Cintaku Yang Dipenuhi Dendam - Bab 240 Tidak Menyentuhnya (2)

Suara pengasuh yang panik dan ketakutan terdengar dari dalam telepon : "Nona Lin, nona kami sudah hampir tidak mampu bertahan lagi....."

Saat itu juga, jantungku tiba-tiba mulai melompat liar, deg deg deg, seolah-olah mau melompat keluar dari dadaku, pikiranku tiba-tiba kosong, aku memegang ponsel, namun bagaikan sudah tidak bernyawa.

"Xiao Xiao?"

Tuan muda memanggilku.

Aku kembali dari keterkejutanku, meskipun demikian aku merasa linglung, air mataku mengalir keluar, "Wen Yiru sudah hampir tidak mampu bertahan lagi."

Tuan Kelima : "Kamu harus tenang, jangan panik, dengar tidak?"

Dia mengingatkanku sambil membantuku mengambil pakaian dan memakaikannya untukku.

Hatiku terasa kacau balau, air mataku tidak berhenti mengalir, kenapa bisa begitu cepat? Dia masih belum berumur 60 tahun. Kenapa bisa pergi secepat itu?

Tuan Kelima membantuku mengenakan pakaianku lalu kami memanggil Qiang Qiang, setelah itu kami segera berangkat ke rumah sakit.

Jalan-jalan di Vancouver pada tengah malam sangat sepi, mobil Tuan Kelima melesat sangat cepat, meskipun demikian saat kami tiba di rumah sakit, kami sudah terlambat. Di koridor, pengasuh sedang menunduk dan menghapus air matanya, aku segera menghampirinya dan mau mendorong pintu kamar pasien, pengasuh memanggilku, "Nona Lin, tidak usah, nona sudah pergi."

Di saat itu, jantungku bagaikan sudah berhenti berdetak.

Aku memegang dadaku, raut wajahku tiba-tiba berubah pucat, Tuan Kelima memapahku, "Tenang, Xiao Xiao."

Aku menutup mataku dan menghembuskan nafas dengan pelan, "Sudah berapa lama?"

Pengasuh : "Baru saja."

"Aku mau bertemu dengan bibi Wen."

Mataku menutup dengan pelan dan air mataku langsung mengalir turun. Aku mengulurkan tangan mendorong pintu kamar pasien, pengasuh malah berkata :

"Sudah dikirim ke kamar mayat." pengasuh berkata sambil menangis, "Begitu nona meninggal, tuan Mo langsung menyuruh orang untuk mengirim nona ke kamar mayat."

Aku tertegun, bagaimana bisa dia berbuat seperti itu? Lalu saat ini terdengar suara Mo Ziqian dari dalam kamar pasien, dia sedang menelepon, "Benar, besok dimakamkan, besok pagi-pagi siapkan semua barang yang dibutuhkan."

Pintu kamar yang setengah terbuka memperlihatkan sosok Mo Ziqian dari samping, dia tetap begitu tampan tiada duanya, namun kenapa perkataannya membuat hatiku terasa sangat dingin, sampai menusuk ke dalam tulang.

"Kenapa! Bibi Wen baru saja meninggal, kenapa besok mau langsung dimakamkan, apakah kamu tidak mau menaruhnya di peti mati untuk beberapa hari?"

Aku bertanya.

Mo Ziqian menoleh, wajahnya bagaikan laut yang membeku, "Orangnya sudah mati, untuk apa masih melakukan upacara-upacara itu? Jangan bilang kalau hal-hal itu dilakukan maka orangnya bisa hidup kembali."

Seketika itu juga aku dibuat tidak bisa mengatakan apapun olehnya, hanya bisa memelototi pria di hadapanku dengan emosi yang bergejolak, dia benar-benar terasa sangat asing, begitu asingnya sampai-sampai aku merasa kalau aku tidak pernah mengenalnya sama sekali.

Tuan Kelima menghampiriku, dia meraih bahuku dan berbisik di telingaku : "Tidak usah mengurusi apapun, kita kembali dulu saja."

Aku dipapah oleh Tuan Kelima dan pergi meninggalkan rumah sakit.

Meskipun demikian, di dalam perjalanan pulang aku tidak mampu lagi menahan rasa sakit di hatiku, aku tiba-tiba menangis keras.

"Biar bagaimanapun dia adalah ibunya, bagaimana bisa dia berbuat seperti itu, memakamkannya dengan sembarangan seperti itu."

Tuan Kelima mengerutkan keningnya dan tidak mengatakan apapun, dia hanya mendengarkan keluhanku. Sampai kami sudah kembali ke apartemen, barulah Tuan Kelima berkata dengan lembut : "Jangan menangis lagi yah? Jangan menyakiti bayi kita karena kesalahan orang lain."

Perkataan Tuan Kelima membuatku sadar kembali, jika aku terus berkubang di dalam kesedihanku, hal ini sedikitpun tidak membawa kebaikan untuk anak yang ada di perutku.

Aku segera menghapus air mataku, "Maaf, aku salah."

Tuan Kelima : "Baguslah jika pikiranmu dapat sedikit lebih terbuka."

Dia membantuku turun dari mobil, aku tidak berani bersedih lagi dan mengambil nafas yang dalam, sambil di dalam hati berkata maaf sayang, mama sudah hampir menyakitimu lagi.

Keesokan harinya, Tuan Kelima mengantarku dan Qiang Qiang pergi ke pemakaman Wen Yiru, tidak ada upacara apapun, hanya langsung dimakamkan begitu saja.

Aku menyuruh Qiang Qiang memberikan penghormatannya yang terakhir kepada Wen Yiru, Mo Ziqian dan Lin Xueman membungkukkan tubuh mereka beberapa kali dengan hormat, lalu pemakaman ini sudah berakhir.

Mo Ziqian dan Lin Xueman pergi bersama dengan orang dari perusahaan pemakaman, aku berdiri di depan makam dan terus menatap wajah tenang yang ada di atas batu nisan itu, dia menatap keluarganya dengan tatapan yang hangat, melihat bagaimana dinginnya mereka mengurus pemakamannya.

"Kakak."

Dua hari kemudian, Aisha mencariku, tangannya menarik sebuah koper yang sangat besar, "Aku mau ikut kembali bersama kalian."

Setelah pemakaman Wen Yiru selesai, kami yang sudah mengistirahatkan tubuh kami sedang bersiap-siap untuk meninggalkan Vancouver, tiba-tiba Aisha datang.

"Kamu tidak menemani ayahmu?"

Aku menyemangati diriku lalu tersenyum dan bertanya kepada Aisha.

Aisha mengangkat alisnya dengan kekanak-kanakan, "Aku sudah berkata kepadanya kalau aku akan pergi ke China untuk beberapa hari, nanti saat aku kembali, aku akan menemaninya lagi."

Aku tersenyum sayang kepadanya, "Sudah membeli tiket pesawat belum, apa perlu bantuan dari kakak iparmu?"

Aisha : "Aku sudah membelinya dari kemarin-kemarin."

Sore hari kami bergegas ke bandara, pada dini hari belasan jam kemudian, kami sudah sampai di apartemen kami yang di China.

Kepergian Wen Yiru yang tiba-tiba membuatku tidak bersemangat untuk waktu yang lama, untung saja ada Aisha gadis pembuat onar ini, setiap hari dia memikirkan cara untuk dapat membuatku gembira. hari ini, begitu Aisha kembali ke rumah dia langsung berkata kepadaku secara misterius : "Kak, aku beritahu kamu satu hal."

"Hal apa?"

Wajah Aisha yang terlihat misterius membuatku merasa ingin tertawa.

Aisha : "Hari ini aku melihat kakak laki-lakimu."

Aku : "Emm, kenapa memangnya?"

Aisha : "Dia sedang makan dengan seorang teman, temannya itu sepertinya adalah seorang dokter, dokter itu bertanya kepada kakakmu, sudah berapa lama seperti ini."

"Apanya yang sudah berapa lama?"

Aku bertanya dengan penasaran.

Wajah Aisha yang cantik terlihat memerah, "Aku malu mengatakannya."

"Kenapa malu? Apakah mereka mengatakan sesuatu yang tidak pantas untuk anak-anak?" Aku bertanya dengan heran dan juga merasa lucu.

Aisha : "Bukan seperti itu. namun aku juga bisa dibilang tidak sengaja mendengar rahasia kakakmu, apakah kamu tahu alasan kenapa dia sudah setua itu tetapi masih belum menemukan pasangan hidupnya? Dia.....tidak bisa berdiri."

Aku memuncratkan jus jeruk yang ada di dalam mulutku.

"Kamu jangan menyumpahinya seperti itu."

Aku berkata sambil terbatuk-batuk karena tersedak.

Aisha berkata dengan serius, "Aku tidak menyumpahinya, dia sendiri yang bilang begitu, dia bilang....aaaa, yang jelas artinya sama dengan yang aku bilang barusan."

Wajah Aisha memerah, melihatku tidak mengerti, dia menjadi sedikit panik, aku lihat dia tidak seperti sedang bercanda, perkataannya membuatku sangat terkejut.

Apakah Lan Ke mempunyai penyakit?

Kelihatannya tidak mungkin!

Seseorang yang begitu tampan dan sehat.

Aisha : "Ok, tidak usah mempedulikannya lagi, biarkan aku mengelus keponakanku, dia sedang bergerak tidak."

Aisha mengulurkan tangannya yang halus lalu memegang perutku diatas piyamaku.

"Bayi kecil, keponakan kecilku, kamu tendang bibi sebentar yah."

Aisha berkata dengan lembut.

Bayi yang ada di perutku tentu saja tidak akan mempedulikannya, bayiku masih terlalu kecil, meskipun kadang-kadang ada gerakan janin, namun itu tidak teratur, selain itu harus dirasakan dengan sungguh-sungguh barulah dapat merasakannya.

Apakah Lan Ke benar-benar tidak bisa berdiri? (impoten)

Kenapa aku sulit mempercayainya, dia kelihatannya sangat sehat, sedangkan saat ini, aku masih belum menghubungkan keadaan tubuhnya yang seperti itu dengan perjalanan terakhir kami pada saat ke Malaysia dulu.

Di malam hari, Tuan Kelima berbaring di sampingku, dia menutup piyama yang dipakainya dengan sangat rapat. Dulu tuan muda tidak tidur dengan memakai baju, dia hanya memakai celana dalam saja, namun semenjak mereka menikah, sepertinya dia setiap hari membungkus dirinya dengan sangat erat.

Novel Terkait

The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu