Cintaku Yang Dipenuhi Dendam - Bab 176 Memeluk (1)

Terakhir, Tuan Kelima mengangkat tangannya bergantian berulang mengipas beberapa kali di kedua sisi mukanya sendiri yang tampan.

Orang yang berpapasan pun tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan suara tawa, di mukaku yang masih mengencang, malah juga tidak bisa menahan diri untuk tertawa, Tuan Kelima mengambil kesempatan menggenggam tanganku, meletakkannya di atas mukaku, “Kamu usap, sepertinya sudah membengkak?”

“Kepalamu yang bengkak.”

Aku sengaja tidak memberinya ekspresi muka yang bagus, namun dia sudah melihat jelas perubahan emosiku, dengan puas melengkungkan ujung mulut, menarik erat tanganku, “Ayo pergi, mau mencairkan kemarahan bisa dengan pergi makan.”

Aku dan Tuan Kelima pergi berjalan ke arah bagian tengah restoran, di sorotan ujung mata yang masih terlihat, kelihatan sebuah bayangan yang sangat akrab, itu Aisha, dia berdiri di tempat yang berjarak belasan meter dari kami, menonjolkan mulutnya keluar, dengan sangat marah melototiku.

Usai makan makanan ala barat, Tuan Kelima tidak mengantarku pulang ke rumah, malah langsung membawaku pergi ke samping sungai. Dengan udara bak udara musim gugur, langit-langit cerah berudara sejuk, indahnya membuat hati meluluh, Tuan Kelima memarkirkan mobil dengan baik, menarik tanganku pergi ke depan bianglala yang berpenampilan kokoh itu, langsung memberikan setumpuk uang 200 juta ke petugas tiket, “Aku book semua tempat, jangan beri orang naik lagi.”

Petugas tiket terkejut menerima setumpukan uang itu, dia tidak mengerti tujuan Tuan Kelima, uang tuan muda ini terlalu banyak kah?

Aku menarik-narik baju pria itu sebentar, “Hey, kamu kebanyakan uang sampai bingung ya!”

Tuan Kelima melirik ke diriku tertawa, “Aku hanya tidak ingin orang lain mengganggu dunia kita berdua.”

Mukaku jadi bergaris hitam, setiap kereta di bianglala itu tersekat satu per satu, siapa yang bisa menganggu siapa ya?

Orang yang naik bianglala berturut-turut turun, Tuan Kelima menarikku melangkahkan kaki pergi, saat ini, seluruh bianglala juga hanya tinggal kita dua orang saja.

Saat bianglala berputar berhenti di tengah-tengah, Tuan Kelima tersenyum tersipu-sipu membuka mulut: “Kamu lihat, pemandangan di sini, bagusnya tidak ada dua, benarkan?”

Itu masih perlu dibilang?

Tentu saja bagus tak ada tandingan!

Bagaimanapun di sini adalah langit selebar puluhan meter, dan juga di tempat di tengah-tengah sungai, juga bisa melihat puluhan ribu lampu, permukaan air berkilat pancaran cahaya, bayangan lampu yang terpantul, angin sepoi-sepoi yang meniupi wajah, itu berasal dari kenyamanan yang tak dapat diucapkan keluar.

Tuan muda ini sungguh bisa menikmati, di belasan meter langit yang tinggi ini menikmati pemandangan dari bianglala. Tuan muda di depan mataku, agak menyipitkan mata, sangat menikmati angin malam yang menghembus rambutnya, aku tiba-tiba teringat adengan beberapa bulan lalu, tepat di sini, orang ini membuang pasporku ke dalam sungai.

Saat itu aku jadi kesal, dengan sangat marah menginterogasi pria itu: “Ei, pasporku kamu buang ke dalam sungai disini kan?”

Tuan Kelima terkejut sebentar, matanya cantik bersinar-sinar, dia mengangkat tangan mengelus-elus kepala, berpura-pura bingung, “Hah… ya kah? Aku sepertinya tidak terlalu ingat lagi.”

Aku dengan cepat memelototinya, “Bilang lagi kamu tidak ingat!”

Tuan Kelima: “Eh…. Sepertinya pernah ya.”

“Katakan, mengapa kamu mau membuang pasporku ke dalam air! Kamu sebegitu tidak inginnya melihat aku senang ya!” Aku akhirnya bisa menemukan kesempatan untuk membalas dendam.

Bola mata Tuan Kelima berputar dan berputar, menjulurkan tangan menggaruk kepala, “Eh….. mungkin…. Aku sedang mimpi berjalan!”

Aku mengangkat kaki, di atas sepatu kulitnya yang hitam bersinar cemerlang dengan cepat menginjak kakinya, “jangan-jangan ini mimpi berjalan lagi!”

Tuan Kelima kesakitan memunculkan giginya, namun tidak berani berteriak keluar.

Aku akhirnya menangkap kesempatan untuk melepas amarah, duduk dengan hati lega, mulai menikmati pemandangan malam yang cantik dari bianglala.

Kaki Tuan Kelima kesakitan diinjak olehku, terselubungi dengan permukaan sepatu, tidak henti-hentinya mengelus kaki, tuan muda ini begitu besar, takutnya tidak pernah dimarahi dan dipukul oleh orang selain ayahnya, aku juga bisa dibilang sudah terlampiaskan amarahku.

Bianglala berhenti, aku pergi melompat duluan, kaki tuan muda kesakitan, ketika melompat ke bawah, masih ada sedikit pincang. Sambil berjalan, sambil berpura-pura pincang, seperti benar-benar sudah kuinjak sampai patah kaki.

Aku jelas tahu dia lebih banyak berpura-pura, tentu saja tidak mempedulikan pria itu, hanya peduli dengan menikmati pemandangan cantik kota di malam hari dari samping sungai yang berair tenang.

“Hey, kamu benar tidak sakit hati ya?”

Berjalan dan berjalan, tuan muda itu tidak bisa menahan diri, dengan hati yang sangat sedih bertanya.

Aku menolehkan kepala mengangkat alis ke pria itu, “Sakit hati apa?”

Ujung mulut Tuan Kelima langsung menarik, “Baik lah, anggap aku tidak berkata apapun.”

Selama aku berjalan, Tuan Kelima sepanjang jalan dengan diam mengikuti dari belakang, di depan ada penual manisan, aku mau beli sebatang, bertanya ke pria itu mau atau tidak.

Tuan Kelima menggelengkan kepala, mengerutkan alis, bergaya seakan berkata “Barang itu apa bisa dimakan” dengan paras wajah jijik. Aku tidak mempedulikannya, aku beli untuk diriku sendiri sebatang, sambil makan sambil dengan berjalan, berbalik dengan gaya yang cantik.

Novel Terkait

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
3 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu