Cintaku Yang Dipenuhi Dendam - Bab 241 Gangguan (2)

Aisha tidak berani turun makan, sampai Lan Ke pergi, dia baru mengintip keluar dari dalam kamar, aku sangat serius berkata padanya: “Aisha, di kemudian hari tidak boleh lagi sembarangan omong dengar tidak! mulut sembarangan bicara lagi, angkat kaki kembali ke Vancouver!”

Sorotan mata Aisha menyusut, dengan lemah berkata: “Di kemudian hari aku tidak bilang lagi. Kenapa serius seperti itu.”

Aku tidak peduli dia, “Pergi bereskan meja, cuci mangkok.”

Ini merupakan sedikit hukuman kecil untuknya.

Aisha mencibir di mulut kecilnya, meski wajahnya tidak rela, tapi masih pergi membereskan dan mencuci mangkok.

Tuan Kelima malam hari jam 11 pulang, badannya ada sedikit bau rokok, sekali pulang pergi mandi dulu, setelah mandi, mengganti baju tidur yang bersih, baru berkata padaku: “Apa badanku tidak ada bau rokok lagi?”

Aku mencium dengan keras, mengangguk.

Tuan Kelima: “Kalau begitu bagus. Takut kamu tercium bau rokok tidak baik terhadap janin!”

Berkata sambil mau jalan keluar.

“Kamu tidak mengantuk ya?”

Aku memanggil.

Tuan Kelima: “Aku pergi ke ruang baca menyelesaikan sedikit urusan, kamu tidur dulu.”

Tuan muda berkata sambil berjalan pergi.

Aku terasa ngantuk, tapi tuan muda belum tidur, aku juga tidak bisa tidur, maka bolak-balik di ranjang. Hingga aku sudah tertidur, tuan muda masih di ruang baca. Pagi hari, saat aku terbangun, tidak melihat bayangan tuan muda di samping, secara reflek memanggil: “Tuan muda?”

Tuan Kelima keluar dari kamar mandi, “Aku di sini.”

Saat aku kelihatan pria itu, baru lega, tapi kelihatan dia sudah mengenakan pakaian dengan rapi, rambut juga tersisir dan tidak berantakan, lalu bertanya: “Apa kamu tidak tidur semalaman?”

Tuan Kelima tersenyum: “Mana mungkin, aku juga bukan terbuat dari besi. Hanya saja saat aku kembali ke kamar, kamu sudah tertidur, saat kamu bangun, aku sudah bangun duluan saja.”

Aku mengangguk seperti memikirkan sesuatu, tiba-tiba menjulurkan sepasang lengan bersikap manja dengan pria itu, “Papa adik bayi, peluk sebentar.”

Badan tuan muda jelas terlihat kaku sebentar, tapi hanya sesaat saja, lalu berjalan ke arahku, dua tangan panjang merangkul di pinggangku, aku mengikuti gerakan, memuncungkan bibir mau mencium bibir pria itu, tapi dia mengangkat tangan menghadang mulutku.

“Jangan cium, aku belum menyikat gigi.”

Apa benar?

Dia kelihatan segar, jelas dari tadi sudah selesai cuci muka dan menyikat gigi.

“Apa kamu kesal denganku?”

Dalam hatiku bukannya tidak pernah curiga, terlebih lagi digabungkan dengan perkataan Lin Xueman yang membingungkan itu.

Tuan muda: “Mana mungkin, Sungguh aku belum menyikat gigi. Di perutmu sekarang ada bayi, pasti harus lebih berhati-hati lagi, tidak boleh makan makanan yang kotor, juga tidak boleh ciuman.”

Perkataan tuan muda membuatku tersenyum pahit, apa yang disebut dengan tidak boleh mencium barang kotor, apa sampai kamu dan aku juga tidak bisa ciuman?

Ekspresi tuan muda kaku sebentar, dan kelembutannya kembali, merangkulku masuk ke dalam pelukan, “Kamu jangan banyak berpikir, nanti setelah lewat beberapa waktu, ciuman lagi saja? Aku merasa diriku tidak bersih.”

“Kamu kenapa bisa ada pemikiran seperti ini?”

Aku bertanya aneh.

Tuan muda tersenyum tak berdaya, “Mungkin ada sedikit gangguan psikis saja, urusan Malaysia.”

“Ow.”

Aku agak blank dan mengangguk, urusan Malaysia, apa membuatnya jadi trauma?

Jelas tidak terjadi apa-apa dengan mereka.

“Tuan muda.”

Aku memengang wajah pria itu, “Kamu jangan ada beban hati ok? Hal itu, aku juga tidak peduli, kenapa kamu peduli? Lagian, juga tidak terjadi apa-apa dengan kalian. Sudah, lupakan semua masalah yang tidak baik itu!”

Aku memuncungkan bibir, mencium sebentar di wajah pria itu.

Ciuman itu penuh perasaan.

Tuan Kelima mengangkat mata yang berkilauan seperti lautan, sangat tersentuh, tangan besar mengelus dengan lembut rambutku, “Aku tahu.”

Tuan muda sudah pergi kerja. Aku turun ke bawah makan sarapan, kedengaran di ruang makan, bibi Li mengomel berkata: “Tuan semalam merokok banyak sekali, pagi sekali saat aku pergi membersihkan ruang baca, kelihatan abu rokok di asbak, tertumpuk berantakan tidak tahu berapa puntung rokok. Nona Aisha, apa Xiao Xiao dan tuan bertengkar?”

“Bertengkar? Tidak!” Wajah Aisha tertegun.

Hatiku terkejut, tuan muda, apa memang benar semalaman di dalam ruang baca? Kalau seperti ini, trauma di hatinya, beratnya bukan biasa saja, takut aku bermesraan dengan dia, apa dia sampai ranjang juga tidak berani menyentuh?

“Kak, kamu sudah bangun.” Aisha kelihatan aku.

Bibi Li tersenyum ke aku, “Xiao xiao, sudah bangun ya, cepat sarapan, makan pagi sudah dihangatkan untukmu!”

Bibi Li mulai menyajikan ke atas meja sarapan yang dibuat khusus untuk aku ibu hamil.

Aku makan sambil melamun, berpikir gimana membuat tuan muda mengatasi traumanya. Apa seharusnya pergi cari psikolog ya?

Malam hari, tuan muda kembali dengan alasan mau menyelesaikan urusan berada di dalam ruang baca, aku diam-diam pergi dan berjalan masuk, kelihatan dia memegangi ponsel. Tidak tahu sedang mencari barang apa, dia sangat waspada, aku sudah menahan nafas dan fokus, meringankan langkah kaki, dia masih saja bisa merasakan.

Menyempalkan ponsel ke dalam kantong, tersenyum kepadaku, “Kenapa begitu diam-diam. Sama sekali tidak mirip dengan wanita yang sedang hamil. Bukannya wanita saat hamil menjadi lebih bodoh ya?”

Aku berjalan ke sana, duduk di atas pahanya, sepasang lengan mengait di lehernya, pipi menempel ke dia, kemesraan suami istri yang saling mencintai, “Aku lihat dari internet, orang bilang, kondisimu ini, paling baik pergi lihat psikolog. Minta psikolog bantu menenangkan, kamu tidak akan trauma begitu berat.”

Badan tuan muda kaku sebentar, lalu, menggunakan nada bicara yang sangat rumit bertanya padaku: “Xiao Xiao, apakah kamu menyerah denganku?”

Kata-katanya mengejutkanku, dan aku membalas :”Menyerah? Mengapa? Aku sungguh mencintaimu, kamu itu ayah dari anak dalam kandunganku, kepala keluarga kita bertiga.”

Tuan Kelima bernafas lega dan menjawab, “Beri aku sedikit waktu, semua akan membaik.”

“Baik.”

Aku terus memandangi wajah yang akrab dan rumit itu, mengangguk.

Setelah kembali ke kamar, aku pura-pura tidur, saat tuan muda kembali, aku tidak bergerak, pura-pura tidur nyenyak sekali.

Dia mencium rambutku sampai ke telingaku, dan kemudian berbalik untuk tidur.

AKu tahu dia tidak ingin aku menyentuhnya, lalu aku terus pura-pura tidur tidak bergerak, hingga di samping telingaku perlahan ada suara nafas yang tenang, aku tahu dia sudah tertidur, saat ini, aku menyampingkan badan, telapak tangan menopang kepala, mencium dengan ringan pipi pria itu.

“Tuan muda, cepat biarkan sinar matahari menyinari hatimu?”

Aku dengan suara kecil berkata.

Pagi hari, seperti biasa tuan muda bangun lebih pagi dariku, saat aku bangun, dia sudah bangun dari tadi, dan juga sudah merapikan diri sendiri dengan rapi dan bersih.

Aku tidak memintanya menciumku, meski sangat ingin.

Dengan telapak tangan di kepala, melihatnya.

Dia berjalan kemari, membungkukkan badan, menggunakan dahinya menempel ke aku, “Aku pergi ke kantor, kalau kamu bosan, minta Aisha pergi menemani keluar jalan-jalan, tapi harus ingat keamanan nomor satu.”

“Em, tahu.”

Aku membalas.

Tuan muda tersenyum padaku, gaya yang lembut dan juga tampan.

Tuan muda sudah pergi, aku tidak rela memanggil lagi, “Chen Bo?”

Novel Terkait

My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
5 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Si Menantu Dokter

Si Menantu Dokter

Hendy Zhang
Menantu
4 tahun yang lalu