Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby? - Bab 470 Wanita Yang Terbiasa Tidur di Sofa

Ketiga orang itu naik bersama-sama, masing-masing membawa beberapa tas besar, begitu membuka pintu, langsung terasa hawa panas dari dalam.

Bibi yang memakai jaket wol itu berdiri di depan pintu menyambut mereka dengan mata mengantuk, melihat pemandangan seperti itu terkejut, “Banyak sekali?”

Dia mengulurkan tangan mengambil kantong-kantong itu dari tangan Rainie Song, lalu dengan ramah menyambut tamu masuk, mendengar Rainie Song akan menginap di rumah, ia hendak pergi menyiapkan kamar.

Lucy Lu menahannya, menyuruhnya pergi tidur, ia sendiri sedang berpikir hendak merapihkan kamar ibu, ia menyapa Rainie Song yang sedang duduk di sofa ruang tamu, “Kamar tamu sekarang dipakai bibi, jadi maafkan jika kamu harus tidur di kamar kami.”

Takut dia tidak nyaman, Lucy Lu menambahkan dengan serius, “Seprai, selimut, dan barang-barang tidur lainnya sudah diganti baru semua.”

Rainie Song yang sejak masuk belum berbicara apa-apa memandang ke kiri dan kanan, sepertinya penasaran, lalu setelah mendengar suara Lucy Lu ia membalikkan kepalanya, meggerakkan bibirnya perlahan, “Boleh.”

Tampangnya selalu dingin, begitu pula ketika tertawa.

Setelah menunggu kamar dirapihkan, Dean Shao juga telah selesai mandi, berdiri di depan pintu kamar merapihkan rambut, Lucy Lu menunjuk ke arahnya, bertanya kepada Rainie Song, “Kamu mau mandi? Di rumah ada baju tidur baru, aku ambilkan buat kamu.”

Ketika kram perutnya kambuh, ia sering mengeluarkan keringat dingin, karena ia tidak tahan bau lembabnya, kadang kala sehari harus mandi beberapa kali.

Begitu mendengar kata-kata Lucy Lu, ia sedikit ragu, namun tetap mengangguk dan beranjak ke arah kamar mandi, “Baik, kalau begitu maaf merepotkanmu.”

Ketika pemanas air di dalam kamar mandi dinyalakan, pikirannya yang berlalu lalang pelan-pelan kembali, ia membasahi tubuhnya dengan air panas, saat itu berpikir, mengapa ia tidak pergi ke hotel saja, tapi malah datang menginap disini.

Dia adalah orang yang tidak suka keramaian, tidak suka bersosialisasi.

Tapi ketika mendengar suara air mengalir, ia juga seperti masih mendengar suara berisik di luar pintu, hatinya tenggelam.

Dia mengerti, ini adalah alasan yang dia cari.

“Dean Shao, anak-anak sudah tidur...”

Langkah Lucy Lu tidak bisa mengejar kecepatan Dean Shao, akhirnya mengikutinya masuk ke kamar anak-anak.

Jadi, ketika Rainie Song keluar sehabis mandi, melewati kamar anak-anak yang pintu kamarnya terbuka, di bawah cahaya yang redup, melihat Dean Shao dan Lucy Lu berhadapan, memegang sebuah jaket tebal berwarna merah terang di depan Danielle.

Dia menarik sandalnya dan berjalan mendekat, wajahnya mendekat di antara dua orang itu, “Kalian sedang apa?”

Demi mencegah anak-anak terbangun, ia sudah mengecilkan suaranya sampai paling kecil.

Tapi Lucy Lu masih terkejut, badannya gemetar, hampir berteriak kaget.

Dean Shao dalam diam mencoba jaket itu di depan tubuh Danielle, lalu mengeluarkan HP, lalu memotretnya.

Walaupun Rainie Song tidak mengerti kedua orang ini sedang apa, tapi masih mengerutkan keningnya, bertanya dengan dingin, “Jaket ini bukan aku yang beli ‘kan?”

Ketika berbicara, matanya tertuju pada badan anak itu.

Danielle yang sedang tertidur pulas seperti sedang merasakan sesuatu, ia meringkukkan tangannya, bergumam dua kali lalu kembali tenang. Napasnya ringan dan pendek, wajahnya kemerah-merahan, Rainie Song terlihat jelas seperti sudah keluar dari raganya.

Sebelum orang lain menyadarinya, ia membulatkan pandangannya, mengangkat kakinya keluar, dan pelan-pelan berkata: “Bajunya tidak bagus, pilih lagi yang lain.”

Mendengar ini, Dean Shao langsung menegakkan tubuhnya.

Mereka bertiga keluar dari kamar satu per satu, ekspresi Rainie Song dingin, berjalan ke depan sofa dan meminum air putih yang dituangkan bibi ketika ia masuk rumah, lalu mengangkat kepala menatap Dean Shao, “Kamu sepertinya ada keberatan kepadaku?”

Dean Shao memasukkan tangannya ke dalam saku pakaian rumahnya, sedikit menyipitkan mata, pada akhirnya memilih tidak berkata apa-apa.

Lucy Lu mengikutinya, menepuk-nepuk punggung Dean Shao, lalu memperlihatkan HP di depannya, sudah tidak tahan untuk tertawa, “Lihat, ibu juga bilang jelek.”

Dean Shao menatap kata “jelek” yang tertulis di pesannya, napasnya menjadi berat.

Tawa tak terkendali bergema di ruang tamu, Lucy Lu tertawa terbahak-bahak, tiba-tiba batuk, sampai batuk dua kali, lelaki yang ekspresi awalnya dingin itu menjadi tak tahan, lalu menepuk punggungnya dengan tatapan kuatir, “Sesenang itukah?”

Dia mengikuti punggung wanita itu, lalu pergi ke dapur menuangkan segelas air hangat, menyerahkan padanya.

Melihat wanita itu mengangkat kepalanya minum air, napasnya pelan-pelan menjadi tenang.

Rainie Song yang duduk di sofa, awalnya wajahnya tidak menunjukkan ekspresi apa-apa, seperti penonton yang acuh, setelah melihat kejadian barusan, tanpa sadar tidak mood lagi melihat kedua orang itu ribut, lalu ia bangkit dan pergi ke kamar.

Diam-diam berjalan masuk ke dalam kamar yang gelap dan sempit itu, dengan perlahan menutup pintu.

Lalu bersandar pada balik pintu dalam diam, ia berdiri cukup lama.

Tidak ada orang yang bisa menebak dengan benar, apa yang sebenarnya dipikirkan dia.

….

Ketika Lucy Lu bangun keesokan harinya, melihat Rainie Song tidur di sofa, ia cukup terkejut.

Dia bersandar ke samping, tubuhnya sedikit melengkung, alisnya mengencang.

Dari dalam kamar ia mengambil selimut tipis untuk menyelimutinya, baru pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan, mungkin karena suara pingpong yang berisik, ketika menoleh ke belakang, ia melihat seseorang berdiri di belakang tubuhnya, lalu terkejut.

“Kemarin malam tidak bisa tidur dengan nyenyak?” Dia melihat mata Rainie Song yang muncul lingkaran hitam di bawahnya, tidak tahan untuk tidak memedulikannya.

“Cukup nyenyak.” Rainie Song mengambil gelasnya kemarin malam, di sampingnya ia menuang segelas air, lalu menjelaskan, “Jangan salah paham, aku hanya terbiasa tidur di sofa saja.”

Dia berbicara dengan acuh, menganggap hal ini bukan satu masalah yang layak dibicarakan.

Sejak kapan terbiasa tidur di sofa, ia sendiri tidak mengingat dengan jelas, bagaimanapun, sebagian besar dia menghabiskan waktu sendirian, semuanya tidak dekat ranjang.

Setelah menunggu Lucy Lu selesai membuatkan sarapan, bibi juga sudah selesai merawat kedua anak itu, setelah memakaikan pakaian mereka, ia menggendongnya satu per satu masuk ke ruang tamu.

Rainie Song keluar setelah selesai mandi, lalu matanya menatap kedua “reptil” yang berada di lantai itu, mengamati mereka sebentar.

Sejak Danielle dapat berbicara, selalu mengemukakan keinginannya dengan keras, tak peduli apa yang ia lakukan, mulutnya selalu selalu mengoceh. Sedangkan Danson adalah seorang pemarah yang aktif, ingin apa lakukan apa, malas untuk menjelaskan, tapi terhadap ocehan adik perempuannya, ia tidak pernah mengekspresikan ketidakpuasnnya.

Rainie Song melihat ke bawah sejenak, dengan cepat ia dapat menyimpulkan sifat kedua anak itu.

Tiba-tiba satu potong puzzle menggelinding ke kakinya, dia membungkuk hendak mengangkatnya, lalu melihat Danielle menggunakan kaki dan tangannya, dia merangkak dua tiga langkah, ketika mengulurkan tangannya untuk mengambilnya, ia mengangkat kepala dan bertatapan dengan Rainie Song.

Mata besarnya berkedip dua kali, lalu tertawa.

Gambaran ini mengejutkan hati Rainie Song, perasaan yang belum pernah terjadi muncul di hatinya.

Ketika menunggu reaksinya, ia telah mengulurkan kedua tangannya untuk mengangkat Danielle, seperti gerakan refleksnya, untuk menghindari logika otaknya, ia menunggu kesadarannya kembali, ternyata sudah terlambat.

Ia mendapati dalam sekejap anak itu sudah berada dalam pelukannya, bergumam meminta “peluk.”

Rainie Song lalu menggendong Danielle, dengan sangat berhati-hati, gerakannya jelas masih sangat canggung, lalu ia menatapnya, tidak tahan untuk tersenyum.

Senyum cerah di wajahnya tidak sampai bertahan satu detik, lalu ia mengkangkat kepala bertepatan dengan mata Dean Shao yang keluar dari dalam kamar, ekspresinya ikut menjadi datar.

“Pesawatku jam sepuluh, sebelum pergi, ada hal yang harus dibicarakan secara pribadi.” Ketika berbicara, tangannya masih memeluk anak Dean Shao dengan erat.

Ketika Lucy Lu keluar, dia menyerahkan anak itu ke dalam tangannya.

Novel Terkait

Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu