Cinta Yang Dalam - Bab 378 Tuan Gandi, Kamu Benar-benar Buta

Setelah suara Gandi terdengar, keributan lagi-lagi menggelegar di sekeliling.

Para wanita awalnya masih berpeluk harapan pada Gandi, sekarang harapan mereka langsung diruntuhkan Gandi.

Bahkan mata Dania pun terlintas kemuraman.

Tentu saja Dania tahu siapa dirinya, dia juga tahu kalau Gandi adalah pria milik Winda. Setelah perasaan kehilangan yang membara itu berlalu, dia segera menyesuaikan mentalitasnya dan mulai merestui Winda di dalam hati.

"Harus diakui bahwa tuan ini benar-benar cocok dengan Direktur Winda!"

Usai itu, dia merangkapkan kedua tangan sebagai isyarat merestui Winda dan Gandi, lalu pun meninggalkan tempat.

Dia tahu bahwa dia tidak boleh tinggal di sini dan menjadi obat nyamuk lagi. Meskipun sudah ada terlalu banyak obat nyamuk, kira-kira sudah ada ribuan orang yang berkerumun di sini.

Sisa orang yang asyik menonton pertunjukkan telah diblokir oleh pengawal Gandi.

"Apa yang dia katakan barusan romantis sekali! Ya Tuhan, aku merasa seperti sedang jatuh cinta!"

"Jatuh cinta apaan? Kamu bukannya lajang! Jika pacarmu mendengar ini, kamu akan mendapat masalah!"

"Aku ada di sisi kalian, tidakkah kalian terlalu kejam untuk mengabaikanku begitu saja?"

Sebuah adegan melintas di kerumunan. Seorang gadis tidak bisa menahan diri untuk mengutarakan perasaannya, tetapi dia lupa bahwa pacarnya ada di sisinya.

Kekacauan ini diblokir oleh pengawal, orang dalam tidak menyadarinya.

Gandi dan Winda masih bertahan dalam posisi mesra.

Winda sangat bingung sekarang, dia tidak tahu apakah perkataan Gandi tulus atau hanya berakting.

Jika itu adalah akting, Winda harus mengakui bahwa pria ini sungguh ahli dalam berakting. Keahlian aktingnya berada di level para aktor teratas.

Tatapan penuh kasih sayang itu nyaris meluluhkan hati Winda.

Momen itu, Winda punya keinginan untuk berinisiatif menyerahkan diri pada pria ini.

Untungnya, pada saat kritis, dia tersadarkan oleh suara bising dari kerumunan.

Dia kaget saat mengetahui jarak dirinya dengan Gandi hanya satu sentimeter.

Jika dia tidak sadar, mereka berdua akan melakukan kontak intim di detik berikutnya.

"Tuan Gandi, apakah kamu mau membiarkan kita berdua dijadikan sebagai monyet tontonan?"

Winda agak menjauhkan diri dari Gandi, sengaja mengeraskan suara.

Meski suara Winda terdengar keras, tapi Gandi merasa perkataan Winda tidak selaras dengan pemikiran yang sebenarnya.

"Oh? Saat bersamaku, bukankah Nona Winda seharusnya tidak menghiraukan orang lain?"

Tidak menghiraukan orang lain? Winda menatap Gandi yang berparas serius. Dia sangat ingin mengulurkan tangan untuk menyentuh kening Gandi dan memastikan apakah Gandi demam?

Mereka berdua dilihat oleh begitu banyak pasang mata, sama sekali tidak ada privasi.

Winda bahkan berpikir agaknya sudah ada beberapa video yang tersebar di internet?

Bukankah Gandi harus menjaga reputasi Grup Tirta?

Apakah dia tidak takut kelakuannya ini akan sengaja dihebohkan oleh media?

"Tuan Gandi, ada banyak orang di sini. Kalau ada urusan, kita pergi ke tempat lain untuk membicarakannya, oke?"

Setelah bertahan dalam posisi yang sama untuk waktu yang lama, tubuh Winda menjadi sedikit kaku.

Di luar dugaan, Gandi menggelengkan kepala tanpa memberi sedikitpun muka.

"Menurutku komunikasi seperti ini amat bagus. Kamu sangat turut, aku pun tidak perlu repot."

Turut? Repot?

Winda teringat yang ada di rumah.

Gandi sengaja berkata demikian, bukan? Kata-kata barusan kedengarannya bukan pujian!

"Tuan Gandi, aku traktir kamu makan. Ayo kita pergi dari sini dulu, boleh?"

Winda adalah tipe orang yang tidak suka melakukan sesuatu dengan berprofil tinggi, apalagi situasi seperti sekarang ini. Banyak rekan di perusahaan mungkin menganggap mereka sebagai monyet di sirkus.

Oleh karena itu, dia mulai berkompromi.

Dia berpikir Gandi akan menyetujui permintaannya.

Mengenai apakah dia benar-benar mau makan bareng atau tidak, nantinya dia boleh mencari alasan untuk kabur!

Ada banyak orang di sini, Gandi tidak mungkin membawanya secara paksa.

Setelah Winda berpikir demikian, dia merasa ada yang tidak benar.

Dia sepertinya tidak mempertimbangkan pemikirannya dengan lebih cermat.

Apakah Gandi benar-benar tidak akan memaksanya? Sudah seberapa sering pria ini memaksa dirinya?

Saat pikiran Winda melayang-layang, Gandi menganggukkan kepala. Respons ini berada di luar dugaan Winda.

"Boleh, tapi bolehkah aku mengajukan beberapa pertanyaan kepada Nona Winda?"

Sebagai seorang pengusaha, Gandi memanfaatkan semua peluang yang ada secara maksimal.

"Tidak boleh."

"Kalau begitu, tidak jadi pergi."

Winda menggerutu sambil memandang Gandi yang ada di hadapannya. Kalau tatapan bisa melumatkan orang, maka Gandi pastinya telah dilumatkan oleh tatapan Winda.

Bukan hanya daging, bahkan tulang pun mau dihabiskan Winda.

Kenapa pria ini segitu tidak gentleman, sungguh menyebalkan!

"Boleh, boleh, terserah kamu!"

Winda memelototi Gandi selama 30 detik. Dalam 30 detik itu, ekspresi Gandi tidak pernah berubah.

Sebagai seorang wanita, Winda terhitung hebat. Tapi, kini dia malah mengalah.

"Apakah Nona Winda suka dengan bunga yang aku kasih?"

Setelah Gandi mengucapkan kata-kata itu, tatapannya yang tajam bertemu dengan tatapan Winda.

Seolah-olah jika Winda bilang tidak suka, maka dia akan melakukan aksi pembunuhan masal.

Winda membuka mulut, berkata "Tidak... bagaimana menurutmu?"

Awalnya dia mau jawab tidak suka. Entah kenapa, setelah melontarkan kata tidak, kata selanjutnya tidak bisa diucapkannya lagi.

Pria ini tampak terlalu kuat, membuatnya merasa sangat tertindas.

“Menurutku kamu sangat suka.” Gandi memberikan Winda jawaban yang tegas.

Ini membuat Winda tak bisa menahan cibiran "Kalau begitu, aku ikut pendapat Tuan Gandi saja.”

"Apakah pendapatmu berbeda dengan pendapatku?"

Gandi semakin mendesak, tampak ingin mendapat jawaban jelas dari Winda.

Winda membuka mulut, ingin membantah beberapa kata.

Tapi begitu melihat tatapan Gandi, dia akhirnya hanya bisa merapatkan kedua bibir dan mengangkat-angkat bahu dengan tak berdaya.

Gerakan ini membuat Winda terlihat bermurah hati, tapi tidak kehilangan ketegasan.

"Nona Winda, tahukah kamu apa yang paling membuatmu terkesan sejak aku bersamamu begitu lama?"

Gandi perlahan bangkit, membuat Winda merasa nyaman untuk berada dalam pelukannya.

Winda meronta, berusaha melepaskan diri dari pelukan Gandi.

Namun, gerakannya ditahan Gandi. Kemudian, dia dipeluk lebih erat.

"Aku tidak tahu..." Pria ini semakin keterlaluan. Dia telah menumpuk sejumlah besar kebencian di hati Winda.

Gandi terkekeh ringan, pandangan menyapu postur Winda yang mantap. Jantungnya agak berdebar, jakun yang seksi tersentak saat ia menelan ludah.

“Nona Winda semakin lihai dalam berbohong.” Ucap Gandi dengan nada menggoda.

Winda terdiam sejenak, berbohong?

Pria ini mengira dia berbohong?

Demi Tuhan, kapan dia berbohong?

Di benak Winda melintas setiap ingatan tentang dirinya dan Gandi. Awalnya, dia sangat keras dalam menolak pria ini. Kemudian, hatinya mulai meleleh. Tetapi leleh yang dimaksud hanyalah sekadar hati yang tergerak.

Sampai belakangan, dia benar-benar memutuskan segala hubungan antara dirinya dengan pria ini.

Ketika mengingat hari di mana hubungan mereka berdua benar-benar putus, tubuh Winda menegang.

Dia masih ingat bahwa saat itu hatinya sangat sakit, bukan?

Dia mengenang banyak hal, tetapi kenyataannya dia hanya melamun selama lima detik.

Gandi seolah dapat menerobos pikiran Winda melalui matanya.

Dia mengulurkan tangan dan membelai rambut di kening Winda dengan lembut.

Lapisan keringat telah membasahi rambut Winda.

Winda tersadar dari lamunan akibat gerakan Gandi.

"Tuan Gandi, aku tidak pernah berbohong padamu."

"Apakah kamu merasa aku terlihat seperti gadis di bawah umur?"

Pertanyaan Winda yang mendadak ini membuat Gandi terbengong.

Dia tidak tahu apa niat Winda, tapi dia tahu jelas suatu hal.

Yaitu dia tidak boleh mengikuti arus Winda. Winda pasti telah memasang jebakan untuk dirinya.

Jadi Gandi menganggukkan kepala, berkata langsung "Bukan, bukan terlihat seperti gadis di bawah umur, tapi memang begitu kenyataannya."

Perkataan Gandi yang begitu lancang membuat Winda tidak bisa melontarkan kalimat yang telah dipersiapkannya di dalam hati. Dia tertegun.

Dia ingin membuat isyarat tak berdaya dengan tangan memegang kening, tetapi begitu dia mengangkat tangan, dia teringat bahwa dia masih berada di pelukan Gandi.

Dia menghela nafas "Tuan Gandi, kamu benar-benar buta!"

Novel Terkait

Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu