Cinta Yang Dalam - Bab 360 Merokok Buruk Bagi Kesehatanmu

Orang yang keluar itu adalah Rusdi. Dia bersembunyi di ruang kepala sekolah sebentar. Setelah mencoba mengawasi dengan cermat, dia tidak menemukan Winda dan kepala sekolah Gun berkonflik, sehingga dia pun lega.

Lalu kebetulan sekali dia mendengar keributan di lantai bawah, dia hanya melihat sebentar dan mengenali Riana di dalam kerumunan orang itu.

Sebagai putri pertama keluarga Yang, penampilan Riana cukup dikenal di dunia politik dan bisnis.

Kepala satpam mengenal Rusdi, tapi dia masih sedikit khawatir, "Tuan Dew, orang-orang ini ..."

“Em? Ucapanku sekarang sudah tidak berguna ya?” kata Rusdi. Ini langsung membuat kepala satpam mengira dirinya gampang sekali dibujuk, dia langsung merasa tertekan sendiri.

Dia segera menutup mulutnya, lalu membawa pasukannya pergi dari sana.

Rusdi memimpin jalan dan membawa para kerumunan itu ke kantor kepala sekolah.

Apalagi karena keributan yang ada di lantai bawah, Kepala sekolah Gun dan beberapa orang yang lain juga sudah dipanggil duluan oleh Rusdi.

Melihat Arya, Kepala sekolah Gun tidak bergerak, karena dia tidak mengenal Arya.

Namun setelah Riana keluar, dia langsung mencondongkan tubuh ke depan seperti anjing patuh.

"Nona Yang, datang kesini kenapa tidak bilang dulu. Kalau bilang, aku pasti akan menunggumu di depan gerbang untuk menyambutmu.”

Ucapan omong kosongnya langsung diabaikan oleh Riana.

Riana berjalan langsung ke depan Winda yang baru saja berdiri dari sofa, lalu memegang tangan Winda, dan berkata dengan lembutnya, “Adikku, ada apa sebenarnya?”

Kepala sekolah Gun takut Winda akan mengatakan semua yang terjadi tadi. Dia buru-buru mennyela dengan berkata, “Kesalahpahaman, Nona Yang semua ini hanya kesalahpahaman saja....”

Riana mengangkat pandangan matanya, lalu berkata dengan santai, “Apa aku menyuruhmu bicara?”

“Kesalahpahaman? Anak kesayangan yang paling berharga dari keluarga kami sekolah di sini, tapi malah diganggu dan dibully. Sudah lama tapi masih saja tidak punya penyelesaian masalah. Tapi masih saja disini berdebat, dan sekarang kamu bilang itu hanya kesalahpahaman?”

Anak kesayangan paling berharga....

Hati kepala sekolah langsung tercekat sampai ke tulang.

Begitu mendengar panggilan ini, dia langsung tahu posisi Sabrina di hati semua tetua dari keluarga Yang ini.

Keringat memenuhi keningnya, padahal jelas tidak panas, namun ada sakit luar biasa menyerangnya.

Sekarang bagaimana baiknya, apakah dia harus menjadikan istrinya sebagai tameng dan kambing hitam?

Istri kepala sekolah Gun tidak mengenal sekelompok orang ini. Tapi dia bisa langsung tahu identitas dan status mereka dari para pengawal yang mereka bawa.

Rusdi yang berada di samping tidak bicara sama sekali.

Sekarang sudah sampai ke tahap ini. Dia hanya bisa menyerah atas kepala sekolah Gun. Dia merasa harus mundur seribu langkah, jika keluarga Yang membutuhkannya, dia dapat melangkah maju dan mengatakan semuanya.

Tapi dari keluarga Yang tidak menunjukkan sikap apapun, maka dia juga tidak akan mengatakan apa-apa.

“Ini, nona Yang, nyonya Yang, bagaimana kalau masalah ini...”

“Apa aku kamu abaikan?”

Arya menepuk sofa, lalu tatapan mata dinginnya membuat kepala sekolah Gun yang baru saja menoleh langsung gemetaran.”

Kepala sekolah samar-samar ingat, seolah-olah dia telah melihat pria ini di koran.

Sepertinya ini, adalah tuan muda kedua dari keluarga Yang ya?

Buruk deh ini, nyonya Winda, tuan muda kedua, dan nyonya tertua di keluarga Yang semuanya ada di sini.

Yang awalnya hanya perkelahian antar anak-anak, yang bisa jadi besar namun dirubah jadi masalah kecil dan kemudian menghilang. Sekarang malah berkembang menjadi perlawanan sebuah keluarga.

Dan yang paling penting, keluarga Yang mau menghabisi keluarga dari kepala sekolah Gun ini. Dengan menggunakan jari mereka saja, mereka bisa langsung melakukannya tanpa perlu bekerja keras.

Dia hanya bisa memberikan tatapan memohon dan minta bantuan ke Rusdi.

Dia berharap tetuanya dari kerabat jauh ini bisa membantunya.

Tapi Rusdi malah pura-pura tidak melihat, dan mengalihkan pandangannya keluar jendela.

Matahari di luar agak menyilaukan. Tapi itu cukup indah, pemandangan yang begitu kuat.

Arya tidak memiliki hobi menindas yang lemah, dan bahkan bisa dikatakan jika Sabrina tidak dibully, mungkin dia tidak akan pernah datang ke sekolah.

"Adik, bagaimana dengan Sabrina, kenapa dia tidak di sisimu sekarang?"

"Kakak kedua, Sabrina bersama Gandi. Karena kalian semua di sini, kalau begitu ayo kita urus masalah ini di sini. Kurasa aku akan menemui Gandi dulu dan membawa pulang Sabrina."

Setelah Winda selesai bicara, dia melihat Arya mengangguk, lalu dia bangkit dan pergi.

Tapi demi keselamatannya, Arya melambaikan tangannya, dan tak lama kemudian dua pengawal mengikuti Winda dan turun bersamanya.

Satu-satunya orang yang mudah diajak bicara dan bahkan malah dibully dari keluarga Yang sekarang sudah pergi.

Kepala sekolah Gun langsung tampak putus asa. Dan kali ini istri kepala sekolah Gun sudah tidak bisa sombong lagi.

Nindy yang masih muda, tapi kemampuannya dalam mengamati dan menganalisis kata-kata adalah yang terbaik.

Matanya memerah, dia berpura-pura tersudutkan dan bisa menangis kapan saja.

"Paman, Sabrina dan aku adalah teman baik. Hanya saja kali ini ribut biasa saja. Aku tidak menyangka masalahnya bisa jadi seperti ini....”

Jika hari biasa, Arya pasti benar-benar akan tertipu jika melihat gadis kecil yang begitu imut dan tampak polos begitu.

Namun, Riana sudah pernah melihat videonya. Di video itu sudah berkali-kali gadis kecil ini terus berteriak dan menggertak Sabrina.

Dia tersenyum dingin, lalu berkata, “Kamu ini sedang pura-pura kasihan ya? hei gadis kecil, ketika kamu membully dan mengganggu keponakan kesayanganku, kamu tidak seperti ini kok!”

Melihat trik ini gagal, kepala sekolah Gun seperti telah kehilangan semua tenaganyya. Dia langsung lemas tak berdaya dan jatuh ke samping istrinya.

Istri kepala sekolah memapah kepala sekolah Gun yang gemuk dan bertelinga besar itu. Dia sebenarnya juga tidak bertenaga. Dia mana mungkin kuat menahan suaminya yang bersandar ke dirinya ini.

“Kamu berdiri yang baik dong, kamu ini sudah menindihku. Mana mungkin aku sanggup menahan tubuhmu ini.” kata istri kepala sekolah Gun dengan tidak senangnya.

Suara istrinya ini cukup merdu bagi kepala sekolah Gun jika di hari biasa. Namun kali ini suara itu sungguh jadi yang paling menjengkelkan. Dia tiba-tiba berkata dengan histeris, “Dasar kamu orang bodoh, jika kali ini tidak mati, aku pasti akan minta cerai darimu!”

“Apa?” istri kepala sekolah Gun langsung marah tidak karuan.

“Dasar kamu ini udah kecil, kamu ingin menceraikanku? Oke, ceraikan saja. Kamu kira aku begitu menyukaimu apa! tiga hari hanya sekali melakukan itu, sekali saja tidak lebih dari sepuluh detik. Setiap kali itu juga kamu hanya menggunakan tangan untuk menikmatiku. Dasar kamu ini mesum aneh. Hari ini aku katakan ya, aku dari dulu sudah tidak sanggup hidup seperti ini....”

Kepala sekolah Gun tidak menyangka istrinya akan mengungkapkan privasi di dalam keluarga mereka seperti ini. Wajahnya langsung memerah malu. Bagaimana pun ini adalah martabat dan harga diri seorang pria. Mana boleh dikatakan dengan begitu jelas di depan orang?

Dia pun langsung menampar wajah istrinya.

Bekas merah lima jari yang terpampang di wajahnya, membuat istri kepala sekolah Gun ini langsung menggila, dia maju dan mulai mencakar menyerang balik suaminya.

Arya tersenyum dingin melihat drama dan lelucon di depannya ini. Dia duduk di sofa lalu menyalakan sebatang rokok, seperti sedang mau melihat sebuah pertunjukan yang menarik.

Tapi baru saja mau menghirup rokok untuk kedua kalinya, rokoknya sudah lebih dulu disambar oleh tangan seseorang.

“Merokok buruk bagi kesehatanmu,” kata Riana sambil menekan ujung rokok ke asbak.

Dia melihat lelucon di depannya dengan tatapan dingin, lalu berkata, “Sudah, kalian tidak usah ribut dan berdrama lagi. Kalau sudah salah maka silahkan bertanggung jawab untuk menerima resikonya. Kami keluarga Yang bukanlah keluarga yang bisa diganggu dan disinggung oleh sembarangan orang. Katakan, bagaimana kalian mau menyelesaikan masalah ini!”

Winda sudah sampai di lantai bawah, awalnya dia berniat mengendarai mobilnya sendiri.

Namun pengawal sudah menggunakan alasan keselamatannya lebih dahulu untuk mengendarai Mercedes-Benz S600, dan bersiap untuk melaju pergi.

Winda menelepon Gandi. Setelah bunyi beberapa saat, baru dijawab teleponnya.

Suara musik terdengar datang dari sana, terdengar seperti ada di dalam mobil.

“Tuan Gandi, kamu dimana? Aku mau pergi menemuimu.” Kata Winda.

“Kamu sendirian kah?”

Pertanyaan Gandi ini membuat Winda langsung terdiam.Tidak peduli kapanpun dia bicara, dia seperti membawa niat yang lain dalam ucapannya.

“Tidak, tidak. Aku sekarang mau menjemput Sabrina.” Winda memberitahu tempat tujuannya pada Gandi.

“Oh, baiklah, aku akan menunggumu di samping jalan. Aku sekarang baru saja masuk ke Jalan Tendean.”

Jalan Tendean sudah merupakan salah satu bagian dari rumah besar keluarga Yang.

Gandi memandang yang sedang tidur di kursi belakang, sepertinya dia mengalami mimpi buruk sehingga mengerutkan kening.

Gandi tidak bisa menahan perasaan sedikit tertekan dalam hati. Dia mengulurkan tangan untuk menenangkan kening Sabrina yang mengkerut.

Tapi detik berikutnya, tangannya malam digenggam erat oleh Sabrina.

Sabrina meraih tangan Gandi, berusaha keras untuk memeluknya, mulutnya terus bergumam, “Papa, papa, ada orang yang mau mengganggu Sabrina.”

“Papa, kapan kamu pulang? Sabrina sangat merindukanmu. Tapi aku tidak pernah berani mengatakan ini pada mama.”

“Papa, kamu dimana...”

Usai mendengarkan ucapan Sabrina ini, hati Gandi merasa getir.

Sabrina hanyalah seorang anak kecil, namun dia sudah harus memikul beban yang tidak semestinya dia pikul di usia ini.

Gandi menghela napas, melonggarkan sabuk pengamannya lalu mendekatkan tangannya ke Sabrina.

Sabrina yang masih dalam tidurnya merasa seperti akhirnya memeluk ayahnya. Dia langsung terlihat bahagia shingga dua lesung pipit menggantung di wajahnya.

Meski pose ini membuat Gandi terasa semakin tidak nyaman.

Tapi entah kenapa, melihat Sabrina bahagia, Gandi pun ikut senang.

Saat ini, sosok Sabrina ini langusng membuatnya teringat dengan Nana.

Lalu, dia menyadari kesamaan yang menakjubkan di antara keduanya.

Sabrina tidak peduli dari tinggi badan, bentuk tubuh bahkan lekuk wajahnya, benar-benar sangat mirip dengan Nana.

Gandi terkejut, mungkinkah ini yang disebut sebagai kesamaan suami-istri, yang kemudian ditularkan ke anak-anaknya?

Dalam perjalanan Winda ke sana, sudah terjadi lima kecelakaan tabrakan berturut-turut. Pemandangan itu sungguh mengenaskan sekali.

Begitu pula dengan kemacetan yang dibawa karena kecelakaan itu, sungguh juga memprihatinkan.

Ini semua sudah memperlambat perjalanan sampai setengah jam. Dia akhirnya baru bisa masuk ke Jalan Tendean.

Begitu melihat mobil Maybach di pinggir jalan, Winda menepuk jok depan dan berkata, "Oke, tolong berhenti di belakang mobil itu.”

Setelah mobil berhenti, Winda turun dari mobil. Jendelanya adalah kaca privasi yang gelap, jadi tidak bisa melihat apa yang ada di dalam mobil sama sekali.

Dia hendak mengetuk jendela dan memanggil Gandi, tapi jendela mobil sudah diturunkan lebih dulu.

Gandi mempertahankan posenya yang aneh, lalu dia membuat gerakan untuk menyuruh Winda diam dengan jarinya.

"Hussttt!"

Winda baru menyadari kalau Sabrina sedang terbaring di jok belakang, sedang menggandeng tangan Gandi dan tidur nyenyak.

Pose ini pasti sangat melelahkan. Winda melihat ke arah Gandi dan tidak tahu sudah berapa lama dia dalam pose ini, jadi dia pun bertanya dengan perhatian ke Gandi, "Tuan Gandi, lebih baik kamu bangunkan Sabrina saja, pasti pose ini tidak nyaman untukmu?"

Gandi menggelengkan kepalanya wajahnya penuh dengan kasih sayang memandang Sabrina, "Dia dengan tidak mudahnya tidur pulas. Biarkan dia tidur lebih lama!"

Suara mereka berdua sangat kecil, namun Winda lupa kalau Sabrina ketika tidur sangat sensitif dan was-was. Sedangkan Gandi sama sekali tidak tahu hal ini.

Sehingga Sabrina perlahan membuka matanya dan melirik ke atas langit berbintang dari atap mobil yang terbuka.

Setelah belum sadar sejenak, dia merasakan kehangatan di dadanya. Tanpa sadar dia mengeratkan pelukannya itu, lalu dia duduk.

Melihat Gandi dan Winda di depannya, dia sedikit bingung dan tanpa sadar memanggil, “Papa, Mama!”

Novel Terkait

My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Ternyata Suamiku Seorang Milioner

Star Angel
Romantis
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
3 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu