Cinta Yang Dalam - Bab 155 Mimpi Buruk

Neva tidur selama tiga hari tanpa bangun.

Dokter datang untuk memeriksa beberapa kali, simpulan terakhir dokter adalah indikator fisik Neva sudah pulih dengan baik.

Jika Neva masih tidak bangun, itu agaknya dirinya sendiri yang memilih untuk tidak bangun.

Gandi datang untuk menemani Neva selama beberapa jam setiap hari, sisa waktu lainnya Neva ditemani Wendi dan Shinta secara bergiliran.

Adapun Fandi, ia mendengar dari dokter bahwa kondisi tidur Neva yang dalam membutuhkan seseorang untuk datang dan lebih sering berbicara dengannya.

Jika Neva ingin bangun, dia pasti akan bangun.

Sore ini, ada seorang wanita asing di bangsal.

Shivas, orang yang mengaku sebagai teman Neva.

Dia menatap Neva yang sedang berbaring di ranjang rumah sakit, masker oksigen menutupi wajah Neva.

Shivas memang kenal dengan Neva, mereka berteman sejak masa sekolah.

Kemudian, sesuatu terjadi pada Keluarga Neva, sedangkan Shivas pergi ke luar negeri untuk sekolah, keduanya pun putus kontak.

Melihat wanita yang tidur tenang di ranjang, Shivas tersenyum pahit.

Neva tidur dengan tenang dan damai.

“Neva, aku datang untuk menjengukmu."

Shivas duduk, memegang tangan Neva dan mengelusnya dengan lembut.

Tangan Neva agak dingin, aliran darahnya sangat lambat, ini membuat tubuhnya butuh waktu lama untuk mengembalikan warna darah ketika ditekan.

"Kita sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Aku tidak menyangka pertemuan kita yang pertama kali setelah aku pulang negeri adalah berlatar belakang di ranjang rumah sakit." Shivas mengambil napas dalam-dalam, menahan air mata.

Dia masih ingat dengan jelas penampilan Neva yang lembut dan lucu saat masa sekolah.

Waktu telah berlalu, ketika bertemu lagi, Neva sudah sekarat.

Selama bertahun-tahun di luar negeri, Shivas telah banyak berubah. Dia sangat mudah beradaptasi dengan hal-hal baru. Dia juga telah menjalani beberapa operasi plastik.

Setelah pulang negeri, banyak teman lama mengatakan mereka tidak bisa mengenalinya.

"Kamu mau tidur berapa lama? Kamu tidak bergerak sepanjang hari, daging di tanganmu bahkan sudah menumpuk. Mengapa kamu mengemudi dengan begitu ceroboh sampai-sampai bisa bertabrakan dengan orang lain, sungguh pengemudi wanita, pembunuh jalanan..."

Shivas berkata sambil tersenyum, seolah tidak ada yang terjadi pada Neva.

Keduanya bercanda gurau, tertawa lepas.

Namun, saat Shivas tertawa, Neva masih berbaring di ranjang rumah sakit dengan ekspresi acuh tak acuh.

Fandi mengenal Shivas, tetapi hanya sebatas kenal.

Ketika Shivas menemukan Fandi dan berkata ingin menemui kakak iparnya, Fandi terkejut.

Kapan Kota Z ada wanita yang begitu cantik, proporsi tubuh nyaris sempurna. Wajahnya bahkan lebih luar biasa.

Tetapi setelah Shivas memperkenalkan nama, Fandi baru tahu bahwa wajah Shivas adalah hasil operasi plastik. Dia seketika kehilangan minat.

Namun, melihat Shivas dan kakak ipar sepertinya memiliki hubungan yang sangat akrab, dia malah memiliki perasaan yang baik lagi terhadap Shivas.

"Kakak ipar kedua sudah berkondisi seperti ini selama beberapa hari, dia hanya didukung oleh glukosa. Setiap hari ada orang yang memijatnya selama dua jam untuk menghindari kekakuan tubuh. Aku tidak tahu masalah apa yang mengganggu kakak ipar kedua sehingga dia menolak untuk bangun."

Fandi berkata dengan sedih. Akhir-akhir ini ekspresi ibunya juga semakin muram.

Untuk pertama kalinya ia menemukan bahwa Keluarga Tirta kehilangan banyak kesenangan ketika tiada kakak ipar kedua.

"Di mana Tuan Gandi? Apakah dia tidak pernah datang?" Tanya Shivas saat terpikir suami Neva.

Raut muka Fandi tampak berubah, "Abang kedua datang sekali sehari, tetapi dia memiliki banyak pekerjaan, jadi..."

Shivas agak marah, bagaimana bisa Gandi memperlakukan istrinya seperti ini.

Setelah pulang negeri, Shivas mendengar beberapa gosipan bahwa Neva ditinggalkan oleh Gandi bagai sesuatu yang tidak berharga.

Tapi kondisi dulu berbeda dengan sekarang. Saat ini Neva dalam kondisi vegetatif, Gandi malah tidak menemaninya dan tidak mencari cara untuk membangunkannya, ini sungguh keterlaluan.

Shivas menatap wajah kuyu Neva. Mengingat penampilan Neva yang ceria pada masa sekolah, berbagai macam perasaan bercampur aduk di dalam hatinya.

Pintu bangsal terbuka, terdengar suara sepatu kulit yang sengaja diringankan. Fandi mendongak, berseru dengan takjub: "Abang kedua, kenapa kamu bisa datang pada jam segini?"

Biasanya Gandi datang pada siang hari di mana perusahaan sedang beristirahat makan siang, tetapi sekarang saatnya untuk bekerja di sore hari.

Gandi sekilas melihat tamu tak diundang di bangsal, berkata dengan tawar: "Siapa dia?

Shivas bangkit, menoleh untuk melihat Gandi, berkata, "Tuan Gandi, aku adalah teman Neva, Shivas."

“ Shivas ?” Gandi menggumam nama itu di mulut, dia sepertinya tidak pernah melihat nama ini di daftar informasi Neva.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” Nada bicara Gandi sedikit tidak menyenangkan. Meskipun Shivas adalah teman Neva, tetapi sekarang Neva perlu istirahat. Gandi tidak ingin ada yang datang dan mengganggu Neva.

"Istrimu sedang dalam keadaan seperti ini, tapi kamu malah tidak menjaganya selama 24 jam. Sekarang aku sebagai temannya mau menjenguknya dan merawatnya, apakah tidak boleh?" Shivas berkata dengan nada menghina.

Gandi tentu menyadari ketidakpuasan yang terkandung dalam nada itu. Dia mendengus dingin, "Bagaimana jika aku bilang tidak boleh?"

Shivas memandang Gandi dengan ekspresi tidak percaya. Dia tidak menyangka Gandi masih segitu keras kepala pada saat-saat seperti ini. Dia berkata dengan nada berat: "Walau kamu mengatakan tidak boleh sebanyak seratus kali, aku tetap akan tinggal di sini untuk merawat Neva."

Gandi merapatkan bibir, tidak lagi menghiraukan Shivas.

Ada orang yang menjenguk Neva dan mengingatkan Neva peristiwa-peristiwa masa lalu tentu merupakan hal yang baik untuk merangsang Neva bangun.

Namun, jika orang yang melakukan perbuatan baik ini penuh permusuhan terhadap dirinya, itu sudah termasuk urusan lain.

Melihat situasi sedikit tegang, Fandi bergegas maju untuk memecah ketegangan tersebut: "Jangan marah, jika Neva bangun, dia pasti tidak ingin melihat kalian seperti ini."

Shivas duduk dengan frustrasi, mengabaikan Gandi.

Gandi memandang Neva yang masih diam di depannya, seperti namanya, diam dan tidak mengganggu siapa pun.

"Apakah kamu masih tidak mau bangun? Kamu mau dilayani orang-orang sampai kapan? Kamu pikir dengan tidur lebih lama dan membuat orang lain semakin merasa bersalah, maka kamu pun akan dimaafkan?" Kata-kata dingin Gandi seolah mengungkapkan kedengkian tak berujung terhadap Neva.

Shivas ingin memaki lagi, Fandi segera menahannya.

“Kamu jangan marah lagi, abang kedua melakukan ini untuk merangsang kakak ipar kedua.” Fandi berkata dengan lembut.

Bagaimanapun Shivas benar-benar baik pada Neva, Fandi tidak boleh memihak pada keluarga. Tetapi dia paling tahu karakter abang keduanya, kata yang diucapkan selalu berlawanan dengan isi hati, memandang tinggi harga diri.

“Apakah kamu mau berpura-pura bisu sepanjang waktu?” Gandi sekilas melihat Shivas yang sedang melirik dirinya dengan emosi, berkata sembari duduk di tepi ranjang.

Neva sedang bermimpi, mimpi yang sangat menyakitkan sehingga dia tidak berani membuka matanya untuk menghadapi dunia.

Dia bermimpi suatu pagi pada bertahun-tahun yang lalu, Nardi pergi bersama Berty atas paksaannya.

Nardi pergi ke Negara M, kemudian menjalani operasi.

Tetapi operasi gagal, Nardi kesakitan hingga berguling-guling di tempat tidur, tidak henti membatuk darah.

Dokter menyeret Nardi untuk melakukan penyelamatan kedua kalinya. Kali ini nyawa Nardi akhirnya terselamatkan, tetapi malah meninggalkan gejala sisa.

Nardi sewaktu-waktu merasakan sakit pada tubuhnya. Dia setiap kali mengalami sakit yang dahsyat hingga kehilangan akal dan membenturkan kepalanya ke dinding.

Neva ingin menghentikan Nardi, tetapi setiap kali dia mengulurkan tangan, tangannya tidak bisa menyentuh tubuh Nardi.

Neva menyaksikan Nardi tumbuh dengan diiringi kesakitan dari tahun ke tahun. Dia melihat Nardi berkali-kali mencari nomor kontaknya, mengklik QQ-nya, membuka WeChat-nya, mengedit email dan memasukkan alamat emailnya, tetapi setiap kali sampai di langkah terakhir, Nardi selalu memilih untuk menyerah.

Melihat itu, hati Neva terasa pilu.

Dia mendengar Nardi bergumam: "Kakak, aku merindukanmu."

Seluruh hati Neva hampir hancur, dia ingin bergegas maju dan memeluk Nardi.

Kali ini, dia akhirnya berhasil.

Tetapi ketika Nardi mengangkat kepala, Neva melihat bahwa wajah Nardi telah menjadi tengkorak.

"Kakak, kenapa kamu tidak datang untuk melihatku? Kakak, kenapa kamu mengusirku? Kakak, apa yang salah denganku...Kakak, aku benci kamu!"

Neva panik, dia menjerit keras, dia kemudian merasakan sakit di sekujur tubuhnya, dia bergumam: "Nardi, Nardi..."

Novel Terkait

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
3 tahun yang lalu