Cinta Yang Dalam - Bab 113 Kartu Orang Baik

Pada malam harinya, Neva tidur bersama Wendi, Wendi sangat suka mengobrol, mereka berdua mengobrol hingga sepanjang malam.

Wendi bahkan bertanya kepada Neva mengenai rencana kehamilan untuk anaknya dan Gandi.

Neva tidak dapat menjawab pertanyaannya, dia hanya mengatakan bahwa semuanya tergantung pada takdir.

Pada pagi di keesokan harinya, Wendi tidak betah menetap di rumah, sehingga mengusulkan untuk jalan-jalan di luar.

Neva tentu saja harus menemaninya, dia mengikuti Wendi berdandan dan merapikan diri, setelah itu langsung berangkat keluar.

Wendi berjalan di depan dan baru saja membuka pintunya, seluruh tubuhnya langsung kaku terbengong.

Neva yang berjalan di belakang terus merenung masalah ponsel Gandi yang masih tidak aktif hingga pada hari, dia berjalan terus dengan refleks, lalu tiba-tiba bertabrakan dengan belakang punggung Wendi, saat ini dia baru menyadari Wendi yang masih belum berjalan keluar.

Neva mengangkat kepala dan melihat seseorang yang berdiri di hadapan Wendi.

Di hadapannya adalah seorang lelaki yang muda dan tampan, lelaki ini berpakaian rapi dan terkesan mulia, tatapan matanya sangat dingin dan menjauh.

Reaksi wajah Wendi yang masih tersenyum mengobrol langsung menjadi seram dalam seketika, lalu dia berkata dengan nada tidak senang :”Kamu kenapa bisa datang ?”

Lelaki itu tersenyum ringan, namun senyuman di wajahnya sangat palsu, setelah itu baru berkata :”Aku berkunjung ke rumah ibu mertua sendiri, tidak boleh ya ?”

Wendi mengelus sinis dan berkata :”Munafik, jangan berpura-pura di sini, semua orang sudah menghafal kepribadian kamu. Tempat ini tidak menyambut kedatangan kamu, pergi….”

Neva yang berdiri di belakang terus memperhatikan mereka berdua yang saling menantang, berdasarkan isi pembicaraan lelaki itu pada barusan, Neva sudah bisa menebaknya, seharusnya lelaki ini adalah suaminya Wendi.

Namun seandainya dia adalah suaminya Wendi, mengapa Wendi masih memperlakukan dia dengan cara seperti ini ?

Saat ini lelaki itu berkata lagi :”Kakak ipar masih di belakang, kamu tidak mau membiarkan aku masuk ya ?”

Wendi melirik sekilas pada wajah Neva, seolah-olah juga merasa tidak enak apabila menampakkan masalah keluarga kepada orang lain, sehingga dia ragu sejenak dan meluangkan tempat masuk.

Lelaki itu berjalan ke hadapan Neva, lalu tersenyum lembut :”Apa kabar kakak ipar, aku suaminya Nana, Gaoha.”

Neva tersenyum sopan, lalu berkata :”Adik ipar ya, silakan masuk.”

Saat ini Shinta sedang menonton sinetron di dalam ruang tamu, setelah mendengar suara berbicara, dia menoleh dan menatap Gaoha, lalu buru-buru berdiri dan berkata :”Ei, menantu sudah datang ya, ayo duduk.”

Reaksi wajah Gaoha sangat cerah dan senang, setelah duduk di sofa, dia mulai mengobrol panjang lebar bersama Shinta.

Neva dan Wendi juga menemani di samping, Neva salut sekali terhadap orang yang menjadi hebat akting setelah menikah. Padahal Wendi masih bereaksi dingin terhadap Gaoha pada barusan, namun apabila berada di hadapan Shinta, mereka malah bisa memperlihatkan kesan suami istri yang harmonis.

Neva hanya bisa mengeluh sendiri, ternyata semua keluarga memiliki masalah tersendiri, sama saja hubungan dirinya dan Gandi yang tidak dapat melewati tantangan.

Neva menemani Wendi duduk sejenak di ruang tamu, setelah itu Wendi langsung mengusulkan untuk jalan-jalan lagi.

Shinta melambaikan tangan dan membiarkan mereka pergi.

Namun ketika mereka baru berdiri, Gaoha langsung berkata di belakangnya :”Nana, ingat kirim lokasi padaku, nanti aku pergi mencari kalian.”

Reaksi wajah Wendi langsung menjadi suram, namun tetap saja menjawabnya dengan nada manis.

Neva menemani Nana menonton film di bioskop, setelah itu mereka berjalan-jalan di toko busana.

Pada saat keluar dari rumah, Nana sedang mengenakan pakaian yang elegan dan mulia, kesannya sangat formal.

Namun pada saat membeli baju pribadi, dia malah menyukai jenis pakaian yang santai, seleranya sangat persis dengan selera Neva.

Mereka berkeliling sejenak, Wendi sangat menyukai baju dengan yang dipilih oleh Neva.

Sebaliknya, Neva tentu saja juga sangat menyukai baju pilihan Wendi, mereka berdua mendapatkan model baju keinginan sendiri.

Wendi selesai mengganti sepasang pakaian dan keluar dari kamar pas, saat ini sedang bercermin pakaian dirinya.

Namun harus diakui bahwa, Wendi sangat cocok dengan pakaian yang berwarna segar, saat ini kesannya bagaikan seorang bidadari, Neva tidak bisa bertahan untuk memuji :”Nana, kamu cantik sekali kalau memakai baju berwarna segar ini.”

Wajah Wendi merona merah, dia berkata dengan tersipu :”Kakak ipar sungkan sekali, kalau baju ini dipakai pada tubuhmu, pastinya akan lebih cantik lagi. Kecantikan kakak ipar sudah bawaan sejak lahir, abang Gandi memang beruntung sekali.”

Neva hanya tersenyum dalam menghadapi kata-kata sanjungan ini, dia tidak bermaksud untuk melanjutkan topik pembicaraan ini.

Pada saat selesai belanja dan ingin membayar di kasir, Neva merebut untuk membayar.

Wendi terbengong sejenak ketika melihat kartu platinum yang berada di tangan Neva, seolah-olah sangat kaget bahwa mengapa kartu platinum yang mewakili keluarga Tirta ini bisa dipegang oleh Neva.

Namun Wendi adalah orang yang dapat menyimpan isi hati, sehingga dia hanya menyembunyikan pertanyaan ini di dalam hati sendiri. Setelah selesai membeli baju, mereka berkunjung lagi ke sebuah toko dessert.

Mereka duduk di atas kursi panjang dan meminum jus buah, tangan mereka masih memegang egg tart yang baru dipanggang.

“Kakak ipar, egg tart toko ini enak sekali, saat aku masih belum menikah, aku sangat suka dengan egg tart toko ini.” Wendi sangat senang, matanya menjadi sipit karena tersenyum.

Neva juga merasa senang setelah melihat Wendi yang begitu gembira, mungkin saja di saat seperti inilah Wendi baru bisa menjadi dirinya yang sebenarnya.

“Makan yang banyak kalau suka, nanti beli lagi sebelum pulang, kamu bawa pulang dan makan di rumah.” Neva tersenyum menjawab.

Saat ini Wendi sepertinya telah kepikiran sesuatu, sehingga langsung bertanya :”Kakak ipar, abang Gandi baik padamu ?”

Pertanyaan ini kesannya sangat mengerikan.

Mungkin saja Wendi telah merasakan sesuatu pada semalam, bagaimanapun seorang suami yang baik tidak akan membiarkan istrinya tidur sendirian dengan begitu saja.

Neva ragu sejenak dan menjawab :”Bagaimana menjelaskannya ya ? Aku merasa Gandi…masih tergolong baik padaku.”

“Apanya yang masih tergolong baik ?” Wendi langsung menjawabnya.

Saat ini Neva merasa sedikit canggung, dia berkata dengan nada gagap :”Itu, saling menghormati…”

Neva masih belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Wendi sudah terlanjur memotongnya :”Kakak ipar, kamu hebat mencari alasan untuk abang Gandi ya. Bilang saja kalau dia bereaksi dingin terhadapmu, apanya yang saling menghormati !”

Neva membuka bibir sendiri dan tidak dapat menjawab apapun, kadang kalanya bukan hal yang baik juga apabila adik ipar sendiri terlalu pintar.

“Sebenarnya dengan sifat abang Gandi, meskipun kelihatannya sangat dingin, tetapi sikap dasarnya memang begitu, dia selalu berkesan dingin, namun sebenarnya orangnya sangat baik hati…”

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu