Cinta Yang Dalam - Bab 132 Memukulnya Sampai Mati

Gandi merasa emosional, tetapi, dia sendiri tidak menyadari mengapa dirinya merasa begitu emosional.

Hanya saja, Gendut Guo ini menyentuh wanitanya, hanya dari hal ini saja Gandi sama sekali tidak bisa menerima.

Gendut Guo ini sedang menantang keluarga Tirta, sedang menginjak harga diri keluarga Tirta!

Beberapa pria muda sudah ketakutan sampai tubuhnya bergetar, mereka meninggalkan wanita-wanita dan ada yang beberapa sudah melarikan diri.

Mereka takut kalau Gandi benar-benar marah dan menghabiskan mereka semua nanti.

Gandi merasa kemarahannya masih memenuhi perutnya, sama sekali belum selesai melampiaskannya.

Dia terus melemparkan botol satu per satu ke kepala Gendut Guo, pada awalnya Gendut Guo masih bisa berteriak dengan kesakitan, pada akhirnya dia hanya bisa menggerakkan jarinya untuk menunjukkan bahwa dia masih hidup.

Sementara pada saat itu, wajah dia sudah tidak bisa dikenal lagi.

Pecahan kaca botal, bir dan darah campur bersama, adegan ini terlihat sangat menakutkan.

Meskipun Fandi juga ingin memukul Gendut Guo sampai mati, dia tahu tidak boleh membiarkan abang keduanya terus memukul dia begitu saja, Gendut Guo ini adalah satu-satu anak putra keluarga Guo.

Kalau keluarga Guo bersikap keras kepala dan mau membalas dendam, bisa jadi Gandi akan dipenjara.

Fandi menghampiri abangnya dan merebut botol bir di tangannya kemudian melemparknya ke atas meja, selanjutnya dia menghalang di depan abang kedua agar dia tidak bisa terus memuku gendut Guo.

Begitu Fandi baru menghampirinya, sebotol bir sudah terlempar.

Jantung Fandi mengerat, dia terkejut sampai langsung jatuh duduk ke atas sofa. Kemudian dia mendengar suara pecahan kaca, kali ini botol terlempr ke kaki Gendut Guo.

Gandi mau mengambil botol lagi, tetapi meja sudah kosong.

Dia melihat ke bawah dan baru sadar tidak tahu sejak kapan semua botol yang berada di atas meja sudah dilempar habis olehnya.

Pada saat itu, Fandi segera memeluk abangnya dan berkata: "Abang kedua, jangan pukul lagi, dia sudah mau mati!"

Gandi menatap ke gendut Guo yang sudah tidak sadar diri dengan alis mengerut, tangan dia yang tadinya mengerat menjadi sebuah tinju juga akhirnya melega.

Dia mendorong Fandi dengan lembut, kemudian bersikap tenang kembali: "Kalau kamu masih mengundang aku menghadiri acara seperti ini, aku akan memberi tahu ibu, lihat saja apakah ibu akan memukul kakimu sampai potong!"

Fandi merasakan kedinginan di kakinya, tidak tahu mengapa dia merasakan perasaan seolah-olah kakinya telah putus.

Fandi tertawa: "Abang kedua, apa yang sedang kamu katakan? Aku hanya ingin mengajak kamu ke sini untuk menikmati bersama. Siapa tahu kamu malah membawa kakak ipar kedua datang...."

Kata-kata Fandi ini membuat Neva yang sudah merasa agak baikan mengerutkan alisnya.

Adik ini benar-benar sangat tidak bisa dipercaya.

Berarti kalau Neva tidak datang hari ini, Gandi akan bermain dengan para gadis?

Suasana diam di dalam ruangan membuat orang merasa canggung, yang berdering hanya suara musik.

Gandi memegang tangan Neva dan berjalan ke arah luar.

Fandi meragu sejenak, melihat pasangan gadis yang telah menunggu dia sangat lama dengan wajah tidak tega sebelum mengikuti di belakang Gandi.

Pintu ruangan sudah dibuka oleh salah satu pria muda.

Pada saat Gandi mau melangkah keluar, gendut Guo malah berkata lagi dengan lemas: "Gandi, kamu jangan sombong.... suatu hari, kamu pasti akan membayar semua ini!"

Kata-kata dia terdengar tidak percaya diri, Gandi menoleh ke belakang untuk melihat siapa yang bersuara lagi, sementara tatapan semua orang sudah tertuju kepada gendut Guo.

Luka Gendut Guo lumayan parah, dia baru saja merasa agak sadar diri dan mendengar Gandi sudah mau pulang, akhirnya dia pun terdorong oleh emosi dan mengatakan kata-kata seperti itu.

Kenapa? Mau pergi saja setelah memukul aku?

Gandi tertawa dengan dingin: "Kamu bilang apa?"

Gendut Guo ingin menangis sampai mati, tidak peduli siapakah itu, dia tidak bisa mengalahkannya pun dia mau menggigit sepotong dagingnya untuk membalas dendam. Gendut Guo membuka mulutnya dan ingin mengatakan sesuatu lagi.

Tetapi sebuah bantal pun jatuh ke mulutnya, suara Fandi berdering di telinganya: "Kamu ini benar-benar bodoh, abang kedua aku itu tidak pernah mau diancam orang lain, kamu tidak ingin hidup lagi ya? "

Gendut Guo tertawa dengan dingin, dia ingin berkata kepada Fandi bahwa dia sama sekali tidak takut kepada Gandi.

Fandi takut gendut Guo membuat abang kedua semakin marah lagi, kalau begitu, abang kedua kemungkinan besar akan membunuh dia begitu saja.

Jadi Fandi pun terus menekan gendut Guo dengan bantal, sampai tubuh gendut Guo menjadi lemas dia baru melepas tangan.

Kadang-kadang, solusi terbaik untuk menghadapi ancaman adalah membuat dia tidak bisa bersuara.

Fandi sangat mengerti dalam mengahadapi masalah seperti ini.

Melihat adegan ini, Gandi pun tidak berkata apa-apa lagi, sambil memegang keluar Neva dia keluar dari ruangan dan berjalan ke arah lantai bawah.

Neva harus berlari baru bisa mengikuti langkah Gandi.

Kalau melihat dari sudut pandang orang ketiga, adegan ini terlihat seperti Gandi sedang menarik Neva pergi bersamanya.

Neva bisa merasakan kegelapan ekspresi Gandi, berpikir tentang ekspresi dia yang menakutkan tadi, Neva merasa agak merinding. Benar-benar terlalu menakutkan.

Neva tidak berani berbicara, dia takut Gandi semakin marah dan melampiaskan kemarahannya kepada dia.

Setelah keluar dari gerbang klub, Neva baru tiba-tiba ingat ponsel dia sepertinya ketinggalan di dalam ruangan.

Setelah meragu sejenak, Neva baru berkata: "Tuan Tira, itu, ponselku masih berada di dalam ruangan tadi..."

Gandi yang baru mau berjalan menuju mobilnya berhenti melangkah, dia menoleh Neva dengan ekspresi yang masih gelap seperti tadi.

Neva langsung terasa seperti kucing kecil yang ditahan lehernya, dia merasa ketakutan sampai tidak berani bersuara.

Dia takut dia tidak hati-hati membuat Gandi marah lagi.

Merasakan ketakutan dan tatapan Neva yang menghindarinya, Gandi pun merasa semakin marah lagi.

Dia adalah suaminya, buat apa dia merasa takut?

"Kamu takut ya?" Gandi bertanya dengan suara tenggelam.

Tubuh Neva langsung bergetar, dia ingin mengangguk secara refleks, tetapi dia tiba-tiba teringat tidak boleh mengangguk.

Jadi dia pun segera menggelengkan kepalanya: "Tidak, Tuan Tirta sangat baik dengan aku, aku tidak..."

"Kamu takut aku memukul kamu seperti memukul gendut Guo tadi?" Gandi langsung melangkah ke depan dan mengangkat dagu Neva.

Neva ketakutan sampai bahkan tidak berani menggerakan bola matanya, pegangan Gandi di dagunya pun mengerat, sampai Neva merasa dia bisa memutuskan lehernya begitu saja.

Neva tahu Gandi marah karena dia, dia juga merasa sangat berterima kasih.

Tetapi Gandi terlalu emosional, Neva khawatir dirinya juga ikut kena nanti.

Neva menggelengkan kepalanya lagi dan berkata dengan tulus: "Tuan Tirta, benar-benar tidak ada. Aku sangat berterima kasih kepada kamu telah menolong aku tadi!"

Gandi menatap ke mata Neva dengan dalam, sebenarnya, hanya dari tatapan Neva yang ketakutan, Gandi sudah tahu bahwa Neva dari dalam hati itu takut kepadanya.

Pada saat itu hati Gandi pun merasa tersentuh dan merasa lembut, dia mengelus kepala Neva dengan lembut dan kelembutan seperti ini membuat Neva melamun sejenak.

"Tuan Tirta, kamu kenapa?"

Kalau tidak bertanya masih bagus, sekali bertanya, ekspresi Gandi langsung berubah.

Dia langsung menarik balik tangannya dan mengeluarkan sebuah batuk kecil untuk menutupi kecanggungnya: "Tidak ada!"

Neva tiba-tiba merasa dirinya tidak mengerti Gandi lagi, dia meminta maaf kemudian diam tidak berbicara.

Gandi melihat Neva dari atas ke bawah, cheongsam yang Neva pakai ini menunjukkan kecantikan seorang wanita muda dengan sempurna.

Bentuk tubuhnya yang melengkung di depan dan belakang ini membuat Gandi yang pernah menyentuh Neva saja merasa apakah dirinya belum cukup mengerti bentuk tubuh Neva.

Wanita ini, sedikit seksi!

Gandi berpikir di dalam hati. Tetapi setelah teringat dengan tatapan gendut Guo yang jijik tadi sama tatapan para pria yang terus menatap ke Neva waktu mereka baru masuk tadi.

Gandi pun berkata: "Lain kali tidak boleh memakai baju ini lagi!"

Neva melamun sejenak, sebenarnya dia merasa cheongsam ini lumayan cantik.

Yang paling penting adalah, cheongsam ini didesain oleh Wendi khusus untuk dia, bagaimana dia bisa tidak memakainya?

Jadi, meskipun tahu tidak boleh membantah perintah Gandi, ditambah tahu suasana hati dia sedang buruk sekarang, Neva tetap berkata dengan lembut: "Tuan Tirta, cheongsam ini dibuat Wendi untuk aku, aku...."

"Kamu tidak mau mendengar kata-kata aku?" Gandi langsung memotong kata-kata Neva.

Tubuh Neva bergetar, dia melihat Gandi dengan ekspresi ingin berkata sesuatu, tetapi pada akhirnya dia hanya bisa menggelengkan kepalanya dan berkata: "Aku tahu"

Gandi menarik Neva ke dalam mobil dan menutupi pintu dengan geraka kasar.

Lengan Neva terasa agak sakit karena gerakan Gandi yang kasar, pria ini selalu bersikap kasar kepadanya.

Neva itu seperti mainan dia, dia memang akan melindungi Neva, tetapi fungsi Neva juga hanya untuk dia melampiaskan nafsu saja.

Cinta benar-benar adalah kemewahan yang jarang bisa dimiliki dan susah untuk bersikap adil!

Novel Terkait

The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
3 tahun yang lalu