Cinta Yang Dalam - Bab 361 Apakah Ada Sesuatu di Wajahku

Winda tercengang, kenapa anak polos ini bisa memanggil mereka seperti ini.

Sedangkan Gandi yang membelakangi Winda, dalam sekejap tersenyum dan memiliki kesenangan tergantung di wajahnya.

Anak ini, bagus sekali sikap dan penampilannya. Tidak sia-sia sudah menyayanginya.

Kali ini Sabrina baru sepenuhnya sadar. Dia barusan tadi sepertinya baru saja mengakui seorang ayah dengan murahannya.

Wajahnya memerah, dia dengan cepat turun dari mobil lalu berlari ke depan Winda dan memeluknya.

“Mama....”

Suara manis yang sengaja diperpanjang dengan suara manja ini membuat Winda langsung meleleh kemarahannya.

Dia berlutut sejenak, lalu memeluk Sabrina dengan lembut.

Tapi mendengar Sabrina yang merintih tiba-tiba, Winda mengerutkan kening dan dia buru-buru melepaskannya dengan penuh perhatian.

Kemudian dia membuka lengan baju Sabrina, dan menemukan beberapa memar yang ada di tangannya.

Anak yang tidak tahu apa-apa ini. Winda yang selalu merasa cukup baik membesarkannya, wajahnya pun langsung muram.

Dia tidak berani menyentuh luka Sabrina. Dia berkata dengan pelan, “Sayangku, apakah sakit?”

Sabrina mengangguk lalu menggelengkan kepalanya. Suara yang bgitu lembut bergema di telinganya.

“Ketika sendirian itu terasa sangat sakit, namun ketika ditemani oleh mama dan papa, itu terasa tidak sakit lagi.”

Winda mengerutkan kening, merasa ucapan putrinya ini ada yang salah.

Tapi setelah ragu sejenak, dia tidak membenarkan ucapan putrinya.

Gandi turun dari mobil, di tangannya menenteng sebuah kantong kertas putih, lalu dia menyerahkannya ke Winda, “Ini obat untuk Sabrina, semprotkan lalu pijat sebentar, itu sudah cukup.”

Winda mengiyakan, dia bangkit dan mengambil kantong itu, lalu berkata, Maaf sudah merepotkan dan membuat tuan Gandi sampai keluar uang. Ini untuk....”

“Sudah, hentikan!” Gandi tiba-tiba langsung melambaikan tangannya menghentikan gerakan Winda selanjutnya.

Wanita ini, lagi-lagi mau menggunakan uang untuk membuat jarak dengannya.

Dia baru saja mau bicara, Gandi sudah tahu maksudnya.

Sabrina membelalakkan mata indah yang bisa melelehkan hati orang itu, tersenyum lalu berkata, “Mama, paman adalah orang baik. Dia juga sangat baik padaku!”

“Em.” Jawab Winda dengan perasaan hati yang tidak karuan.

Kali ini masalah Sabrina ini telah dibantu Gandi, dan sangat berterima kasih padanya. Kalau tidak, Sabrina pasti masih diganggu dan dipukuli entah berapa kali oleh mereka.

Sabrina telah kehilangan sosok seorang ayah dalam masa pertumbuhannya ini.

Meski tak pernah mengatakannya, Winda dalam hati selalu merasa kalau dia bersalah dan berhutang banyak pada putrinya ini.

“Sayangku, jika ada masalah atau apapun kedepannya, kamu pertama kali harus mengatakannya pada mama, kamu tahukan?” kata Winda sambil mengelus rambut panjang dan indah Sabrina dengan suara pelan.

Begitu mendengar hal yang jadi serius ini, kepala Sabrina terkulai, dan dia berkata pelan ke mamanya,"Mama, apa aku sudah membuat masalah?”

Membuat masalah, membuat masalah...

Ucapan yang begitu familiar ini, Winda kehilangan ingatan dan tidak merasakan ini. Namun Gandi, yang malah terkejut dan tersentak mendengar ini.

Ini adalah ucapan familiar yang sering sekali diucapkan oleh wanita di depannya.

Winda dulu sudah terlalu sering membenci dirinya sendiri. Dia selalu saja merasa apa yang dilakukannya malah membebani Gandi.

Oleh karena itu, jika Gandi sedikit saja menunjukkan sikap kerasnya, maka Winda akan segera melemah kemudian mengakui kesalahannya.

Walaupun sering kali, dia tidak melakukan kesalahan apapun..

“Tidak, sayang kamu ini membela dan melindungi dirimu sendiri. Mama yang salah. Mama tidak bisa melindungimu dengan baik sayangku.” Kata Winda merasa getir dalam hatinya dengan suara penuh kasih sayang. Tangan lembutnya mengelus pipi Sabrina yang putih dan lembut itu.

“Bukan, Mama, aku tidak seharusnya berkelahi. Aku adalah anak perempuan, harusnya aku lembut dan bermoral. Bukannya malah suka berbuat kekerasan. Kedepannya, aku pasti tidak akan lagi membuatmu khawatir seperti ini.”

Walaupun Sabrina masih muda, namun dia sudah memiliki konsep dan prinsip dalam hidupnya sendiri.

Sebenarnya dia bukannya tidak bisa berkelahi, namun karena dia berasal dari keluarga terpandang dan kaya raya sejak kecil. Jadi, sejak kecil di keluarganya dia sudah dilatih untuk bisa mempertahankan dan melindungi diri sehingga dia bisa bela diri.

Namun, dalam menghadapi anak-anak seusianya, yang sekali lihat hanyalah anak-anak biasa yang sekali pukul sudah kalah. Dia tidak bisa menyerang dan melawan mereka secara profesonal.

Karena dia takut nanti tanpa sengaja malah melukai teman-teman sekolahnya itu dan menimbulkan masalah bagi keluarga.

Winda mengajari Sabrina segalanya, tapi satu-satunya hal yang telah dia lewatkan.

Yaitu keluarga Yang tidak pernah takut dengan masalah apapun.

Hati Winda merasa getir dan sedih sekali. Seorang anak kecil demi melindungi dirinya sendiri terpaksa berkelahi. Winda sebagai seorang ibu, merasa sudah seberapa lalai menjalankan tugas sebagai ibu ini?

Untungnya, Gandi muncul tepat waktu dan melindungi Sabrina.

Dia seharusnya masih belum tahu, kalau Sabrina, itu putrinya.

Winda memikirkan ini sambil tanpa sadar menatap Gandi cukup lama tanpa teralih sama sekali.

Tatapan mata itu mengandung sesuatu selain kasih sayang.

Gandi menyentuh wajah Winda dan berkata sambil bercanda, "Apakah ada sesuatu di wajahku?"

"Hah?"

"Lalu kenapa kamu terus menatapkuj? Atau aku terlalu tampan, dan tanpa sengaja aku sudah merebut hatimu!"

Sikap Gandi yang santai dan terlalu Pede ini membuat Winda langsung memanyunkan bibirnya.

Selanjutnya, dia mengingatkan dirinya sendiri, ada apa denganku? Bukankah aku sudah memutuskan semuanya, kalau aku harus menghapuskan dan memutus semua yang berhubungan dengan masa lalu?

Setiap orang memiliki kehidupannya sendiri. Winda tidak bisa membiarkan Gandi merasakan kalau dia masih menyayanginya.

Sabrina melihat wajah ibunya yang memerah, lalu melihat senyum penuh arti dari paman Gandi dan dia tiba-tiba tersenyum.

Satu tangannya meraih tangan Winda, sedangkan tangan lainnya meraih tangan Gandi.

Meskipun dia tidak bicara, pemandangan ini lebih terlihat seperti sebuah keluarga.

Winda mencoba melepaskan tangannya, karena tidak mau membuat orang lain salah paham.

Namun, Sabrina menggandeng tangannya dengan erat. Dan tak berniat melepaskannya. Winda menunduk dan melihat harapan di mata Sabrina, hatinya melembut entah kenapa.

Sedangkan Gandi, dia malah senang melihat kesalahpahaman seperti ini.

“Maaf merepotkanmu kali ini, Tuan Gandi. Lain hari aku akan mentraktirmu makan untuk membalas budimu.” Udara jadi semakin menghangat karena gerakan dadakan dari Sabrina ini. Sehingga masih terasa canggung. Winda pun terpaksa mengalihkan topik pembicaraan.

Gandi sedikit melengkungkan bibirnya, mengulurkan tangannya dan merapikan rambut berantakan Winda yang ada di keningnya, lalu bekata dengan lembut, “Tidak tahu lain hari ini, itu kapan?”

Menghadapi kelembutan pria tersebut, tubuh Winda bergetar.

Namun, dia segera menyesuaikan pikirannya dan berkata dengan lembut, "Kapan Tuan Gandi maunya?"

Winda sudah terbiasa dengan sikap Gandi yang tak tahu batas ini.

Tapi dia tidak menyangka, Gandi membungkuk dan berkata pada Sabrina, "Sabrina, paman boleh mengantarmu pulang, ya?”

Kepribadian Sabrina yang sedikit unik ini dari awal merasakan kalau paman Gandi punya perasaan kepada ibunya.

Walaupun, dia tidak membenci paman ini.

Tapi dia mundur dan bersandar ke kaki Winda, lalu berkata dengan manjanya, “Sabrina mau pulang bersama mama.”

“Em....anak baik.” Winda langsung memasang senyuman di wajahnya saat Sabrina berkata dengan senang dan manisnya.

Tapi tidak disangka, Gandi malah melototi Sabrina. Menyuruhnya untuk tidak aneh-aneh lagi.

“Apa kamu tidak dengar apa yang dikatakan mamamu pada paman?”

Sabrina memiringkan kepalanya dan setelah berpikir sejenak, mengangguk lalu berkata, “Iya aku dengar!”

“Paman dan mamamu ini mau pergi makan bersama, apa kamu mau ikut juga?” tanya Gandi seperti sedang memikirkan niat setannya, yang mau mengarahkan Sabrina ke niatnya itu.

Sabrina sudah memiliki pemahaman samar mengenai hubungan antara wanita dan pria.

Dia memiringkan kepalanya dan memikirkan sejenak, jika dirinya ikut pergi sepertinya itu sedikit, sedikit tidak berguna?

Dia ingat dulu pernah membaca sebuah kalimat di buku, hal seperti itu biasanya disebut dengan jadi obat nyamuk?

“Aku tidak ikut pergi. Aku mau pulang saja.”

Sabrina bicara sambil buru-buru menatap pengawal di belakangnya lalu berteriak, “Paman, paman bawa aku pulang!”

Pengawal itu terkejut sejenak, dan tanpa sadar langsung memandang Winda.

Ekspresi Winda juga sedikit tidak wajar, dia tidak menyangka putrinya akan berubah pikiran begitu cepat.

Ini itu, dianggap sebagai sebuah perlawanan dengan ibu kah?

Dia mengangguk dan memberi isyarat menyetujui hal ini kepada pengawalnya.

Pengawal itu melajukan mobil dan membawa pulang Sabrina.

Namun ketika Sabrina pergi, dia menggandeng tangan Winda dan meminta Winda menundukkan kepala agar dia bisa bicara di telinga Sabrina.

Winda membungkuk dan mendengar putrinya berbisik, "Ma, paman tidak punya niat baik untukmu, kamu harus hati-hati ya!"

Setelah selesai berbicara, Sabrina cukup bangga, lalu sengaja memberi isyarat tangan ok kepada Gandi. Lalu, dia naik mobil dan pulang ke rumah keluarga Yang.

Winda melihat Gandi, Gandi melihat Winda.

Winda berpikir, apa yang baru saja dikatakan oleh putrinya. Putrinya ini tahu banyak hal di usia muda ini?

Sebaliknya, hati Gandi senang sekali karena gadis kecil itu sehati dengan dirinya, untuk tidak jadi obat nyamuk.

Begitu menoleh, seperti memberi peringatan kepada Winda untuk berhati-hati.

Jika bukan karena dia mengikuti pelatihan khusus di luar negeri dan belajar bahasa bibir. Si kecil itu pasti sudah benar-benar bisa bertahan di sana.

Hanya tinggal mereka berdua sekarang, Gandi berkata, "Nona Yang apa suka di sini?"

Tanpa sadar Winda menggelengkan kepalanya, lalu bereaksi dari pikirannya dan bertanya, "Mengapa Tuan Gandi menanyakan hal ini?"

"Aku lihat Nona Yang, sepertinya tidak ingin pergi dari tempat ini. apakah mau aku pesankan makanan lewat online saja, lalu kita duduk dan makan di pinggir jalan?”

Ucapan menggoda Gandi ini membuat wajah Winda langsung memerah.

Tapi dia tidak akan mudah terlena. Dia pun berkata dengan tidak mau kalahnya, “Aku hanya bilang mau mentraktir tuan Gandi makan. Namun tidak bilang kalau hari ini kan?”

“Em?” terdengar suara tajam Gandi. Emosi yang tidak bisa dimengerti oleh Winda terungkap di matanya, dan dia berkata, “Kalau begitu aku yang akan mentraktir Nona Yang untuk makan sekarang, apakah dengan begini boleh?”

“Tapi… itu tidak benar!” Winda hendak mengiyakan, tapi tiba-tiba berhenti. Dia merasa ini terlalu mudah untuk menyetujuinya.

Dia memandang Gandi, dengan nada menggoda yang sama seperti Gandi tadi, "Tuan Gandi, apakah ini sedang berusaha kencan denganku?"

Niat Winda adalah membuat Gandi terlihat canggung dan tidak nyaman.

Namun selanjutnya sudah melewati ekspektasi Winda, Winda yang seperti itu malah hanyalah godaan anak kecil bagi Gandi.

Dia mengangguk tanpa ragu-ragu, dan berkata, "Nona Yang benar sekali. Aku tidak tahu apakah kamu mau menerima dan menikmati dengan cuma-cuma hal ini?”

Karena itu, Gandi sudah membuka pintu depan tepat di samping bangku depan, dan memberi isyarat kepada Winda untuk masuk ke dalam mobil.

Winda memandangi penampilan Gandi yang begitu sopan itu, menghela napas berat dan terpaksa melangkah masuk ke dalam mobil.

"Karena kamu telah membantu Sabrina hari ini, aku terpaksa menyetujui ini!”

Namun, dia tidak naik di bangku depan yang mana pintunya dibuka oleh Gandi. Dia malah membuka pintu belakang mobil sendiri dan duduk di kursi belakang.

Adapun mengenai mengapa dia mengambil kursi belakang, dia hanya merasa kursi belakang harusnya lebih aman saja.

Gandi memandangi wanita ini yang agak keras kepala, dan tidak bisa menahan diri untuk tidak melengkungkan bibirnya.

Tidak masalah, dia memiliki kesabaran yang sekokoh gunung es dan memiliki garis pertahanan yang kokoh, dia juga memiliki kepercayaan diri untuk meluluhkan dan menerobos hatinya.

Novel Terkait

1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
4 tahun yang lalu