dari kepalanya.

“Kalau begitu apakah Sasa telah mengetahui seperti apa wajah papa?”

Tapi Sabrina tidak menjawab dalam waktu yang lama kemudian setelah mengatakan beberapa kalimat ia sudah mengantuk lagi.

Kelopak mata atas dan bawahnya sedang bergelut, setelah bertahan beberapa lama dia akhirnya tertidur lagi.

Melihat anaknya yang sudah tertidur pulas, Winda berdiri dan kembali ke atas ranjang.

Setelah melihat jam ternyata sudah jam dua subuh.

Dia meringkuk di atas ranjang dan anehnya masih belum mengantuk. Di dalam kepalanya penuh dengan gambaran kejadian hari ini.

Akhirnya saat dia sudah tertidur, langit sudah mulai terang.

Saat dia bangun, matanya terasa tidak nyaman dan merasa bingung sejenak, dia baru teringat siapa dirinya.

Dia duduk di atas ranjang dan saat ini pintu kamar terbuka dengan pelan.

Wajah kecil Sabrina yang lucu keluar dari celah pintu “Mama, apakah kamu sudah bangun?”

Winda menggosok-gosok matanya yang sakit lalu melihat jam, dengan suara lembut berkata “Maaf sayang, hari ini mungkin tidak sempat untuk mengantarmu ke sekolah.”

Sabrina memasuki kamar dan menutup pintu, saat ini Winda melihat tangan Sabrina membawa sebuah piring.

Di dalam piring terdapat segelas susu, sepotong roti dan sebuah telur, sarapan yang sangat bergizi.

“Aku bisa pergi ke sekolah sendiri, mama sarapanlah.”

Sabrina memberikan piring tersebut dan Winda menyambutnya lalu meletakkannya di satu sisi.

Dia bangun dan terlebih dahulu mengecek tas sekolah Sabrina, kemudian merapikan pakaian Sabrina di depan cermin.

Setelah merasa semuanya sudah lengkap, dia bersiap-siap untuk mengambil rotinya.

Akan tetapi saat tangannya akan menyentuh roti, terdengar suara plak, Sabrina menghentikan niatnya untuk memegang makanan tersebut.

“Mama, kamu belum cuci tangan!”

“Oh, maaf sayang….”

Winda belum tidur dengan nyenyak, dia masih merasa sedikit bingung dan melupakan hal-hal ini.

Setelah mencuci tangan lalu dia kembali untuk menyantap sarapannya.

Putrinya menatapnya dengan wajah serius dan menunggunya menghabiskan sarapannya, apabila waktu masih sempat maka ia akan memintanya mengantarnya ke sekolah.

Sekolah itu diinvestasikan dan dibangun oleh Keluarga Yang, mempunyai dana dan sumber daya guru yang kuat, akan tetapi Winda sama seperti teman-temannya yang lain tidak mendapatkan perlakuan khusus.

Kata abang pertama, anak harus lebih membumi dan berhubungan dengan masyarakat, bukan dijadikan nona besar yang manja.

Mulut Winda mengunyah roti dan ia meminum seteguk susu.

Melihat putrinya yang serius, hatinya masih memikirkan kejadian kemarin.

Dia merasa mungkin otaknya sudah rusak, mengapa sekarang masih membandingkan putrinya dengan Gandi?

Alis yang sama, temperamen yang sama…..

Jangan-jangan dirinya pernah memiliki cinta satu malam dengannya seperti yang ada di dalam sinetron?

Cuih cuih cuih, tidak mungkin!

Dia langsung membuang pikirannya itu jauh-jauh.

Kesayangannya adalah anak perempuan yang begitu lucu, tidak boleh disamakan dengan pemerkosa jahat yang mendominasi itu.

Setelah sarapan lalu menukar baju, dia menggandeng tangan Sabrina dan bersiap untuk turun ke bawah.

Saat keluar dari kamar dia mendengar suara pertengkaran di bawah.

Suara wanita yang tajam dan suara pria yang terus berkata baik, membuatnya menggelengkan kepala.

Oke, abang pertama dan kakak ipar bertengkar lagi!

Novel Terkait

The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
3 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
3 tahun yang lalu