Cinta Yang Dalam - Bab 330 Penyelamat

Gandi menekan tombol bel di depan tempat tidur dan segera ada seorang pengawal yang berjalan masuk.

"Coba kamu pergi memeriksa, kenapa Ramon bisa terluka?"

Pengawal itu berjalan keluar dengan cepat, setelah lima menit kemudian, pengawal itu kembali lagi.

"Presdir Tirta, Nona Yang bertemu dengan orang jahat yang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi dan kalung Nona Yang direbut. Ramon ingin merebut kembali kalung itu, tapi malah ditembak di lobus paru-paru dengan pistol oleh orang jahat itu. Ramon mengalami pendarahan yang cukup besar saat melakukan penyelamatan di rumah sakit..."

Selanjutnya, tidak perlu dijelaskan oleh pengawal, Gandi juga sudah tahu sendiri.

Gandi melambaikan tangannya, menyuruh pengawal untuk keluar.

Gandi sangat tahu dengan kondisi tubuhnya sendiri.

Apakah ingin menyelamatkannya atau tidak? Gandi sangat sulit untuk mengambil keputusan...

Dokter mengambil sebuah kursi dan menyuruh Winda untuk duduk di samping Ramon.

Sekarang belum bisa transfusi darah, langkah pertolongan pertama apa pun tetap tidak berguna.

Semua orang hanya bisa melihatnya tanpa bisa melakukan apa-apa, satu nyawa hanya bisa menunggu mati saja.

Pikiran Winda berputar seperti lentera, menyiarkan pertemanan dengan Ramon selama beberapa tahun ini.

Ramon akan menemani Winda melakukan apa pun, selama itu merupakan hal yang ingin dilakukan oleh Winda, bahkan jika Ramon tidak tertarik melakukannya, Ramon juga akan tetap sabar untuk menemani Winda melakukan hal itu.

Keputusan Winda tidak perlu diubah jika bersama dengan Ramon.

Di depan Ramon, Winda sudah dimanja secara sewenang-wenang.

Semuanya salah Winda, hanya satu kalung saja, biarkan orang jahat mengambilnya pergi.

Kenapa tidak menghentikan Ramon yang terus mengejar? Bahkan melapor polisi, polisi juga bisa menemukan orang jahat itu.

Tapi Ramon terus mengejar orang jahat itu, kemudian malah ditembak, sekarang akan segera mati.

Air mata mengalir di pipi hingga akan menjadi sebuah selokan, hati Winda merasa sangat sakit, dia merasa dirinya sendiri akan segera mati lemas.

Arya mendorong Isko, perlahan-lahan masuk ke ruang pasien.

Melihat air mata yang ada di wajah adik perempuan, Isko tanpa sadar menghela napas.

Isko melangkah maju, dengan lembut mengelap air mata yang ada di wajah Winda.

"Sudahlah, Winda. Masalah ini bukan salahmu, hidup dan mati seseorang ditentukan oleh takdir. Bahkan jika orang normal lainnya yang dirampok, mereka juga akan tanpa sadar mengejar orang jahat!"

Winda mengalihkan pandangan dan menatap ke arah abangnya, Winda bergumam dengan mata kabur yang dipenuhi air mata: "Semuanya salahku, semuanya salahku..."

Isko menghela napas di dalam hati, dia baru saja menghubungi semua temannya yang bekerja di bidang kedokteran.

Rhesus darah benar-benar sangat langka, jika mengantarnya dari bank darah terdekat, itu juga memerlukan waktu selama tiga jam.

Kondisi seperti ini, Ramon tidak bisa menunggu.

Pada saat ini, lampu ruang gawat darurat tiba-tiba menyala, terdengar suara Dokter yang cemas: "Semua orang keluar, sumber darah sudah ditemukan, sekarang akan dilakukan pertolongan pertama!"

Tubuh Winda menjadi gemetar, seluruh orangnya sangat senang hingga gemetar.

Sumber darah sudah ditemukan, ini berarti bahwa Ramon bisa diselamatkan.

Masih belum menunggu Winda tanggap, Isko langsung memegang tangan Winda dan bergegas keluar dari ruang gawat darurat.

Sekarang, waktu lebih penting dari segalanya.

Pintu ruang gawat darurat ditutup dan juga memasuki kondisi lampu merah.

Winda duduk di atas kursi dan menutupi wajah, kadang-kadang menangis dan tertawa, seluruh orangnya berada dalam keadaan setengah gila.

Tidak ada kabar apa pun, itu lebih merangsang hati orang daripada mengetahui harapan saat berada kondisi terisolasi.

Isko melihat penampilan Winda seperti ini, dia menepuk bahunya dengan lembut dan berkata: "Sudahlah, pergi cuci mukamu dulu. Kalau tidak, begitu Ramon sadar kembali dan melihat penampilanmu seperti ini, dia pasti akan menyalahkan dirinya sendiri."

Winda mengeluarkan suara ‘Ah’, sekarang baru sadar kembali dari kesenangan.

Winda segera bangkit dan bergegas pergi ke kamar mandi.

Setelah dua jam kemudian, lampu ruang gawat darurat akhirnya padam.

Melihat wajah Dokter yang penuh dengan ekspresi lelah, saat berjalan keluar, wajah Dokter mengeluarkan senyuman yang seolah-olah terbebas dari beban yang berat, tubuh Winda berguncang, setelah menenangkan tubuhnya, Winda langsung merasakan kesakitan di lehernya dan kelemahan setelah berada dalam kegugupan.

Ramon dipindah ke ruang ICU, ada perawat khusus yang menjaganya.

Tapi, Winda malah terus berada di sampingnya, suhu tubuh Ramon lebih tinggi dan mempunyai tanda-tanda akan demam.

Winda terus mengganti handuk basah dan mengompres dengan dingin, ini jelas merupakan hal yang bisa dilakukan oleh beberapa perawat khusus itu, tapi Winda baru merasa tenang jika melakukannya sendiri.

Hingga malam hari, suhu tubuh Ramona akhirnya kembali normal, Winda baru santai kembali.

Isko dan Arya sudah pulang dulu karena masalah perusahaan.

Elvan melihat Winda yang lelah, dia melangkah maju dan berkata: "Nona, kamu sudah sibuk seharian, pulanglah untuk beristirahat sebentar!"

Winda baru menyadari bahwa lampu di ruang pasien tidak tahu sejak kapan sudah menyala.

Winda menyampaikan tugas kepada perawat khusus, setelah menjelaskan semuanya dengan jelas, Winda baru mengikuti Elvan pulang ke Rumah Besar Yang.

Setelah pulang, Winda dengan hati-hati mengelap tubuh bagian bawahnya dengan handuk basah, pada saat yang bersamaan, dia juga mengganti satu set pakaian.

Dengan samar-samar, Winda merasa sedikit tidak nyaman di bagian lukanya.

Hatinya berpikir mungkin ditarik saat membungkukkan badan tadi, Winda sama sekali tidak peduli.

Demi tidak membuat Sabrina khawatir, Winda menyuruh Riana untuk membantu mengurus kehidupan sehari-hari putrinya dalam waktu dekat-dekat ini.

Setelah Riana membujuk Sabrina untuk tidur, dia langsung datang ke kamar Winda.

"Ada kabar dari rumah sakit, mengatakan bahwa seluruh kondisi fisik Ramon sangat stabil, kamu tidak perlu khawatir, cepatlah beristirahat!"

"Uhm." Winda sedikit mengangguk, suasana hatinya sangat sedih.

"Kakak Ipar, Sabrina sudah tidur kah?"

"Sudah, Sabrina sangat patuh hari ini."

"Baguslah kalau begitu."

Ruangan kamar menjadi sunyi lagi, Riana duduk sebentar, setelah menghibur Winda beberapa kata dan menyuruhnya untuk beristirahat lebih awal, Riana pun langsung berjalan keluar.

Winda berbaring di atas tempat tidur, jelas merasakan kelopak mata bagian atas dan bawah sudah tidak kuat lagi, tapi malah tidak bisa tidur.

Winda berpikir bahwa Ramon akan mencarinya atau tidak saat sadar kembali?

Setelah mengalami luka yang begitu parah, kedepannya apakah akan ada efek samping?

Winda sama sekali tidak tidur sepanjang malam.

keesokan paginya, Winda tidak makan sarapan, dia langsung bergegas ke rumah sakit dengan sepasang mata yang berkantong hitam.

Di dalam ruang pasien, Elvan sedang bertelepon: "Jika mengatakannya seperti itu, bukankah kedua orang itu sudah merencanakan sebelumnya?

"Uhm, mereka dulu juga hidup dengan mengandalkan hasil perampokan, sekarang sudah ditangkap oleh polisi."

"Uh, beraninya melukai orang-orang dari Keluarga Yang, sanksi hukum apa-apaan? Kamu seharusnya tahu apa yang harus dilakukan kan!"

Pada saat ini, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu, Elvan segera menutup teleponnya.

Elvan bangkit dan membuka pintu, melihat wajah Winda tampak pucat, dia berkata dengan nada sedikit kaget: "Nona, kenapa kamu datang begitu pagi, apakah kamu baik-baik saja?"

Winda menggelengkan kepalanya dan berkata: "Elvan, kamu sudah menjaganya di sini sepanjang malam, cepatlah pulang untuk beristirahat!"

Elvan melihat ekspresi di wajah Winda, Elvan merasa dirinya sendiri yang menjaga seorang pasien sepanjang malam tampak lebih kuat daripada orang yang sudah beristirahat sepanjang malam.

"Orang yang perlu beristirahat adalah Nona, kamu pulang untuk tidur sebentar lagi, aku akan menjaganya di sini dengan baik."

Setelah berkata, Elvan langsung memanggil seorang pengawal datang ke sini. Bersiap-siap jika Winda tidak berkompromi, Elvan akan menyuruh pengawal mengantarnya pulang secara paksa.

Tapi, Winda malah menggelengkan kepalanya dengan keras kepala dan berkata: "Elvan, kamu tidak perlu memedulikanku, aku juga tidak bisa tidur setelah pulang. Aku ingin berada di sini, menemani Ramon sadar kembali, jika dia sadar kembali dan mencariku, aku juga akan selalu ada di sampingnya."

Melihat penampilan Winda seperti ini, Elvan tahu bahwa dirinya sendiri mengatakan apa pun juga tidak ada gunanya.

"Baiklah kalau begitu, Nona, jika kamu sudah ngantuk, kamu bisa mengatakannya kapan saja, aka nada orang yang mewakilimu."

Setelah Elvan selesai berkata, dia hendak berjalan keluar.

Tapi, tiba-tiba ditarik oleh Winda : "Ngomong-ngomong, apakah kamu sudah menemukan orang yang mendonorkan darah kemarin?"

Tidak ada yang berterima kasih atas membuat tindakan yang baik menjadi lebih baik, tetapi memberikan bantuan pada waktu yang tepat, itu baru membuat orang berterima kasih seumur hidup.

Winda ingin berterima kasih kepada orang yang memberikan harapan kepada dirinya sendiri tadi malam.

Tapi Isko malah menggelengkan kepalanya dan berkata: "Aku sudah pergi memeriksanya, tapi kepala rumah sakit mengatakan bahwa orang itu meminta untuk merahasiakan identitasnya, jadi kepala rumah sakit tidak bisa membocorkannya."

Merahasiakan identitas?

Kepala rumah sakit merupakan orang yang berpihak pada Keluarga Yang, dia pun tidak bisa membocorkan identitas orang itu.

Tampaknya identitas orang ini sangat luar biasa.

Winda sudah menjaga di dalam ruang pasien seharian, Ramon masih belum sadar kembali.

Pada malam hari, benar-benar sangat ngantuk hingga tidak bisa membuka mata lagi, Winda dibawa pulang ke Keluarga Yang oleh Elvan secara paksa.

Kali ini, Winda tidak mempunyai tenaga untuk tidak tidur sepanjang malam, sekali tidur sampai keesokan siangnya.

Setelah bangun untuk mandi, Winda mengambil ponsel dan melihat ada tiga panggilan tak terjawab, semuanya merupakan panggilan masuk dari Elvan.

Hati Winda langsung gemetar ketakutan, untuk apa Elvan meneleponnya begitu banyak kali, apakah terjadi sesuatu di dalam rumah sakit?

Winda segera menelepon balik, untungnya hal buruk yang dikhawatirkan olehnya sama sekali tidak terjadi.

Elvan memberi tahunya sebuah kabar baik, Ramon sudah sadar di pagi hari.

Winda langsung bergegas pergi ke rumah sakit, setelah masuk ke dalam ruang pasien, dia melihat Ramon yang sedang disuapi bubur oleh perawat khusus.

Ramon masih sangat lemah, dia berusaha untuk mengangkat sudut bibirnya dan tersenyum pada Winda.

Begitu melihat Ramon sadar kembali, hati Winda yang merasa khawatir selama beberapa hari ini, akhirnya sudah bisa lega.

Winda melangkah maju, mengambil mangkuk bubur dari tangan perawat khusus dan berkata: "Kamu pergi sibuk dulu, serahkan kepadaku saja!"

Meniup bubur yang masih panas supaya dingin satu sendok demi satu sendok, menyuap Ramon hingga menghabiskan semangkuk bubur.

"Terima kasih, Winda. " Kata Ramon dengan nada lembut.

Mata Winda memerah: "Untuk apa kamu mengatakan terima kasih? Semuanya salahku, kalau tidak, kamu tidak akan terluka, apakah ada tempat yang kamu masih merasa tidak nyaman?"

Ramon menggelengkan kepalanya dan berkata, "Aku merasa tubuhku sangat kuat sekarang, semuanya sangat baik."

Melihat perban yang masih ada beberapa bekas merah di dada Ramon, mata Winda mengelap. Tentu saja Winda tahu bahwa Ramon sedang menghiburnya.

"Baguslah kalau begitu, istirahatlah dengan baik selama beberapa hari ini. Masalah tentang perusahaanmu, jika kamu membutuhkan bantuan dari Keluarga Yang, kamu bisa mencariku."

"Uhm, hanya masalah sepele saja."

Ramon semakin berpura-pura santai, hati Winda akan semakin sedih.

Winda menemani Ramon berbicara sebentar, Winda tidak bisa menahan rasa bersalah di dalam hatinya, Winda tiba-tiba berkata: "Maaf, semuanya salahku!"

Ramon menatap Winda dengan tercengang, tidak menyangka bahwa dirinya sendiri sudah meluruskan pemikirannya yang salah, tapi Winda masih memikirkan masalah tadi.

"Sudahlah, kamu ini, jangan merasa bimbang lagi. Bukankah aku sudah sadar sekarang? Masalah ini sudah berlalu."

Ramon mengulurkan tangan dan ingin menyentuh rambut Winda.

Tapi saat ingin mengangkat tangannya, tangannya malah tidak mempunyai tenaga.

"Untungnya, orang yang terluka adalah aku. Jika orang itu adalah kamu, hatiku akan sangat sedih."

Perkataan Ramon membuat tubuh Winda menjadi gemetar, matanya penuh dengan tatapan sentuh, hidung sedikit masam.

"Ramon, aku. .."

"Jangan menangis, jika seperti itu, kamu sudah tidak terlihat cantik lagi!"

Hidup Winda hanya berada di antara Rumah Besar Yang dan rumah sakit.

Winda selalu membawa makanan untuk Ramon, Ramon ingin makan makanan apa pun, selama makanan itu memenuhi standar makanan bergizi, Winda akan berusaha memasaknya secara pribadi.

Pada siang hari, tepat selesai makan siang, setelah perawat khusus membersihkan peralatan makan, Winda berkata: "Ramon, maaf, karana mengalami kecelakaan ini, menunda perjalananmu yang ingin pergi ke partai pemerintah…"

Ramon sedikit mengerutkan alis dan berkata: "Winda, kenapa kamu mengatakan perkataan seperti ini kepadaku lagi? Dulu kamu tidak seperti ini!"

Dulu? Kapan?

Winda terbengong sejenak, bukankah dia dan Ramon baru kenal selama dua tahun?

Mungkinkah mengatakan bahwa Ramon juga memiliki bagian di dalam ingatan Winda sebelumnya?

Abang tidak memberi tahu kepada dirinya sendiri tentang beberapa masalah ini!

Jika mulai memikirkan beberapa masalah, itu akan menjadi tidak mungkin untuk dihentikan.

Setelah ragu-ragu sejenak, Winda tetap bertanya: "Ramon, aku yang dulu merupakan orang seperti apa?"

Novel Terkait

Adore You

Adore You

Elina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu