Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby? - Bab 197 Pria Itu Ternyata Tidak Khawatir Padanya

Dean Shao ternyata tidak berbicara apa-apa. Ia mengantar Lucy Lu ke pintu dengan tenang.

Kalau dulu, Lucy Lu tidak akan merasa aneh. Asalkan ia tidak mengalami apa-apa, Dean Shao pasti tidak akan bertanya macam-macam pada dirinya. Tetapi sekarang, melihat pria itu diam saja, hatinya agak tidak nyaman.

Jadi pria itu tidak takut Zayn Shang melakukan sesuatu pada dirinya?

Mobil sudah melaju jauh, tetapi Lucy Lu masih tetap diam menatap jendela. Christopher, yang duduk di sampingnya, merasa agak aneh. Pria itu kemudian bertanya, “Nona Lu, ada apa denganmu?”

Lucy Lu menarik pandangannya, lalu menggeleng, “Tidak ada apa-apa.”

Lucy Lu kembali berkata lagi: “Kamu ingat kata-kataku waktu itu kan?”

Christopher mengangguk-angguk, “Iya, ingat kok.”

Lucy Lu tidak berbicara lagi.

Langit sudah gelap ketika mobil tiba di tujuan.

Lucy Lu turun dari mobil, menengok ke kanan dan ke kiri, lalu mengarahkan pandangan ke restoran yang ada di depannya.

Dua lampion merah ala Jepang tergantung di depan pintu masuk restoran. Lampu lampion terlihat sangat menentramkan siapa pun yang melihatnya.

Lucy Lu agak ragu sejenak, tetapi pada akhirnya tetap melangkahkan kaki masuk restoran.

Restoran itu adalah sebuah restoran Jepang. Suasananya sangat elegan dan hening, pencahayaannya juga sangat menghangatkan. Lagu instrumental yang diputar pelan membuat suasana ala Jepang semakin terasa.

Melihat mereka berdua, pelayan restoran yang berkostum kimono langsung mendekat. Pelayan itu berbicara bahasa Mandarin dengan sangat lancar, “Halo, berapa orang?”

Lucy Lu menunjukkan pesan singkat di ponselnya, “Sudah pesan tempat.”

“Oh, baiklah, mari ikut saya.”

Keduanya lalu berjalan mengikuti pelayan restoran menyusuri lorong yang beratap rendah dan tenang. Mereka akhirnya tiba di sebuah ruang makan yang luas. Empat sisi ruangan itu ditutupi tirau bambu. Ruangan itu khusus digunakan tamu kehormatan, tidak ada pelanggan lain.

“Manajer Lu.” Tirau bambu itu terbuka, lalu seorang sekretaris wanita keluar dari dalam ruangan.

Lucy Lu mengangguk ramah, “Di dalam ada CEO Shang?”

"Tidak, ia di sisi sini." Wanita itu berjalan ke seberang, lalu membuka tirai bambu sebuah ruang makan yang sama persis dengan ruang makan barusan. Ia kemudian berkata: “Manajer Lu, silahkan masuk.”

Ketika masuk ruangan itu, Lucy Lu langsung disambut oleh Zayn Shang yang daritadi sudah duduk berlutut di sana. Pria itu menengok sambil tersenyum hangat: “Eh, kamu sudah datang.”

Lucy Lu tersenyum sambil mengangguk. Ia mengganti sepatunya dengan sendal jepang milik restoran.

Christopher ingin ikut masuk, tetapi asisten pribadi Zayn Shang menahannya. Wanita itu menunjuk ruangan yang mereka pertama lihat ketika datang tadi: “Asisten Zhang, silahkan masuk ke ruangan yang itu.”

Lucy Lu tercengang. Ia saling bertatapan dengan Christoper, lalu berjalan ke arahnya dan sengaja bercanda: “Berikan laptopmu kepadaku. Masuklah, jarang-jarang ada wanita secantik ini menemanimu. Kamu harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya.”

Wajah Christopher tersipu malu. Ia menyerahkan laptopnya pada Lucy Lu.

Setelah menutup tirai, Lucy Lu berjalan mendekati pria itu. Ia kemudian ikut berlutut: “CEO Shang, kamu benar-benar terlalu tidak sayang uang. Lain kali, kalau kamu datang lagi ke Kota Nan, aku tidak akan mampu mentraktirmu semewah ini.”

Zayn Shang langsung tertawa lebar mendengar ledekan Lucy Lu. Tawa itu membuat wajahnya semakin menarik. Ia kemudian menjawab: “Kalau mengundang teman makan, segalanya harus dipersiapkan semaksimal mungkin. Kamu sudah susah-susah datang ke sini, aku tidak boleh mengecewakanmu.”

“Terima kasih banyak atas pengertian CEO Shang. Kalau nanti kamu datang lagi ke Kota Nan, aku akan langsung mengajakmu pergi makan,” canda Lucy Lu sambil menyapu makanan-makanan mewah yang ada di meja dengan pandangannya.

“Terserah, kamu atur saja enaknya bagaimana.”

Zayn Shang mengenakan kemeja berwarna biru gelap. Dasinya, yang diikat dengan rapi, membuatnya terlihat semakin berkarisma. Pria itu kemudian menatap jaket tanpa kerah warna krem yang dikenakan Lucy Lu sambil tersenyum: “Di sini ada pemanas ruangan, kamu bisa melepaskan jaketmu, kalau tidak nanti kamu akan berkeringat.”

Lucy Lu kaget, ia menunduk menatap jaketnya itu.

Jaketnya agak besar dan sangat cocok dengan tren pakaian saat ini. Jaket itu agak formal, jadi ia bisa terlihat semakin anggun. Meski tidak melepas jaket merupakan tindakan yang agak kurang sopan, tetapi masa ia harus benar-benar melepas jaket itu?

Itu tidak mungkin. Kalau itu terjadi, perut buncitnya akan langsung terlihat.

Lucy Lu tersenyum sambil menggeleng, “Tidak perlu, aku tidak kepanasan. Belakangan ini aku sedang flu, jadi keluar keringat malah baik.”

“Kalau sakit jangan lupa banyak istirahat.” Senyum pria itu memudar, tatapannya yang dalam menyapu perut wanita itu.

Zayn Shang kemudian mengangkat teko bir cantik yang ada di sampingya. Ia mengangkat alis, “Bisa minum bir kan?”

Lucy Lu bingung bagaimana harus menanggapi pertanyaan ini.

Pria itu sangat ramah, bagaimana bisa ia berkata tidak?

“Bisa sedikit-sedikit,” ujar Lucy Lu sambil memberikan gelas bir di hadapannya pada Zayn Shang.

Pria itu menuangkan bir sampai gelasnya penuh, lalu melihat tangan Lucy Lu dan bertanya dengan penuh perhatian, “Bagaimana tanganmu yang tadi pagi melepuh? Apa kamu sudah pergi ke dokter?”

“Sudah diolesi obat, sekarang sudah tidak apa-apa.”

Zayn Shang mengangguk, “Silahkan mulai makan, coba rasakan apa kamu cocok dengan makanan di sini.”

“Baik.” Lucy Lu mengangkat sumpitnya. Ia tidak melihat dengan seksama apa yang ia makan. Ia asal ambil sepotong daging, mencelupkannya ke kecap, memasukannya ke mulut, lalu mengunyahnya perlahan.

Tiba-tiba raut wajahnya berubah. Ia terlihat seperti meringis.

Pria itu bertanya panik dengan alis terangkat, “Ada apa? Tidak cocok dengan seleramu?”

“Ehm… Ehm…” Lucy Lu menggeleng, tersenyum sejenak, lalu buru-buru menelan daging itu.

Ternyata daging mentah.

Ia tahu kebanyakan daging di restoran Jepang disajikan mentah, tetapi ia biasanya tidak pernah memakan daging-daging mentah itu. Ia pada dasarnya tidak suka dengan rasa daging mentah, dan kini ia hamil sehingga selera makannya pun bertambah selektif.

“Bagaimana rasanya?” tanya Zayn Shang datar.

Lucy Lu meminum air, lalu tersenyum ragu, “Cukup oke……”

Wajah pria itu tetap ramah, tetapi nada bicaranya jauh lebih serius, “Jangan malu-malu di depan aku. Kamu sepertinya tidak suka makan daging mentah ya?”

Senyum Lucy Lu pudar, raut wajahnya berubah, “CEO Shang, aku…… aku tidak begitu suka makan daging mentah.”

Karena sudah dicurigai Zayn Shang, maka lebih baik ia mengatakan yang sebenarnya. Lagipula pertemuan hari ini hanya formalitas, untuk apa ia begitu memedulikan imejnya?

“Mengapa kamu tidak bilang dari tadi? Nanti kalau kamu sakit perut kan itu juga tanggung jawabku.” Pria itu kesal, nada bicaranya agak putus asa. Ia memencet bel dan pelayan pun langsung datang.

“Tuan, apa yang bisa saya bantu?”

“Ambil semua makanan ini, ganti dengan makanan matang.”

Sekalinya mendengar kata “ambil semua makanan ini”, mata Lucy Lu langsung terbelalak. Ia mengangkat tangannya dan menahan pelayan, “Tidak perlu, tidak perlu! CEO Shang, tidak perlu diambil semuanya, aku bisa makan makanan yang tidak mentah kok! Kamu jangan menghambur-hamburkan uang, aku akan merasa sangat tidak enak hati kalau kamu sampai melakukannya.”

“Tidak menghambur-hamburkan uang.” Pria itu tertawa mendesis, “Makanan-makanan ini belum disentuh. Mereka bisa mengambilnya, lalu memberinya ke pelanggan lain. Aku tidak rugi apa-apa.”

Lucy Lu baru ingin mengatakan sesuatu, tetapi pria itu langsung melambaikan tangan, “Cepat tukar semuanya.”

Dua orang pelayan langsung bergegas mengangkat meja makan mereka.

Meski Lucy Lu tahu pria itu tulus, tetapi ia kini merasa agak canggung. Ia mengeluarkan berkas-berkas yang ia taruh dalam tas laptop disampingnya, lalu berinisiatif memulai pembicaraan: “CEO Shang, kamu waktu itu sempat bilang padaku ingin bekerjasama dengan perusahaanku. Aku hari ini sudah membawa skema kerjasamanya, bagaimana kalau kamu lihat sebentar?”

Zayn Shang menatapnya, lalu mengambil berkas yang ia sodorkan. Pria itu kemudian menggeleng sejenak: “Kamu benar-benar bekerja dengan penuh totalitas. Kalau bertahan di perusahaan CEO Lee, aku pikir talentamu agak sia-sia.”

Novel Terkait

The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
3 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu