Cintaku Yang Dipenuhi Dendam - Bab 232 Kembali Ke Dalam Negeri (1)

"Aku ingin berjumpa dengannya lagi" Karena sudah dilihat Lan Ke, aku pun tidak ingin bersembunyi lagi.

Lan Ke merasa sangat frustrasi, "Apakah tuan itu benar pantas untuk kamu meresikokan nyawamu dan nyawa di dalam kandunganmu ?!"

Aku menghela sebuah nafas lega dan berkata dengan suara kecil : "Aku tidak memiliki solusi lain lagi, aku tidak bisa melihat dia mati begitu saja"

Lan Ke marah sampai berjalan turun dari tangga dengan cepat, tetapi akhirnya dia tidak bisa menang denganku, "Baik, aku temani kamu untuk terakhir kali ini, kalau dia tetap bersikap seperti itu, kamu tidak boleh berjumpa dengannya lagi, kamu harus ikut aku kembali ke negara kita, dengar?"

Meskipun aku tidak ingin pergi begitu saja, aku tetap mengangguk dan setuju dengan perjanjian ini, hatiku memiliki sedikit harapan untuk terakhir kali, aku berharap kali ini bisa ada perubahan.

Ditemani Lan Ke, aku pun datang lagi ke tempat Tuan Kelima ditahan, penampilan dia masih sama seperti dulu, tatapannya membawa sedikit rasa tidak berguna, rambutnya sudah agak panjang, kumisnya juga sudah tumpuh, kemeja dia sudah keriput dan kotor, tuan yang dulunya mulia dan tampan saat ini sudah tidak memiliki sedikit kesan baik. Meskipun begitu, ketika dia mengangkat kepalanya, tatapannya yang ringan tetap membawa sebuah godaan yang terpesona.

Aku berjalan secara perlahan dan duduk di tempat duduk yang berada di depan Tuan Kelima, di antara tempat duduk kami dihalangi jendela besi.

Tuan Kelima mulai merokok lagi, setelah menghisap rokoknya, dia baru bertanya aku dengan tenang : "Kamu datang berbuat apa lagi? Masih mau terus dengar tingkah laku aku terhadap wanita itu?"

Aku menarik nafas dengan dalam dan tangan kananku mengelus perutku yang masih tidak memiliki gerakan, "Aku datang untuk mendengar satu kata jujur darimu, dalam waktu kurang dari setengah bulan, kasusmu akan masuk ke proses pengadilan, kalau hasil pengadilan positif, kamu akan menghadapi hukuman mati, aku bisa tidak memiliki suami, tetapi anak di dalam perutku tidak bisa tidak memiliki ayah. Jadi, aku datang melakukan perjuangan terakhir untuk anak yang berada di perutku, aku mau berjuang untuk menarik ayahnya kembali dari tangan dewa kematian"

Aku melihat ke jendela kaca yang berada di bawah jendela besi, dari awal sampai akhir, tidak bertatapan dengan mata Tuan Kelima.

Yang bisa aku lakukan untuk dia dan anak di dalam perutku hanya begini saja. Aku mengira, ketika dia mendengar berita aku mengandung anaknya, dia akan merasa kaget dan terkejut, tetapi tidak menyangka......

Di dalam jendela besi itu, orang itu tidak bersuara, rokok masih berada di antara kedua jarinya, tetapi dia terlihat seperti lupa bernafas dan hanya menatap aku dengan diam.

Setelah sangat lama, dia mulai tertawa dengan suara besar, "Apakah kamu sedang bercanda? Tubuhmu memiliki ciri khas sulit hamil, waktu itu juga sedang berada di masa aman, kalau begini saja bisa hamil, berarti semua anak di jalanan adalah anakku?"

Aku melihat dia dengan kaget, dia mengatakan kata-kata ini dengan tenang, seolah-olah sedang berkata apa yang dia makan pagi ini. Nada suaranya sangat biasa dan alisnya membawa sedikit ejekan, seolah-olah dia sedang melihat seorang wanita yang mengandung anak pria lain tetapi sengaja memaksa dia untuk tanggung jawab.

Aku tidak bisa menjelaskan rasa sakit hatiku sekarang, orang yang paling dekat dengamu menyakitimu, rasa sakit itu menusuk ke jantungku, seolah-olah mau merobek aku menjadi dua, di bawah tatapan dia yang mengejek, tubuhku mulai berkeringat dingin dan bergetar, rasa sakit hati yang tidak bisa aku jelaskan dan rasa terhina yang aku rasakan membuat aku tidak bisa berada di sini lagi.

Aku berdiri dan berjalan ke luar tanpa berkata apa pun, tetapi sebelum aku bisa jalan keluar dari pintu dan tatapannya, penglihatanku terasa gelap, pada detik aku tumbang, sepasang tangan yang kuat memegangku dengan tepat aku, aku mendengar suara marah Lan Ke, "Apakah kamu masih manusia, kamu sampah!"

Selanjutnya aku pun tidak tahu lagi apa yang terjadi.

Pada saat aku sadar diri kembali, aku sudah berada di rumah sakit dengan Lan Ke berada di sisiku, bersama Chen Hui yang tidak tahu kapan datang, tatapan Lan Ke dipenuhi oleh kerisauan, dia terus menatap aku dengan diam dan Chen Hui hanya duduk di atas sofa dengan ekspresi serius.

Aku menyentuh perutku secara refleks dan Lan Ke pun berkata dengan lembut : "Anakmu tidak apa-apa, jangan risau"

Kemudian aku menghela sebuah nafas, tetapi ketika aku teringat dengan tuan yang kejam itu, mata dan hatiku terasa kosong lagi.

Lan Ke menatap aku dengan tatapan lembut : "Tunggu kesehatanmu sudah pulih, kamu harus kembali denganku, kamu sudah bejanji denganku, tidak boleh mengingkari janji"

Aku hanya diam, pergi? Aku tidak tega.

Chen Hui : "Pulang saja, Jiayu menyuruh aku harus membawa kamu pulang walaupun harus mengikat kamu. Tuan Kelima tidak pantas kamu perjuangkan, meskipun dia benar-benar tidak bersalah, dia juga tidak boleh berkata kata-kata kejam seperti itu. Jangan peduli dengan dia lagi, mati atau hidup, semuanya harus lihat karmanya sendiri, kalau akhirnya dia mati pun itu hasil tingkah laku dia sendiri"

Aku tetap diam dan tidak berkata apa pun, dibanding berada di depan Tuan kelima tadi, sekarang aku sudah jauh lebih tenang, seolah-olah kata-kata kejam yang dikatakan Tuan Kelima sudah pergi dihembus angin, atau seolah-olah kata-kata itu dikatakan beberapa puluh tahun lalu dan sudah tidak bisa melukai aku lagi.

Lan Ke mengerutkan alisnya, "Kamu masih tidak mau menyerah? Apakah kamu mau membuang harga dirimu ke lantai dan di injak oleh kaki dia baru kamu bahagia?"

Aku merasakan kemarahan berat dari seorang kakak, aku menatap ke wajah tampan itu yang sedang menunjukkan ekspresi marah dan akhirnya aku mengangguk, "Aku ikut kamu pulang"

Sepertinya aku sudah menyerah dan pasrah, hatiku sekarang sangat tenang, tenang sampai tidak ada hal yang bisa membuat hatiku terasa tersentuh lagi.

Wajah Lan Ke yang marah pun menjadi agak lega, "Aku segera pesan tiket pesawat"

Kemudian dia pun mengeluarkan ponselnya dan mulai menekan layar.

Setelah dua hari, aku dan Lan Ke menginjak ke dalam pesawat yang akan terbang kembali ke China. Chen Hui tidak kembali bersama kita, Tuan Kelima masih merupakan adiknya di kartu keluarga, jadi dia harus berada di sana terus perhatikan proses selanjutnya dan menunggu hasil pengadilan atau menunggu untuk mengurus mayat Tuan Kelima.

Kembali ke apartemen area militer, Jiayu dengan cepat membawa anaknya datang menjenguk aku, dia juga membawa Qiang Qiang kemari.

Jiayu tidak memarahi Tuan Kelima di depan Qiang Qiang, dia juga tidak membahas tentang Tuan Kelima bersamaku, Jiayu hanya menggendong anaknya dan duduk di atas tempat tidurku dengan ekspresi sakit hati.

Anak Jiayu sudah mulai bisa mengomel, mulut kecilnya bersuara kata seperti "Ibu Ayah", kadang-kadang juga bersuara "Tante" Setiap saat itu, aku akan mengelus anak Jiayu dengan senyum, anaknya gendut seperti sebuah bakpao putih kecil dan tangan kecilnya jernih seperti telur bening.

Anak Jiayu melihat aku dengan mata cantiknya dan terus berbicara satu per satu kata.

Pada malam hari, hatiku dan pikiranku terasa kosong total, tetapi aku tetap teringat dengan Tuan Kelima, hanya saja aku sudah tidak berharap lagi.

"Mama!" Qiang Qiang membuka pintu kamarku dengan perlahan, dia berdiri di luar pintu dan terlihat seperti ingin masuk.

"Qiang Qiang?" Aku duduk tegak dan melambaikan tanganku kepada anak kecil itu yang aku biarkan di sini selama hampir 10 hari, Qiang Qiang masuk ke dalam kamarku dan naik ke atas tempat tidurku sambil mengendong bantal kecilnya, kemudian dia masuk ke dalam selimutku dan melingkari leherku dengan tangan kecilnya, akhirnya dia membaringkan kepala kecilnya di bahuku, "Mama, Qiang Qiang tidak bisa tidur"

"Ibu juga tidak bisa tidur" Aku memeluk Qiang Qiang di bawah musim salju yang dingin itu.

"Mama, apakah ayah angkat benar-benar membunuh orang?" Qiang Qiang bertanya dengan suara tertekan di dalam pelukanku.

Aku mengelus rambut Qiang Qiang dengan lembut dan berkata : "Mungkin iya, ibu juga tidak tahu" Di dalam hatiku, aku tetap berharap kata-kata Tuan Kelima itu hanya kebohongan.

Qiang Qiang akhirnya pun tertidur di pelukanku, aku juga tertidur selanjutnya, kemudian aku bangun dengan terkejut karena mulut pistol berwarna hitam yang berada di mimpiku.

Novel Terkait

Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
3 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
3 tahun yang lalu