Cinta Yang Dalam - Bab 350 Posisi Yang Didapatkan Dengan Menaiki Ranjang

Sansan mengangkat permasalahan sepele menjadi permasalahan mengerjakan perintah atasan atau tidak.

Young Grup Entertainment memiliki persyaratan ketat terhadap kepatuhan dan pelaksanaan perintah atasan.

Tidak peduli apapun alasanmu, pekerjaan yang diperintahkan atasan harus dijadikan sebagai prioritas pertama.

“Kak Sansan, bagaimana kalau aku menangani salah satu yang lebih penting dulu? Sisanya akan aku kerjakan setelah menyelesaikan pekerjaan yang diberikan oleh Direktur Winda. Bolehkah?” Dania tidak bisa melawan, jadi dia hanya bisa memilih untuk berkompromi dan mencoba membuat Sansan memahami dirinya.

Tapi respons yang didapatkannya hanyalah cibiran dari Sansan.

Sansan mengangkat alis, berkata dengan nada dingin " Dania, aku rasa kamu sepertinya sudah bosan untuk tinggal di perusahaan ini? Atau kamu pikir bahwa kamu telah mendapatkan seorang andalan sehingga kamu boleh tawar-menawar pekerjaan dengan atasanmu?"

Dania adalah pekerja yang taat dan tertib, dia memahami setiap peraturan perusahaan.

Dia berkata dengan suara rendah "Kak Sansan, Direktur Winda benar-benar memberikan pekerjaan untukku, pekerjaan itu amat mendesak..."

"Oke, aku sudah tahu. Aku akan menelepon Departemen Personalia untuk memberi tahu mereka tentang kinerjamu. Apakah kamu melihat ini?" Sansan mengeluarkan selembar kertas dari laci meja, melemparkannya ke depan Dania.

Dania sekilas melihatnya, mata tiba-tiba menyusut.

Ancaman, ancaman terang-terangan.

Ini adalah formulir penilaian kinerja, penilaian yang dilakukan setiap tiga bulan. Ini akan secara langsung memengaruhi tingkat gaji dan proses promosi ke depannya.

"Kamu pasti tahu bahwa akhir bulan ini adalah waktu penyerahan terakhir untuk penilaian kuartal ini. Kalau kamu tidak mengikuti instruksiku hari ini, maaf, aku hanya bisa memberi nilai 10 poin pada formulir penilaian kamu..."

Kata-kata Sansan berkombinasi dengan senyum arogannya.

Rekan kerja yang dekat dengan Dania menarik pakaiannya, berbisik “Dania, apa yang kamu ragukan? Jangan berdiri di tim yang salah. Baru berapa lama Winda datang ke sini? Walau dia masuk dari pintu belakang, cepat atau lambat dia akan tersapu keluar jika tidak mendapatkan kerja sama dari kami. Ke depannya, Departemen Perfilman tetap merupakan dunia yang dikuasai Kak Sansan..."

Dania mengatupkan bibirnya dan tidak berkata apa-apa. Pikirannya mengalami kontradiksi yang dahsyat.

Dari sudut pandang seorang karyawan biasa, dia tahu bahwa dia harus berkompromi dengan Sansan supaya bisa bertahan lama di perusahaan.

Tapi setelah interaksi beberapa hari terakhir, dia telah menjalin hubungan pertemanan dengan Winda.

Jika dia tinggal di sini dan mengikuti perintah Sansan, maka penderitaannya selama bekerja pasti akan berkurang.

Bagaimanapun, Sansan sudah bertahun-tahun bekerja di perusahaan. Dia juga bergaul dengan banyak petinggi, pengaruhnya amat kuat.

Dania mengertakkan gigi, akhirnya membuat keputusan.

"Maaf, Kak Sansan. Aku harus membantu Direktur Winda untuk menangani beberapa dokumen terlebih dahulu."

Usai itu, Dania mengertakkan gigi dan bersiap untuk pergi.

Sebelum dia mengambil langkah pertama, Sansan langsung menghalangi jalannya.

"Dania, apakah aku terlalu baik padamu? Beraninya kamu tidak mendengarkan perintahku!"

Sansan sontak marah karena perintahnya diabaikan Dania di depan umum.

Dia menodongkan jarinya ke arah Dania, jari hampir menyodok dahi Dania.

"Apakah kamu kira kamu akan berkembang setelah menjilat pantat Winda? Sungguh orang yang tidak tahu berterima kasih. Saat pertama kali kamu datang ke perusahaan, kamu tidak tahu apa-apa. Siapa yang membantu kamu?"

Dania masih diam.

"Heh, tidak masalah kalau kamu tidak mau jawab. Aku akan membangunkan kamu! Kami yang membantu kamu. Kalau kami tidak merangkul kamu bersama kami, kamu kira kamu akan selamat dari masa magang? Apakah kamu kira kamu yang bisa bekerja di sisi Winda adalah berkat kemampuanmu dalam kerja... "

Tubuh Dania bergemetaran karena marah, tetapi dia hanya bisa mengepal tinju tanpa bisa berbuat apa-apa. Dia terus mengatakan pada dirinya bahwa dia tidak boleh membantah, tidak boleh melawan...

Sansan sengaja mengatakan semua ini untuk menstimulasinya.

Jika dia membantah, maka Sansan akan mengatakan bahwa dia melawan atasan.

Pada saat itu, hukuman pasti akan ditingkatkan sepuluh kali lipat oleh Sansan.

Mengenai bantuan yang disebut Sansan, itu mengingatkan Dania akan perjalanan gelap yang dilaluinya saat pertama kali datang ke perusahaan.

Dia adalah pendatang baru. Dia tahu banyak tentang industri ini. Dia sering berpartisipasi dalam seminar naskah saat masih kuliah, bekerja di perusahaan film selama liburan musim panas, mengambil peran sebagai pemeran tambahan, semua ini dilakukannya guna lebih memahami industri ini.

Tetapi perihal semacam bekerja, sesudah kamu menanjakkan kaki di kantor, kamu harus tahan banting.

Saat itu atasan Dania adalah Sansan.

Apa hobi utama Sansan?

Selain membeli barang mewah untuk memamerkan kekayaan, hobi utamanya adalah menindas pendatang baru, menikmati kekuasaan.

Oleh karena itu, Dania memasuki kehidupan penderitaan yang tak terkatakan itu.

Di pagi hari, dia harus bangun jam enam, naik bus ke Donton, membeli sarapan favorit Sansan.

Pada siang hari, orang lain akan beristirahat setelah makan di waktu istirahat selama dua jam.

Dirinya malah harus mengejar bus, pergi ke Donton untuk membeli makan siang favorit Sansan.

Bahkan di malam hari pun Sansan tidak membiarkannya hidup dengan tenang.

Sansan selalu menggunakan alasan menyusun dokumen untuk membiarkan Dania tinggal di perusahaan. Setelah dibelikan makan malam oleh Dania, dia perlahan menghabiskannya. Kemudian, dia selalu menyisakan meja yang penuh dengan puing-puing, menyuruh Dania membersihkannya.

Sementara dia sendiri menenteng tas LV yang baru saja dibeli, mengambil langkah seksi dan mempesona, naik lift ke tempat parkir bawah tanah, mengendarai BMW Z4-nya untuk pulang atau pergi ke ranjang seorang senior tertentu.

Saat itu status Dania hanya magang, gaji bulanannya hanya sekitar enam juta.

Setiap kali dia membawakan makanan kepada Sansan, Sansan selalu berkata akan mengembalikan uangnya di kemudian hari.

Kemudian hari tidak pernah tiba.

Bahkan Dania sendiri pun tidak paham bagaimana dirinya bisa melewati masa magang.

Ongkos naik taksi terlalu mahal, dia hanya bisa menempuh semua perjalanan dengan mengandalkan transportasi umum dan berjalan kaki.

Meski kondisi keluarganya cukup baik, tapi dia merasa tidak seharusnya meminta uang dari orang tua ketika sudah bekerja.

Dengan mengandalkan gaji sekitar enam juta, dia menambah penghasilan dengan menulis skrip di malam hari dan mengambil beberapa pekerjaan paruh waktu setiap minggu, barulah dia bisa bertahan dari tekanan Sansan.

Di antara rekan kerja, beberapa bersimpati dengan Dania, tetapi ada lebih banyak yang menindasnya.

Sifat manusia memang seperti ini. Ketika seseorang sedang terpuruk, terlalu sedikit orang yang bersedia mengulurkan tangan untuk membantu. Orang yang menginjak malah tidak pernah kurang.

"Kenapa? Bisu? Oke! Dania, kamu menolak perintah atasanmu. Aku akan memberi penilaian berdasar kenyataan ini!"

Usai itu, Sansan mengambil formulir dan mulai memberi penilaian pada Dania.

"Kak Sansan, jangan, aku..." Hati Dania bergidik. Jika dirinya dinilai seperti ini oleh Sansan, maka dirinya pun akan kembali ke masa sebelum dirinya bebas.

Dia baru saja mendaftar untuk kelas menulis pada bulan lalu. Uang kursus dibayar dengan kartu kredit. Cicilannya kebetulan adalah gaji bulanan yag tersisa.

"Akhirnya tahu untuk minta ampun? Heh, sudah terlambat!"

Sansan mengulurkan tangan untuk mencari pulpen, tetapi tidak ada apa-apa di depannya.

Dia agak marah, bahkan pena pun tidak patuh padanya. Pena juga berpihak pada wanita yang baru datang itu?

"Ambilkan aku pulpen!"

Begitu dia mengulurkan tangan, terdengar suara langkah kaki yang tergesa-gesa. Semenit kemudian, sebuah pensil disodorkan ke tangannya.

Setelah menyentuh pensil itu, dia mengernyit.

"Ini pensil. Sekian lama bekerja, apakah otak kalian dimakan anjing? Aku mau pena khusus tanda tangan!"

"Apakah pensil tidak bagus? Kalau salah, kamu bisa hapus dan menulis ulang."

Suara lembut itu membuat Sansan agak bengong.

Kenapa dia tidak ingat ada suara sebagus ini di ruang penulis skenario.

Dania yang sedang menunduk langsung terkejut. Dia menoleh ke orang yang masuk dengan ekspresi takjub.

“Direktur, Direktur Winda!” Tidak ada yang mengerti betapa senangnya dia saat ini.

Karena terlalu senang, tubuhnya bergemetaran lagi. Tapi gemetar kali ini disebabkan oleh dua perasaan.

Ketika Sansan mendengar panggilan yang disebut Dania, dia mengendurkan genggaman tangannya pada pensil. Pensil terjatuh dari telapak tangan ke lantai.

Suara pensil menyentuh lantai terdengar nyaring di ruang penulis skenario yang sunyi karena kedatangan Winda.

"Maaf, Direktur Winda Yang, tangan licin..."

Sansan sengaja menyebut nama panjang Winda. Dia melihat wanita yang mengenakan setelan elegan dan anggun, rambut hitam panjang diikat rapi dengan kepang, berwajah halus, memiliki aura luar biasa.

Di dalam hatinya, timbul rasa iri.

Hanya dengan perbandingan sederhana ini, dia tahu bahwa dirinya sudah sepenuhnya kalah.

Aura maupun penampilan wanita ini membuatnya terdampar ke kejauhan.

"Oh, tidak apa-apa." Winda sama sekali tidak merasa tidak senang. Dia melambai pada Dania " Dania, apakah kamu sudah menangani dokumen yang aku serahkan padamu?"

Wajah Dania tiba-tiba tampak canggung, dia berbisik "Maaf, Direktur Winda, aku belum..."

"Lalu apa yang kamu lakukan di sini? Cepat kerjakan. Itu adalah dokumen yang sangat penting. Kalau tertunda, apakah kamu dapat menanggung konsekuensinya?"

Kata-kata Winda terdengar tegas. Beberapa orang di ruangan penulis skenario yang berpihak pada Sansan menunjukkan ekspresi hina di wajah.

Pejabat baru selalu berlagak tegas. Wanita ini cukup lugas.

Dania juga bodoh. Dia kira dengan berusaha menjilat pantat orang, orang pun akan menganggapnya sebagai tangan kanan.

Sesudah pergi ke tempat orang lain, dia masih saja menjadi target penindasan.

"Baik, Direktur Winda."

Setelah Dania selesai berbicara, dia berkata kepada Sansan dengan nada menyesal "Maaf, Kak Sansan. Aku harus menangani pekerjaan yang diberikan Direktur Winda kepadaku dulu.”

Kemudian, dia pun keluar dari ruang penulis skenario.

Sementara Winda memandangi orang-orang di ruang penulis skenario. Dia mengingat bagaimana ekspresi setiap orang.

Dia tersenyum sopan kepada Sansan, tetapi sebagai gantinya, Sansan malah memalingkan muka.

Dia tidak peduli, keluar dari ruang penulis skenario.

Baru saja mengambil dua langkah, langsung terdengar suara dari ruang penulis skenario yang sengaja dibesarkan.

"Lihat cara dia berjalan, sepertinya bagian bawahnya bengkak karena dimasukkan banyak kali oleh salah satu senior?"

"Tadinya masih berpura-pura tegas dan memarahi Dania di depan kita. Dia mau memperlihatkan ketegasannya itu kepada siapa?"

"Kak Sansan lebih baik, berteman dengan kita semua. Pemimpin seperti dia yang bersikap arogan pasti tidak akan bertahan lama!"

Novel Terkait

Hei Gadis jangan Lari

Hei Gadis jangan Lari

Sandrako
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu