Cintaku Yang Dipenuhi Dendam - Bab 119 Harapan Yang Remuk (2)

Chen Liyan masih terbilang punya otak, wanita itu membuka resleting tas mahalnya, dari dalam mengeluarkan setumpukan uang dilemparkan ke penjual, “Tinggalkan semua lampion, uang ini semua milikmu.”

Pandangan mata penjual ada sedikit gusar, memelototi Chen Liyan seperti itu beberapa detik, namun malah memunguti lampion di lantai, memberikan ke Sisi, “Gadis kecil, semua lampion ini kasih untuk kamu.”

Sisi langsung menghamburkan lampion-lampion itu, “Aku sudah tidak mau, hmph, Papaku bisa membelikanku banyak lampion, tidak mau lampion-lampion jelekmu ini!”

Tangan kecil Sisi menarik Chen Liyan, sesaat sebelum pergi masih memarahi Qiang Qiang sepatah, “Hmph, anak haram yang tidak diinginkan orang, Papaku tidak akan mau kamu!”

Aku saat itu mengerutkan alis, ingin memanggil dan menghentikan anak perempuan itu, tanya padanya apa itu anak haram, walaupun anak haram, juga seharusnya dirinya sendiri, tapi anak perempuan itu hanya lah anak kecil, bagaimana pun marahnya diriku, aku juga tidak boleh menariknya kemari dan menamparnya.

Bibir Chen Liyen melengkung tersenyum mengejek, membawa Sisi pergi.

Aku menarik tangan kecil Qiang Qiang, anak kecil saat ini sedang menundukkan kepala, mata besarnya samar-samar di dalam sebuah bayangan, tapi kesedihan hatinya masih bisa terlihat jelas.

Saat tanganku menyentuh tangan kecil Qiang Qiang, tangan kecil Qiang Qiang menyusut kuat, aku pun terkejut, buru-buru mengangkat dan melihat tangannya, dengan sinar cahaya dari lampion, aku kelihatan di telapak tangan yang putih kenyal itu ada bercak-bercak bekas darah, ada semacam barang seperti serpihan kaca menancap di atas.

Aku buru-buru menggendong Qiang Qiang, kewalahan berlari ke arah ujung jalan, di ujung jalan ada semua rumah sakit swasta ternama, aku terbang berlari sepanjang jalan membawa Qiang Qiang, terengah-engah masuk ke dalam rumah sakit itu.

Di depannya kebetulan ada sebuah bayangan yang tinggi besar berjalan kemari, jubah putih di badan, berparas wajah tampan, berpenampilan menarik, adalah Jiang Yi.

Pria itu melihatku menggendong Qiang Qiang kebingungan masuk ke dalam, pun menghentikan langkah kakinya, aku pada dasarnya juga tidak ada waktu menyapanya, menggendong Qiang Qiang masuk ke ruangan UGD di depan sana.

Telapak tangan Qiang Qiang tertusuk beberapa potong serpihan kaca, tapi dia malah tidak bersuara sedikit pun, saat dokter membersihkan lukanya, Qiang Qiang juga tak bersuara sedikit pun, anak sekecil ini, tidak meneteskan air mata setetes pun.

Tangan kecil yang putih kenyal, terluka berlubang, melihatnya hatiku pun serasa tertusuk jarum, tapi dia tetap saja terus menahannya.

“Mama, orang itu mirip Papa.”

Qiang Qiang tiba-tiba membuka mulut, mata hitam terselimuti oleh selapis perasaan sedih yang sangat dalam.

Aku langsung tiba-tiba membisu.

Anak ini terlalu haus akan kasih sayang seorang ayah, makanya baru bisa berpikir sepeti ini.

Aku mengangkat tangan, kasihan dan juga sedih menggosok-gosok kepala Qiang Qiang, namun perkataan apa pun tidak bisa keluar. Dalam pintu hati seperti disumbat segumpalan kapas, apapun terasa tidak enak.

Jiang Yi berjalan masuk, saat melihat luka di telapak tangan Qiang Qiang, alis mata melompat dan melompat, “Wow” berkata.

Saat ini, dokter sudah selesai membersihkan luka Qiang Qiang, aku menggendong Qian Qiang pergi meninggalkan ruangan konsultasi itu.

Pulang ke rumah, Qiang Qiang masih saja tenggelam di dalam mood yang memikirkan sesuatu, satu suara pun tidak dikeluarkan, berbaring di atas ranjang namun matanya terbuka besar, terkadang membalikkan badan melihat melihat gurita dan bintang laut yang berada di dalam akuarium yang terletak di lemari di sampingnya, anak kecil ini bolak-balik lama sekali baru lah tertidur dengan pulas.

Keesokan paginya, aku datang ke kamar tidur Qiang Qiang, Qiang Qiang masih tidur dengan lelap, masih ada luka di tangannya, tapi mulut kecilnya sudah melengkung ke atas, serasa tersenyum di dalam mimpinya.

Bermimpi indah kah?

Aku berjalan menghampiri, ingin mengelus-elus wajah munggil anakku, tapi malah terdengar Qiang Qiang tiba-tiba mengigau membuka mulut berkata, “Papa.”

Hatiku tersentak sejenak.

Ternyata Qiang Qiang memimpikan orang itu kah?

“Papa, hehe….”

anak kecil itu pun mengeluarkan suara tertawa.

Dalam hatiku tiba-tiba menjadi luar biasa sedih, anak ini di dalam mimpi pun merindukan orang itu, sayangnya, pria itu tidak peduli akan anak laki-lakinya ini.

Qiang Qiang sudah bangun, mata hitam yang bercahaya memandangi langit-langit kamar, tiba-tiba membengkokkan mulut kecilnya tersenyum, “Mama, aku kelihatan Papa.”

Anak bodoh ini, respon pertamaku, langsung menjulurkan tangan mengelus-elus dahi Qiang Qiang, jangan-jangan anak ini demam!

Mata Qiang Qiang lebih bersinar dari hari sebelumnya, juga sangat lah bersinar, “Mama, aku benar-benar kelihatan Papa, tapi ini adalah rahasia antara kita berdua, tidak boleh kasih tahu Mama.”

Aku terbengong, mengelus lagi dahi Qiang Qiang, benar tidak demam.

Pasti anak ini bermimpi.

Namun Qiang Qiang tidak bisa merasakan saat ini suasana hatiku ada sedikit takut dan khawatir, anak laki-laki itu melompat turun dari ranjang, berlari ke kamar mandi, kemudian mencuci muka dan menggosok gigi.

“Mama, kita masih mau pergi melihat lampion kah?”

Mata Qiang Qiang bersinar cahaya yang gemerlap dengan semangat yang bugar berdiri di hadapanku.

“Em, Baik.”

Meski hari ini sudah tanggal 16 bulan pertama penanggalan China dan festival lampion sudah tidak ada, tapi aku masih membawa Qiang Qiang pergi ke tempat festival kemarin.

Sepanjang jalan itu kosong melompong, keramaian semalam tidak ada lagi. Tangan kecil Qiang Qiang membawa lampion Kera Sakti yang didapat dari menebak teka-teki kemarin, seperti sedang mencari sesuatu. Sampai kita tiba di tempat dimana penjual kemarin muncul.

Qiang Qiang menghentikan langkah kakinya, sinar kelap-kelip di mata besarnya, dia berdiri di sana lama sekali, baru lah tangan kecilnya menjulur masuk ke dalam telapak tanganku, “Mama, kita pergi ke museum yuk.”

Aku tidak tahu apa yang sedang Qiang Qiang cari, semalam, Mo Ziqian juga tidak muncul, tapi kelihatannya suasana hati Qiang Qiang juga tidak terpengaruhi, dalam mata hitam bersinar itu selalu membawa senyuman, hatiku juga agak terhibur.

Setengah jam kemudian, kita ibu dan anak sampai ke Museum Sejarah Alam.

Di sebuah fosil dinosaurus, aku kelihatan Gao Le dan Gao Xing kakak beradik.

Gao Le lebih besar dari Gao Xing belasan tahun, seperti yang dikatakan pepatah, kakak adalah pengganti Ayah, Gao Le sangat lah menyayangi Gao Xing adik perempuannya itu.

Kebanyakan Gao Le lah yang membawa Gao Xing pergi keluar bermain. Bukannya Tuan dan Nyonya Gao.

Gao Xing kelihatan kita, kemudian berlari menghampiri, “Kak Xiaoxiao.”

Sepasang mata Gao Xing yang anggun itu sangat jelas sekali melihat-lihat Qiang Qiang, “Kak Xiaoxiao, ini anakmu? Dia tampan sekali.”

“Iya.”

Aku tersenyum-senyum. Qiang Qiang dengan seriusnya berkata: “Terima kasih atas pujiannya, kamu juga sangat cantik.”

Perkataan Qiang Qiang membuatku tidak bisa menahan tawa, anak kecil ini, ternyata sedikit pun tidak rendah hati.

Novel Terkait

Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
My Cute Wife

My Cute Wife

Dessy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Doctor Stranger

Doctor Stranger

Kevin Wong
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu