Cinta Yang Dalam - Bab 310 Aku Bersedia Dimarahi Olehmu Seumur Hidup

“Ah!” Walaupun dia adalah pria diam dan sabar, akan tetapi dia tidak dapat menahan rasa sakit ini dan menjerit.

Ini adalah bagian terlemah pada pria, sedangkan Winda tadi menggunakan kekuatan penuhnya.

Akhirnya dia mengerti, mengapa tadi Winda bertanya dengan nada bicara yang aneh.

Setelah memberikan satu tendangan kepada Gandi, melihat dia yang sedang kesakitan dan bercucuran keringat membuat hati Winda menjadi lunak dan tanpa sadar ia ingin bertanya apakah Gandi baik-baik saja.

Akan tetapi ia kembali sadar bahwa dirinya lah yang telah diremehkan oleh Gandi.

“Kamu sudah melihatnya kan, aku tidak lembut, aku bukan orang yang kamu katakan itu. Untuk masalah hari ini, demi menjaga muka kedua keluarga kita maka aku akan menggangapnya tidak pernah terjadi. Akan tetapi apabila kamu masih berani mendekatiku, jangan salahkan aku memecahkan telurmu!”

Setelah dia mengatakan ancamannya yang kejam itu, wajah Winda menjadi merah, bagaimanapun juga perkataan memalukan seperti itu dia merasa agak malu untuk mengatakannya.

Dia ingin memutar badan dan pergi, akan tetapi saat ia baru melangkah satu langkah, gaunnya ditarik oleh pria yang sedang berada di lantai itu.

Winda menjadi kesal, apakah masih belum selesai? Apakah otak pria ini sudah rusak?

Dia memutar badan dan menginjak tangan pria tersebut.

Dia memakai sepatu hak tinggi, terdengar bunyi sesuatu yang keras seperti suara sesuatu yang retak, tangan Gandi tiba-tiba terjatuh.

Dia berusaha untuk berdiri melihat wanita yang sedang kesal di depannya dengan suara lembut berkata “Tidak peduli kamu lembut atau tidak, kamu tetap adalah istriku. Ikutlah aku pulang, aku berani bersumpah akan mencintaimu seumur hidup!”

Melihat tampang serius pria di depannya membuat hati Winda sedikit tergerak.

Dia tidak kelihatan seperti sedang berpura-pura.

Seberapa bagusnya wanita yang bernama Neva ini, sehingga pria ini begitu mencintainya?

Winda juga berfantasi tentang cinta, sangatlah bodoh dengan menonton sinetron, akan tetapi dia juga mengharapkan romantisme yang ada di dalam sinetron.

Dan keteguhan pria ini terhadap cinta membuatnya terharu.

Ekspresi di wajahnya sudah lebih membaik dengan suara lembut ia berkata “Tuan Tirta, aku sungguh bukan Neva yang kamu maksud. Kalau tidak percaya kamu boleh menanyai abang pertamaku. Aku sangat iri dengan wanita yang bernama Neva itu karena rasa cintamu padanya yang begitu dalam, aku juga mendoakanmu dengan tulus agar dapat segera menemukannya. Tetapi sekarang aku mohon padamu, bisakah tidak terus menggangguku lagi seperti ini?”

“Abang pertamamu?” Sorotan mata Gandi seperti terbersit secercah sinar, dia seperti sudah menemukan jalan untuk menyelesaikan masalah ini.

Winda pasti adalah Neva, dia yakin seratus persen.

Di dunia ini tidak mungkin ada wajah yang sama persis.

Akan tetapi kenapa Neva bisa hilang ingatan?

Dirinya sendiri tidak tahu, akan tetapi Isko pasti tahu.

“Benar, abang pertamaku, apabila kamu punya pertanyaan maka tanyakanlah padanya. Dia pasti akan menjawab pertanyaanmu. Dan apabila kamu masih terus menggangguku maka aku akan memberitahu abang pertamaku. Semua orang yang mengenalnya pasti tahu akan temperamen abang pertamaku, tuan Tirta dan saat itu nyawamu pasti akan terancam!”

Perkataan Winda terkadang lembut terkadang keras, dia mencoba untuk menyingkirkan Gandi si pembuat masalah ini.

Tetapi Gandi terlihat seperti mempunyai pemikiran sendiri dan berkata dengan datar “Menurut apa yang kamu katakan, apakah keluarga Yang telah berjalan di jalan gelap?”

“Hah?” Tanpa sadar Winda mengeluarkan suara, mengapa pria ini lari dari topik, apakah apa yang dikatakannya berhubungan dengan masalah itu?

Saat melihat ekspresi pria tersebut yang seperti sedang menahan tawa, dia akhirnya mengerti kalau dirinya sedang dipermainkan lagi olehnya.

Winda menjadi kesal dan berkata dengan suara berat “Kalau kamu masih tetap begini maka aku akan berteriak. Saat itu tiba semua orang akan tahu kalau kamu adalah seorang pemerkosa dan kamu akan ditangkap oleh polisi dan dipenjarakan!”

Gandi tampak cemberut, ancaman wanita ini masih begitu tidak berkelas.

Dia mengangkat bahunya dan dengan tidak hati-hati menggerakan luka di pergelangan tangan akibat tendangan Winda tadi dengan kesakitan sambil mengerutkan alisnya ia berkata “Baiklah! Kalau begitu kamu teriak saja, di penjara bisa mendapatkan makanan gratis, bisa makan enak, minum enak juga tidur dengan nyenyak, tidak ada yang ruginya.”

Gandi tahu, walau Winda sudah tidak mengenali dirinya, tetapi dia juga pasti tidak akan lapor polisi.

Bagaimanapun ini berhubungan dengan dua keluarga, walaupun dia adalah korban, mereka berdua juga keluarga mereka masing-masing akan terkena dampaknya bahkan bisa mempengaruhi pasar saham.

Dan dia adalah Neva, Gandi percaya kalau dia tidak mungkin tidak mengingatnya sama sekali, hatinya pasti akan lunak.

Benar saja, Winda menjadi sangat kesal hingga wajahnya membiru karena sikap Gandi yang nakal itu.

Dia menunjuk Gandi, jarinya yang panjang itu sudah hampir menyodok wajah Gandi.

Dan saat ini Gandi membuka bibirnya dan menyapu ujung jari Winda dengan ujung lidahnya.

Winda menjadi gemetar, dia ketakutan hingga mundur beberapa langkah, dia sangat marah hingga wajahnya sudah membiru.

“Tidak tahu malu, dasar bajingan, kamu bukan manusia!”

Melihat Winda yang berkata tidak logis itu, Gandi mengaitkan bibirnya dan berkata “Marahlah, caci makilah sepuasmu! Asalkan kamu senang dan bersedia untuk pulang denganku, aku bersedia dimarahi olehmu seumur hidup.”

Winda merasa ketiga pandangannya telah disegarkan, pria ini sungguh…..

Dia tidak tahu apakah harus menggambarkannya sebagai seseorang yang terlalu tergila-gila atau seseorang yang tidak tahu malu, yang jelas dalam hatinya merasa sangat malu dan marah.

Dia sendiri tidak menyadari kalau rasa malunya lebih banyak dibandingkan rasa marahnya.

“Hei, aku mengatakan untuk yang terakhir kalinya. Aku bernama Winda ……”

“Sayang, pulanglah denganku!”

Dia belum menyelesaikan perkataannya namun telah dipotong oleh Gandi, disaat bersamaan Gandi ingin mengandeng tangannya.

Winda ingin menghindar, tetapi pria ini seperti sudah mengetahui lintasan gerakannya dan meraih tangannya.

Telapak tangannya panas, terdapat beberapa kapalan kasar dan tipis khas pria, digenggam olehnya seperti memiliki rasa aman yang tidak dapat dijelaskan.

Cuih, Winda meludahi dirinya sendiri dalam hati.

Jelas-jelas pria ini adalah seorang pemerkosa, bagaimana bisa dirinya merasakan rasa aman.

“Lepaskan, lepaskan aku!”

Dia mengguncangnya dengan keras mencoba untuk melepaskan tangannya.

Akan tetapi Gandi memegangnya dengan erat seperti menumpukan seluruh tenaganya pada tangannya.

Mereka berdua terus bergelut dan saat ini dari kejauhan samar-samar terdengar suara pria “ Winda, Winda …..”

Ramon telah selesai menelepon dan dia tidak menemukan Winda di paviliun.

Dia mengira Winda pergi ke ruang perjamuan, akan tetapi dia telah mencarinya kesana namun tidak menemukannya, setelah itu dia seperti memiliki perasaan tidak enak dalam hatinya.

Karena Gandi juga hilang disaat bersamaan.

Dia yang mengetahui status sebenarnya dari kedua orang itu tentunya akan cemas apabila terjadi hal diluar dugaan.

Oleh karena itu dia mencari Winda kemana-mana, setelah Arya mengetahui hal tersebut juga sudah mengutus anak buahnya untuk mencari.

Akan tetapi masalah ini untuk sementara waktu disembunyikan dari Isko, beberapa tahun ini kesehatannya semakin memburuk dan ia telah diam-diam mengatur Arya untuk menggantikan posisinya.

“Ada yang datang, kamu cepat lepaskan aku!” Winda berteriak dengan suara kecil.

Gandi tidak berkata apa-apa, namun perbuatannya telah mewakili hatinya, dia melepaskan tangan Winda.

Winda merasa senang dan dia ingin berlari ke arah datangnya suara Ramon.

Akan tetapi dari belakangnya tiba-tiba terdengar suara pria yang mengatakan “Tunggu sebentar.”

Tubuh Winda tersentak namun langkah kakinya malah semakin cepat.

“Bajumu sudah basah dan kusut, bagaimana cara kamu menjelaskannya nanti?” Perkataan selanjutnya itu membuat Winda menghentikan langkah kakinya.

Dia memutar badan dan menatap Gandi dengan geram.

Apabila sorotan mata dapat membunuh orang, mungkin Gandi sudah mati puluhan kali.

“Kamu masih berani mengatakannya? Bukankah semua ini adalah salahmu?”

Akan tetapi detik berikutnya dia menjadi terdiam.

Gandi membuka jasnya, Winda mengerutkan alisnya dengan erat saat melihat dia menarik lengan baju kanannya.

Luka di tangan kanannya di sebabkan oleh sepatu hak tingginya.

“Pakailah! Dengan begini maka tidak akan ada yang menyadarinya.”

Gandi memberikan bajunya namun Winda tidak menyambutnya.

Dia menatap Gandi dengan ragu dan bertanya-tanya “Apakah kamu telah meletakkan obat bius pada baju ini? Asalkan aku memakainya maka akan menjadi pusing dan kemudian kamu akan menangkapku pergi….”

Gandi menatap wanita itu tanpa berkata-kata, awalnya mengira dia hanya hilang ingatan biasa, tidak disangka sekarang malah bertambah penyakit baru, yaitu khayalan dia akan dicelakai.

“Apakah kamu merasa menyesal karena aku tidak berhasil memperkosamu, sehingga terus mengingatkanku harus berbuat apa?”

Perkataan Gandi membuat wajah Winda menjadi merah, setelah itu dia seperti seekor kucing garong yang mengamuk.

“Kamu, kamu tidak tahu malu!” Dia yang memiliki latih diri yang baik sungguh tidak tahu bagaimana cara memarahi orang sehingga membuatnya tampak lebih agresif.

Dia sangat marah ingin memutar badan lalu berjalan pergi, akan tetapi dia malah mendengar suara Ramon yang semakin lama terdengar semakin dekat.

Setelah ragu sejenak, dia mengambil jas Gandi dan memakainya lalu berjalan pergi.

Gandi melihat Winda yang terus menjauh, ia berusaha mengendalikan dirinya agar tidak menariknya kembali.

“Ingat untuk mengembalikan pakaianku, itu sangat mahal!”

Langkah kakinya yang stabil terhuyung sejenak, kemudian ia terus berjalan ke depan.

Kesan Gandi di dalam hatinya bertambah satu lagi yaitu orang yang pelit.

Ramon baru memutar di sebuah jalan kecil dan ia melihat Winda.

Dia buru-buru menghampirinya dan ingin mengandeng tangan Winda, dengan cemas berkata “ Winda, kamu pergi kemana? Semua orang sedang mencarimu.”

Winda tidak berkata apa-apa dan ingin menghindar, dia ingin menolak kedekatan yang diberikan Ramon sehingga membuat bola mata Ramon menjadi lebih gelap sesaat.

“Aku tadi merasa bosan dan berjalan di samping danau.” Winda berusaha menarik sudut bibirnya agar senyumnya terlihat lebih alami.

Ramon melihat sekilas rambut Winda yang sedikit kacau juga jas di badannya itu.

Hatinya terasa kelam.

Winda mencari sebuah alasan dan meninggalkan ruang perjamuan.

Setelah kembali ke kamar, ia membuka baju pria tersebut dan menginjaknya beberapa kali di lantai.

Merasa amarahnya masih belum reda, dia mencari gunting dan mengguntingnya.

Mengembalikan bajunya?

Menyuruhku mengembalikan baju memberikanmu kain perca sudah terhitung baik!

Teringat perlakuan rendah yang dilakukan oleh pria tersebut kepadanya hari ini, dia merasa seluruh badannya seperti sangat kotor.

Dirinya belum pernah mendapatkan perlakuan seperti itu dari seorang pria!

Novel Terkait

Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
3 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu