Cintaku Yang Dipenuhi Dendam - Bab 146 Perencanaan (1)

Ketika aku sedang belanja, Tuan kelima selalu mengikuti di belakangku, tidak berkata dan terus mengikuti langkahku, ketika aku melangkah dia mengikuti, ketika aku berhenti dia ikut berhenti. Ketika aku membayar, dia juga berdiri di belakangku.

“Tuan, kalau tidak belanja, silakan lewat pintu keluar belanja.” Kasir menghentikannya.

Tuan kelima membalikkan badan dan pergi, ketika selesai membayar, aku menenteng kantong belanja dan bersiap-siap untuk pergi, aku melihat Tuan kelima sedang menungguku di pintu keluar depan. Aku berbalik dan masuk ke dalam mal.

Orang aneh ini, untuk apa mengikutiku.

Melewati belokan adalah toko pakaian dalam wanita. Kurasa dia seharusnya segan untuk datang, aku melihat-lihat sebentar dan memutar kepala, terlihat pria itu berdiri di pintu masuk departemen pakaian dalam dan memandang dengan santai. Ketika aku melihat ke arahnya, dia kebetulan sedang melihat ke sini dan kami berdua saling bertatapan. Ada senyuman di matanya, aku mengerutkan kening dan memutarkan kepala terus melihat pakaian dalam.

Dalam hati berpikir, apa yang ingin dilakukan orang ini, apakah dia hobi menguntit?

Aku membeli dua helai pakaian dalam sesuka hati, disaat ketika aku ingin pergi, aku menemukan bahwa orang itu masih ada di sana. Bentuk tubuh yang tinggi dan kuat, tatapan yang mempesona, berpakaian indah, tampan seperti aktor besar. Gadis-gadis yang lewat tak tahan untuk menatapnya.

“Apakah ada jalan keluar lain dari sini?” aku bertanya pada karyawan toko.

Karyawan itu menggelengkan kepalanya. Aku hanya bisa menenteng barang-barangku dan berjalan kembali ke jalan semula dengan sangat tertekan. Ketika melewati depan Tuan kelima, aku menghentikan langkahku: “Tuan muda, Apakah kamu terlalu kurang kerjaan? Atau kamu hobi menguntit!”

Tuan kelima mengangkat alisnya yang tebal, dan ekspresinya sedikit aneh, mengangkat lehernya melihat ke Timur dan melihat ke Barat: “Hanya sedikit kurang kerjaan, jadi berkeliling.”

“Kalau begitu tolong jangan ikuti aku!” Aku sedikit kesal dan berjalan melewatinya menuju keluar.

Aku tidak menyangka bahwa Tuan kelima masih mengikuti, dan ketika aku berjalan menuju ke halte bus, dia mengikuti di belakang.

Aku mendadak berputar ke belakang, dia tidak siap, ketika dia melangkah ke depan hampir menabrak denganku.

Dia terkejut, matanya yang indah bagai batu amber itu menunjukkan ekspresi malu, ketika dia berusaha menyembunyikan perasaan malu, aku berkata dengan sangat kesal: “Kalau kamu benar-benar bosan, kamu boleh pergi merayu wanita, pergi main kartu, pergi main permainan telanjang yang menjijikkan, tolong jangan mengikuti aku lagi!”

Tuan kelima tertegun, dan sepertinya ingin mengatakan sesuatu, tetapi aku tidak memberinya kesempatan. Sebelum dia mencoba berbicara, aku membalik badan, berjalan beberapa langkah dan menaiki bus yang baru saja tiba.

Kali ini, Tuan kelima tidak mengikutiku, aku merasa lega.

Bus perlahan-lahan mulai bergerak, dan berangsur-angsur meninggalkan halte bus. Aku melihat Tuan kelima berdiri di tempat semula, menundukkan kepalanya, dan sepatu mengkilap berwarna coklat menendang terbang botol air mineral di bawah kakinya.

Kembali ke apartemen, Wen Yiru menelepon video call, mendesak aku untuk berkemas dan segera berangkat ke Kanada. Dia mengatakan bahwa dia sudah meminta orang memesan tiketnya, yaitu penerbangan besok sore.

Qiang-Qiang menunjukkan kepala kecil di dalam video call: “Mama, kamu cepat datang, Qiang-Qiang akan pergi ke bandara untuk menjemputmu.”

Aku tiba-tiba tidak tahu bagaimana menjawabnya, masalah kantor cabang belum ditangani dengan baik. Kalau pergi begitu saja, aku benar-benar tidak tenang, tetapi kebaikan Wen Yiru aku tidak tahu bagaimana menghadapinya, dan harapan Qiang-Qiang, membuatku tidak rela mengecewakannya.

“Oke.” Aku menjawab.

Aku memikirkan hal itu sepanjang malam, dan tidak banyak tidur. Aku selalu membayangkan bahwa setelah aku pergi, kantor cabang ditutup oleh Tuan kelima, dan hatiku menjadi semakin gelisah.

Di pagi hari, asisten Wen Yiru mengirimkan informasi penerbangan padaku, jadwal penerbangan pada pukul dua sore. Kalau pergi, aku harus mulai berkemas sekarang. Aku tidak tahu seperti apa masa depan kantor cabang, Tuan kelima sampai sekarang tidak melakukan tindakan apapun dan kalau pergi begitu saja, hatiku terasa sangat gelisah.

Tepat ketika aku tidak tenang, ponselku mendapat telepon dari nomor asing: “Hei, ibunya anak haram, datang dan bayar biaya rawat inap untuk anakmu.”

Ternyata itu adalah Lan Ke. Aku baru teringat Xiao Ai yang masih dalam masa pengamatan kritis, jadi aku membawa uang dan segera pergi ke rumah sakit. Aku akan segera pergi ke Kanada, tetapi Xiao Ai masih sendirian di rumah sakit, aku belum dapat menemukan orang tuanya, dan dia juga tidak sempat untuk mengatur masa depannya, benar-benar lalai.

Dalam perjalanan, aku menelepon panti asuhan yang aku tinggali sejak kecil, aku berharap Xiao Ai dapat diterima oleh panti asuhan setelah dipulangkan dari rumah sakit. Kepala pengurus mengatakan bahwa perlu memastikan anak itu benar-benar tidak memiliki orang tua.

Setelah tiba di rumah sakit, aku bergegas ke kantor pembayaran dan menggunakan tabunganku dan sumbangan dari rekan-rekanku untuk membayar seratus juta rupiah untuk biaya tindak lanjut, kemudian aku pergi melihat Xiao Ai.

Xiao Ai masih terlihat kurus, tetapi dia tidak lagi menderita penyakit serius dan dia tertidur dengan nyenyak. Aku menelepon Chen Hui dan mengatakan padanya bahwa aku akan terbang ke Kanada pada sore hari, biarkan dia meluangkan waktu untuk datang melihat Xiao Ai, dan memperhatikan masalah tentang Xiao Ai pergi ke panti asuhan, dan Chen Hui menerima semuanya.

Aku memberi tahu Chen Hui bahwa aku tidak sempat pergi mengunjungi Jiayu, aku berharap mereka berdua baik-baik saja. Aku akan kembali ketika Jiayu melahirkan.

Chen Hui bertanya padaku waktu keberangkatan, kemudian dia berkata akan pergi mengantarku.

Ketika aku akan pergi, aku melihat ada seorang pria tua terlihat kuat dan berwajah semangat bergegas masuk dengan ditemani beberapa asisten. Dan di belakangnya, diikuti Lan Ke yang berwajah panik, “Hei, Ayah, dengarkan aku.......”

“Dengarkan kamu, dengarkan apa! Anak sudah dilahirkan, sampai kapan kamu ingin menyembunyikannya!”

Tuan besar Lan melepaskan tangan Lan Ke dan berjalan masuk ke dalam kamar pasien.

“Berhenti disana!” Aku akan pergi, tetapi dihentikan oleh Tuan besar Lan.

Kulit kepalaku terasa kebal, mungkinkah orang tua ini menyangka bahwa aku adalah ibu dari anak ini!

Tuan besar Lan telah mendatangiku, dan sepasang mata yang tajam menatapku dari atas ke bawah. “Apakah itu kamu?” Dia sepertinya tahu siapa aku.

Tuan besar Lan berkata: “Lupakan saja, sudah melahirkan anak Lan Ke, aku tidak akan peduli dengan masa lalumu, untuk anak ini, kami keluarga Lan akan membesarkannya, kamu menerima cek ini dan pergilah!”

Tuan besar Lan memainkan mata pada orang di sebelahnya, dan asisten itu segera menyerahkan selembar cek padaku, “Nona, silakan terima.”

Aku tidak mengambil cek itu, tetapi aku meliriknya, tertulis 10 miliar rupiah dengan ketikan dari mesin yang rapi, tetapi itu benar-benar membuatku tertegun.

Hei, jumlahnya lumayan banyak.

“Apakah Nona Lin merasa kurang?” Tuan besar Lan melihatku tidak menerima cek itu, wajahnya segera menjadi suram.

Bagaimana aku bisa merasa kurang? aku hanya sedang menghitung, kalau anak ini benar-benar dapat diakui sebagai cucu oleh Tuan besar Lan, maka itu benar-benar baik, setidaknya anak ini memiliki rumah, itu jauh lebih baik daripada tinggal di panti asuhan.

“Bukan.” Aku menunduk dan mengambil cek yang diserahkan asisten itu. Dalam hati berpikir, kalau aku menerima cek itu, Tuan besar Lan bisa mengambil Xiao Ai, maka itu akan menjadi pembicaraan yang indah.

Palingan nanti aku akan menyumbangkan uang ini ke panti asuhan.

“Hei, kenapa kamu benar-benar mengambilnya!” Lan Ke melihatku mengambil cek, langsung merebut kembali cek itu, dan sosok itu menghalangi di hadapanku berkata pada Tuan besar Lan: “Ayah, dengarkan aku, wanita seperti ini, bisakah putramu tertarik padanya? Bagaimana mungkin aku akan memiliki anak dengannya? Ayah, anak itu bukan milikku.....”

“Diam kamu!” Tuan besar Lan memelototinya, “Siapa yang tahu bagaimana mata kamu melihat wanita?”

Kedua Tuan ini menyindirku, satu mengatakan penampilanku jelek, dan satu lagi memarahi putranya buta, tanpa alasan apapun aku dimarahi.

Novel Terkait

Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu