Cinta Yang Dalam - Bab 176 Bertambah Satu Orang

Chelsi ingin menolak, lagi pula Neva perlu menenangkan diri, tapi Emra menyenggolnya.

Berteman selama beberapa tahun, dia mengerti maksud Emra, lalu mengangguk kepala dan berucap: “Baiklah, aku paling suka kalau makan gratis, biar aku membantumu!”

Raut muka Neva berubah seketika, buru-buru melambaikan tangan: “Tidak perlu, aku bisa melakukannya sendiri!”

Kemudian, Neva menyuruh mereka berdua menunggu di sofa, lalu pergi ke dapur memasak.

Chelsi melihat sekeliling, vila yang sudah lama tidak ditinggali berasa dingin, apa Neva berani tinggal di sini ya.

Setelah duduk, dia bertanya: “Kak Emra, suasana hati Neva pasti buruk setelah mendapat masalah seperti ini, lebih baik tidak perlu menyusahkannya memasak, tidak bagus! Aku berencana mengajak kalian makan di luar!”

Emra menggelengkan kepala dan berkata: “Makanya aku bilang kamu harus berpikiran terbuka, sekarang suasana hati Neva lagi buruk, biarkan dia melakukan sedikit pekerjaan, sebaliknya suasana hatinya akan membaik. Jika keluar dan tidak sengaja mendengar gosip buruk, bukankah akan lebih mempengaruhi suasana hatinya.”

Memikirkan pelaku yang membuat suasana hatinya buruk, Chelsi marah dan mengutuk: “Julia memang bukan manusia, mana mungkin Neva mendorong jatuh seseorang, tidak perlu dipikirkan, pasti dialah yang membuat tuduhan palsu!”

Emra tidak sependapat dan menggeleng kepala, berkata: “Masalah ini memang rumit. Setelah aku memperhatikan video tersebut, seharusnya sih benar. Tapi ketika Julia terjatuh, jari kakinya tampak seperti dirinya sendiri yang berjingkat jatuh, sepertinya dia memang sengaja.”

“Hah? Dia mematahkan lengannya sendiri! Orang ketiga saja bisa liar begitu, Kak Emra, apa Gandi buta ya?”

Begitu Chelsi selesai bicara, Neva keluar dari dapur seraya membawa sepiring buah untuk mereka.

“Lagi ngobrol apaan? Kenapa kalian kelihatan emosi sekali?” tanya Neva setelah melihat ekspresi Chelsi yang penuh kemarahan.

Chelsi segera menggelengkan kepala dan menjawab: “Tidak, tidak, tidak ada.”

Melihat ekspresinya, Neva mengerti.

Dia tersenyum dan berkata: “Kenapa? Manusia memiliki kepekaan terhadap kejujuran, orang yang bersedia mempercayaiku akan selalu mempercayaiku. Orang yang tidak bersedia mempercayaiku, hanyalah orang asing.”

Selesai berbicara, Neva kembali ke dapur dengan santai.

Sebaliknya, Emra yang melihat wajah tenang Neva merasa bahwa telah terjadi sesuatu, tapi Neva tidak mengatakannya.

Neva memakan waktu setengah jam untuk membuat empat jenis masakan.

Sehabis makan, mereka bertiga duduk tak bergerak di sofa.

Chelsi menyarankan untuk pergi berendam sambil berkaraoke supaya rileks sebentar, awalnya Neva ingin menolak.

Namun, dia tidak tahan dengan desakan Chelsi, jadi dia ikut keluar.

Emra menyetir, mereka bertiga pergi ke Hot Spring, pusat pemandian terbesar di Kota Z.

Dalam perjalanan, tiba-tiba Neva teringat sesuatu, lalu bertanya: “Chelsi, bukankah hari ini kamu ada syuting?”

Chelsi bergeming, menjawab dengan tenang: “Aku juga perlu libur beberapa hari, akhir-akhir ini aku muak syuting terus.”

Emra yang duduk di depan tidak bersuara, Chelsi memang sangat sibuk, dia sering sibuk sampai tidak sempat makan.

Baru-baru ini dia sedang membintangi drama kerajaan yang diperbaharui setiap minggu, film yang direkam sekarang dan langsung ditayangkan.

Tentu saja waktu tujuh hari sangatlah sedikit, tapi sekarang Neva sedang mendapat masalah di internet, Chelsi langsung meninggalkan pekerjaannya dan menemani Neva.

Namun, hal ini harus disembunyikan dari Neva, kalau tidak, dia pasti tidak mau diajak ke mana pun dan langsung mengusir mereka berdua.

Setelah tiba di Hot Spring, mereka bertiga pergi ke kamar mewah yang sudah dipesan.

Sesudah berendam mereka mulai berkaraoke, Chelsi memesan bir yang sangat banyak.

Karena suasana hatinya buruk, Neva juga banyak minum.

Dia merasa sedikit pusing dan pergi ke kamar mandi.

Ketika dia melewati kamar pribadi, dia merasa agak mabuk, tubuhnya kehilangan keseimbangan, bergegas menerjang pintu tersebut.

Pintu terdorong terbuka, terdengar suara gedebuk setelah Neva tergeletak di lantai.

Di ruangan besar ini, Fandi yang mengenakan celana dalam bermotif bunga dengan dada terbuka sedang berdiskusi masalah pekerjaan bersama Gandi yang mengenakan jubah mandi.

Melihat ke arah sumber suara, tiba-tiba muncul seorang wanita di dalam kamar pribadi, keduanya sedikit terkejut.

“Kakak Kedua, kamu menginginkannya?” Fandi memandangi wanita tersebut, merasa agak familiar dengan bentuk tubuhnya, menduga dia wanita penghibur yang pernah dipesannya dahulu.

Gandi menggelengkan kepala, akhir-akhir ini suasana hatinya tidak bagus, melihat siapapun selalu tampak seperti Neva.

“Suruh pelayan menyeretnya keluar, mungkin dia mabuk!”

Selepas itu, Gandi tidak memperdulikannya lagi, lanjut memerintah: “Kamu harus melakukannya secara diam-diam, jangan biarkan ibu tahu.”

Fandi menatap wanita yang jatuh itu dengan setengah hati, awalya mereka berdua hanya datang untuk berendam dan berbicara tentang bisnis.

Tapi seorang wanita tiba-tiba muncul dan membuatnya berpikiran lain.

“Aku mengerti. Tapi, jika kita melakukan ini dan nantinya diketahui kakak ipar...”

Fandi tidak berani mengatakan kata selanjutnya, dia takut jika Kakak Kedua marah dan mengancamnya.

Gandi mendengus kesal, anehnya dia tidak menyangkal perkataan Fandi, membalas dengan suara berat: “Abangmu aku atau dia? Kamu mudah disogok ya?”

“Tidak...” Fandi buru-buru melambaikan tangan, dia memanggil pelayan dua kali, tapi pelayan yang seharusnya menjaga pintu malah tidak muncul.

Dia tidak tahan dan menggelengkan kepala sambil bergumam: “Kualitas layanan tahun ini semakin buruk saja!”

Sesudah itu, dia bangkit dan bersiap untuk menyeret keluar wanita yang berada di lantai itu.

Sebaliknya, Neva yang memang banyak minum, lalu terjatuh sampai pusing, merasa perutnya mual.

Dia memiringkan kepala, menatap kedua sosok yang tidak jauh darinya.

Ketika dia ingin menatap lebih jelas, tatapannya malah buyar.

Fandi yang baru saja berdiri di samping wanita itu langsung kaget.

Dia yang mengira familiar karena pernah memesan wanita penghibur itu, tidak menyangka kalau dia memang mengenalnya.

Tapi bukanlah wanita penghibur, melainkan kakak ipar keduanya.

Seketika, ekspresinya tampak takjub, dia menatap Gandi sambil menunjuk Neva dan berkata: “Kakak Kedua, itu, sebaiknya kamu kemari sebentar.”

Wajah Gandi berubah suram, berkata: “Ada apa? Takut? Bahkan seorang wanita saja tidak bisa kamu seret keluar? Panggil manajer di sini!”

“Bukan, bukan...” Fandi segera melambaikan tangan, tapi dia juga tidak tahu harus berkata apa.

Meskipun Gandi berkata demikian, tapi dia tahu Fandi bukanlah orang yang tidak mengerti situasi, lalu berjalan mendekat.

Dia langsung menarik kerah wanita tersebut tanpa melihat wajahnya, bersiap untuk mencampakkannya keluar.

Kali ini, perut Neva malah tertekan olehnya.

Sekarang, perut Neva yang memang mual sudah tak tertahan lagi.

Terdengar suara “muntah”, benda yang tidak dapat dideskripsikan itu, disemburkan ke tubuh Gandi.

Kamar tersebut dipenuhi bau yang sangat menyengat, Fandi langsung melompat keluar.

Gandi terdiam, seumur hidup, ini pertama kalinya dia menghadapi situasi seperti ini.

Wanita ini, dia cari mati ya?

Gandi menariknya kembali, kali ini dia melihat wajah yang tertutupi rambut, merasa sangat familiar.

“Neva? Neva!” tanyanya dan kemudian langsung menjerit.

Setelah Neva muntah, dia merasa lebih baik.

Dia merasa ada yang meneriakinya, suara ini, suara yang selalu membuatnya ketakutan.

Dia menengadah untuk melihat Gandi, kali ini dia bisa melihat orang di hadapannya dengan jelas, menggeleng-gelengkan kepala dan berkata: “Tuan, Tuan Tirta? Apakah aku bermimpi? Kamu di sini? Ah! Menyebalkan sekali, kenapa harus mimpi buruk begini!”

Neva menaruh kedua tangannya di atas kepala, mengacaknya hingga terlihat seperti sarang burung.

Wajah Gandi berubah menakutkan, istri cuman namanya berani mengatakan hal seperti ini padanya?

“Kamu bilang apa!” kata Gandi dengan murung.

Merasa suasana di kamar yang semakin memanas, Fandi sudah kabur sejak awal, sambil membawa pergi pintu karaoke, menyelamatkan dirinya dari percikan darah.

“Aku tidak ingin mimpi begini, juga tidak mau bertemu Tuan Tirta!” Neva yang memang tidak pandai minum, akibat pengaruh alkohol, otomatis dia mengatakan semua keluhannya.

Inilah keuntungan kata-kata yang dia ucapkan saat mabuk, jika dia sedang sadar, dia akan berbicara sarkastis pada Gandi.

“Kenapa!” tanya Gandi sambil menahan bau dari tubuhnya dan memapah Neva.

“Karena dia tidak mencintaiku, aku juga sudah tidak mencintainya lagi.”

Selesai bicara, Neva yang teler terjatuh ke lantai.

Kemarahan yang tak tertahankan serta rasa sakit hatinya keluar langsung dari hatinya.

Gandi mengangkat Neva dan menceburkannya ke dalam kolam.

Hei, sudah cukup minumnya? Kalau begitu biar aku menyadarkanmu!

Novel Terkait

Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu