Cinta Yang Dalam - Bab 347 Kemesraan Di Sisi Gelap

Suara Winda mulai bersedu-sedu.

Bagaimanapun, dia mungkin memiliki rasa suka terhadap pria ini.

Tetapi dia malah dipermalukan dengan hina oleh pria ini. Dia malu dan marah, dirinya yang tidak bisa meronta merasa teraniaya.

Dia menggunakan senjata terkuat seorang wanita untuk memaksa Gandi melepaskan dirinya, yaitu air mata.

Mendengar suara wanita yang tersedak, Gandi merasa sedih.

Dia sepertinya telah menyakiti wanita ini lagi.

"Maaf Winda, aku benar-benar sangat merindukanmu. Aku tidak bisa hidup tanpamu..."

Gandi melonggarkan tangan yang memeluk Winda, tapi tetap menguncinya di dalam pelukan.

Aroma tubuh Winda yang unik membuatnya ketagihan.

“Aku benar-benar telah gila. Kehidupan tanpa kamu membuatku tersiksa bagai berada di neraka.” Suara Gandi menjadi semakin dalam.

Winda awalnya ingin memarahi Gandi dan menyuruh Gandi melepaskan dirinya, tetapi kata-kata manis dari pria membuatnya agak tersentuh.

Winda dipeluk oleh pria tanpa bisa berbuat apa-apa. Dia merasakan suhu tubuh pria yang panas dan detak jantung yang kuat. Pong, pong, pong... detakan itu beresonansi dengannya, mempersempit jarak mereka berdua.

Apa yang dikatakan pria bergema berulang kali di benaknya.

Pria merindukan dirinya, merindukannya hingga segitu menderita...

Dirinya jelas dilecehkan oleh pria ini, tetapi entah kenapa dirinya tidak meronta seperti sebelumnya lagi.

“Tuan Gandi, aku agaknya bisa memahami perasaanmu. Tapi jalan ini sering dilalui orang-orang. Demi citramu dan citraku, apakah kamu bisa melepaskan aku?” Winda memaksakan diri untuk mengutarakan pemikirannya. Bahkan dia sendiri pun tidak menyadari bahwa nada suaranya terdengar seperti sedang membujuk anak kecil.

Gandi menatap Winda, wanita yang membuatnya segitu rindu.

Ingatan Neva masih belum pulih. Dia tidak ingin pergi dengan Gandi walau telah diberi tahu kenyataan.

Apakah Gandi membencinya? Sebenarnya ada sedikit kebencian dalam hati Gandi.

Tapi apa yang lebih dominan adalah perasaan menyalahkan diri sendiri.

Jika saat itu dia bisa memberi Neva lebih banyak perhatian, maka hal-hal selanjutnya tidak akan terjadi.

Selama bertahun-tahun, ada terlalu banyak orang yang membujuknya untuk menerima kenyataan bahwa Neva telah pergi, benar-benar telah pergi.

Tapi dia selalu menolak untuk mempercayainya, dia merasa bahwa Neva pasti masih hidup.

Akhirnya, Tuhan menjawab doanya. Dia menemukan Neva.

Meskipun Neva kehilangan ingatan, tetapi Neva masih hidup, masih ada di dunia ini, serta hidup dengan sangat bahagia.

Kebetulan hatinya juga tidak ada tempat untuk orang lain lagi. Jadi, selama Neva ada, dia pun akan menunggu.

"Aku boleh melepaskan kamu, tapi kamu harus janji bahwa kamu tidak akan pergi!"

Winda mendongak, keduanya saling memandang.

Di bawah langit yang gelap, mata pria tampak berkilauan dengan semacam cahaya.

Harapan? Hasrat? Sedih? Kecewa? Rasa sakit?

Emosi yang bercampur aduk itu membuat Winda merasa getir.

Gandi jelas sangat luar biasa, memiliki latar belakang yang bagus, mempunyai kemampuan yang luar biasa, dianugerahi wajah tampan dan keahlian yang mahakuasa.

Kemanapun pria seperti ini pergi, dia selalu akan menjadi perhatian orang banyak.

Tapi pria seperti dia malah merupakan mantan suaminya, orang yang menyukainya sekarang.

Dikatakan bahwa kuda yang baik tidak akan memakan rumput yang telah dilewati. Gandi tidak hanya memakan rumput yang telah dilewati, tetapi sepertinya dia berencana untuk memakannya sampai akhir.

"Tuan Gandi, ini adalah rumahku, ke mana aku bisa pergi?"

Meski Winda agak kaget, ia tetap berpura-pura memandangi Gandi dengan santai.

Gandi sepertinya tidak menyadari makna penghinaan yang tersirat dalam kata-kata Winda. Dia melepaskan Winda dengan senang hati.

Kali ini bukan Winda yang mundur selangkah, melainkan Gandi yang mundur.

Kedua orang saling memandangi dengan mesra, namun melakukan hal-hal yang tidak mesra.

Di bawah sinar bulan yang lembut, terlihat wajah Winda yang halus dan cantik.

Dibandingkan dengan penampilan sebelum menghilang, Winda yang sekarang terlihat lebih muda dan cantik.

"Winda."

“Hah?” Winda memandang pria dengan bingung. Dia tidak tahu kenapa Gandi tiba-tiba memanggil dirinya.

"Apakah kamu menyukaiku?"

“Apa?” Mendengar kata Gandi, Winda memandangnya dengan tatapan seolah sedang memandang seseorang yang gila “Gandi, apakah otakmu bermasalah?”

"Nah, ulangi kata pertama!"

"Apa?"

"Bukan kalimat ini, kalimat berikutnya."

"Gandi?"

"Iya……"

Winda memandang pria dengan heran, mencurigakan bahwa pria ini sedang berilusi.

Apa gunanya mengulangi namanya?

"Ulangi lagi dengan nada lembut."

Mendengar kata lembut, perasaan dingin membanjiri hati Winda. Apakah pria ini punya ide buruk lainnya? Apakah mungkin dia memiliki nafsu di hati?

"Gandi, kamu sudah cukup belum? Aku mengantuk, aku mau istirahat!"

Usai itu, Winda berbalik dan ingin kembali.

Tapi tangannya langsung ditarik oleh pria pada detik berikutnya. Dia ditarik kembali ke tempat semula.

Kali ini, Gandi menggenggam tangannya dengan erat, tidak bermaksud untuk melepaskannya.

“Ulangi lagi.” Gandi sepertinya masuk ke mode pengulangan, dia ketagihan dengan kelembutan Winda yang sebenarnya tidak lembut.

Winda merasa agak konyol. Ini adalah rumahnya, tapi dia yang malah diintimidasi?

"Tuan Gandi, kamu tidak keliru, bukan? Sini adalah Rumah Besar Yang. Aku adalah orang dari Keluarga Yang. Kamu datang ke sini untuk menghadiri pesta ulang tahun kakekku. Apakah menurutmu masuk akal untuk menindasku seperti ini di tempatku?"

Setelah mengatakan ini, Winda langsung menyesal ketika melihat senyuman yang terpasang di wajah pria.

Gandi tentu saja merasa masuk akal.

Karena Gandi pernah melakukan hal yang sama saat berada di Australia.

Saat itu, dia bersifat sewenang-wenangnya dan tak terkendali.

“Aku juga tidak tahu, tapi sepertinya aku tidak membungkam mulut Nona Yang!” Sudut mulut Gandi terangkat, arti kata-katanya sudah sangat jelas.

Meskipun aku telah membatasi kebebasanmu, tapi aku tidak membatasi perlawananmu. Kamu dapat memanggil siapa pun untuk menyelamatkanmu.

Wajah Winda langsung memerah. Dia tahu bahwa pria ini pasti telah memahami kelemahannya sehingga berani bertingkah sewenang-wenang.

Winda menatap Gandi dengan rasa malu dan kesal. Dia berkata dengan suara kecil "Ada sekali, tidak akan ada kedua kali ataupun ketiga kali. Tuan Gandi, aku tidak mengungkapkan beberapa hal bukan berarti aku diam-diam menanggungnya di dalam hati. Aku sudah memberi tahu kamu dengan sangat jelas, kamu memiliki hidupmu sendiri dan aku memiliki duniaku sendiri. Aku tidak ingat tentang masa lalu lagi. Sekarang tidak ada kamu di dalam duniaku, apakah kamu mengerti?"

Gandi tidak marah, dia justru tersenyum nakal "Nona Yang, aku ingat kalimat pertamamu tadi seharusnya berbunyi ada pertama kali, maka akan ada kedua kali, ketiga kali..."

Winda menunggu kalimat berikutnya dari pria, dia ingin melihat betapa tidak tahu malunya pria ini.

Tapi yang tidak dia duga adalah Gandi terus mengulang sampai banyak kali. Baginya, Winda selalu ada di dalam hatinya berulang kali tanpa akhir.

Dia membungkuk, membungkam bibir Winda dengan penuh kasih sayang.

Dia memaksa Winda untuk membuka rahang. Kemudian, dia mengait lidah Winda. Hanya dengan sedotan ringan, dia dapat merasakan tubuh Winda bergetar.

Tangan Gandi bergerak, meraih Winda ke dalam pelukan. Dia mencoba untuk merenggut semua kemanisan yang ada pada Winda.

Kali ini, dia hanya menggunakan mulut, tangan tidak beraksi

Ciuman yang brutal itu mengandung sedikit kelembutan.

Setiap kali Winda merasa dirinya akan mati lemas, pria selalu memberinya kesempatan untuk bernafas.

Selama waktu singat itu, Winda hanya bisa bernapas, tidak bisa mengajukan protes.

Gandi mengendalikan waktu dengan mantap, sama sekali tidak memberi Winda kesempatan untuk meronta.

Awalnya Winda menggertakkan gigi dengan kesal. Tapi kemudian dia mulai ketagihan dengan perasaan ini.

Pada saat ini pula, tiba-tiba terdengar langkah kaki dan suara beberapa orang yang sedang berbicara dari belakang. Suara itu perlahan mendekat.

Hati Winda menegang. Dia memusatkan energi di gigi, lalu menggigit Gandi dengan kuat.

Ketika Gandi melonggarkan tangan, Winda segera mendorongnya menjauh.

"Gandi, kamu sangat keterlaluan!"

Suara langkah kaki semakin dekat, Winda samar-samar mendengar suara Sabrina.

Dia tidak boleh membiarkan Sabrina mengetahui keberadaan pria ini.

Pikiran putrinya sensitif, dia mengenali putrinya dengan baik.

"Gandi, cepat pergi. Jangan berada di sini, jangan biarkan putriku melihatmu!"

Saat ini, Winda sudah tidak sempat untuk marah lagi. Dia mendorong Gandi dan menyuruhnya untuk pergi secepat mungkin.

Tetapi apa yang berada di luar dugaannya adalah meskipun pria berencana pergi, tapi bukan pergi sendiri.

Gandi mencondongkan tubuh ke depan. Ketika Winda tidak sadar, dia langsung menggendongnya dan berjalan ke belakang pohon yang ada di sisi gelap.

Pada saat ini, suara langkah kaki akhirnya terdengar jelas.

Riana melihat sekeliling dengan heran, berkata dengan bingung "Aneh sekali, tadi aku sepertinya mendengar seseorang berbicara di sini?"

Sabrina menggandeng tangan Riana. Dia kelelahan bermain, sehingga sedikit mengantuk.

Riana tidak menemukan Winda, jadi dia pun secara pribadi membawa Sabrina ke sini.

“Bibi, kamu salah dengar!” Sabrina menggosok mata. Sekarang, dia hanya ingin pulang.

Riana sekadar meresponsnya dengan keadaan linglung. Dia tidak buta atau tuli, bagaimana mungkin dia salah dengar?

Tapi sekarang dia harus membawa Sabrina pulang terlebih dahulu. Nanti dia akan datang ke sini untuk memeriksa ruangan ini lagi.

Winda sangat gelisah, jantung seolah terangkat sampai ke tenggorokan. Dia mencubit lengan pria dengan kuat untuk melampiaskan amarahnya.

Itu jelas menyakitkan, tapi Gandi seolah tidak bisa merasakannya.

Ketika Winda mencubit untuk ketiga kalinya, Gandi membungkuk, mencondongkan tubuh ke daun telinga Winda dan berkata "Kalau kamu cubit segitu kuat lagi, aku mungkin akan menjerit kesakitan. Nantinya, kita bakal ketahuan mereka!"

Winda mendengus, segera melepaskan tangan.

Nafas panas pria membuat hatinya muncul reaksi halus yang unik.

Setelah Sabrina dan Riana pergi, Winda akhirnya tidak bisa menahan lagi. Dia berkata dengan suara rendah "Tuan Gandi, kamu sudah boleh melepaskan aku!"

Gandi menurunkan Winda ke lantai. Winda menghela nafas lega.

Karena kegelisahan yang berlebihan, kaki Winda agak melunak. Tubuhnya menyandar ke pohon.

Melihat ini, Gandi segera memapahnya. Winda pun sekaligus jatuh ke dalam pelukan Gandi.

Tindakan mesra seperti ini sama saja dengan sengaja mengacau sarang lebah.

Emosi yang dipendam dari tadi, serta penghinaan yang dirasakan Winda membuat Winda seketika meledak.

Dia menginjak kaki Gandi, memutar badan beberapa kali, suara mengandung rasa kesal "Gandi, dasar bajingan, menjauhlah dariku!"

Novel Terkait

The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu
Cinta Setelah Menikah

Cinta Setelah Menikah

Putri
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu