Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby? - Bab 172 Rela Membiarkan Anak Perempuan Mencari Seorang Duda

Memang jahe yang tua lebih pedas. Perkataan Ibu Shao langsung menangkap poin penting, yang sangat jelas ditujukan ke keluarga Fu.

Mata Ibu Fu dan Stephanie Fu menjadi terang, dan melihat ke arah Dean Shao dengan tegang.

Mata jernih lelaki itu terlihat santai dan tenang, juga tidak ada emosi. Dan juga dia menjawab tanpa keraguan, “Menjadi sekretarisku terlalu sibuk dan terlalu lelah. Kalau laki-laki masih tidak apa-apa. Dia ini seorang perempuan. Di usia sekarang ini, seharusnya mencari pacar dan berpacaran dengan baik. Lagipula, kalau terus menerus disisiku akan ada gosip yang menyebar. Tidak bagus untuk nama baiknya.”

Dia berhenti sejenak. Matanya melihat ke arah Ibu Fu, mengangkat bibirnya seperti tersenyum namun tidak tersenyum, “Tante Fu, aku seperti ini juga demi kebaikan dia. Dia juga tidak kekurangan uang. Pekerjaan ini lebih santai. Dia juga bisa punya banyak waktu untuk mencari teman.”

“Ini……” Perkataan Ibu Fu langsung terhenti.

Sebuah kata, langsung memutuskan pemikiran mereka yang belum sempat tersampaikan. Sangat jelas memberi tahu semua orang kalau dia tidak tertarik kepada Stephanie Fu.

Tatapan Ibu Fu terlihat malu. Dia membuka mulut dan tidak tahu mengatakan apa. Dia perlahan-lahan memutar matanya melihat anaknya sendiri. Riasan Stephanie Fu tidak dapan menutupi wajah pucatnya, membuat hatinya merasa lebih berat.

Hatinya tersentuh dan bertukar pandang dengan Ibu Shao. Ibu Shao menenangkannya.

Stephanie Fu menggigit bibirnya. Dia melihat ke arahnya dengan tatapan sedih. Dia tidak tahan lagi dan membuka mulutnya, “Kak Dean, aku……”

Ibu Dean tiba-tiba melihatnya dan memberikan isyarat untuk tidak berbicara, lalu berbicara dengan muka datar: “Kamu ini bahkan tahu untuk memikirkan kesehatan pegawai kerja, tapi kenapa tidak memikirkan diri sendiri? Kamu lihat mereka lebih mudah daripadamu, tapi anaknya sudah besar.”

Mereka itu, dengan alaminya ditunjuk kepada abang sepupu keluarga Fu.

Tapi mereka itu karena melewati hari yang baik membuat mereka menjadi malas dan santai. Orang rumah tidak bisa mengatur mereka makanya mereka menikah cepat. Sampai reputasinya memudar juga tidak ada perempuan mana pun yang mau menikah pada mereka.

Mereka dua yang dipanggil dengan sibuk menurunkan telepon genggamnya dan menengadahkan kepala serta tertawa bodoh dan menjawab, “Iya. CEO Dean, kamu ini sudah mapan, sudah seharusnya memikirkan pernikahan dan mempunyai anak. Kalau tidak siapa yang akan membantumu mengurus perusahaan yang begitu besar nantinya?”

Ekspresi Ibu Fu berubah. Dengan sibuk melihat mereka dengan tatapan dingin.

Bahkan belum membicarakan ada masalah apa, langsung membawa-bawa kepengurusan perusahaan. Orang bodoh juga bisa mengetahui apa yang mereka pikirkan. Kenapa dia harus membawa sekelompok orang idiot ke sini?

Bodoh memang bodoh. Untung saja anak perempuannya bisa seperti dia.

Dia dengan cepat memotong dan tertawa, “Dean, masalah yang sudah lalu biarlah berlalu. Di dunia ini masih banyak perempuan baik-baik. Orang sepertimu hanya bisa mendapatkan yang lebih baik.

Mengingatkannya untuk melepaskan pernikahannya yang dulu, matanya melihat ke depan.

Dean Shao duduk diam di sana. Tidak tahu harus berpikir tentang apa. Mata hitamnya memberikan tatapan hangat. Dia menjawab dengan suaranya yang rendah dan tersenyum, “Apa yang dikatakan Tante Fu itu benar. Baik atau tidaknya, kalau memang cocok dan rukun, pasti akan terlihat dengan sendirinya.

Tatapan Ibu Shao perlahan-lahan mendalam, melihat ke masa lalu, dan berkata dengan dingin: “Paling bagus kalau kamu bisa mengerti peringatan yang dulu. Jangan terlalu tidak mengingat dan jatuh di lubang yang sama dua kali.

Dean Shao, “……”

Lelaki itu merasa hari ini ibunya masih ingin dia tetap terus menerus berdebat seperti ini sampai akhir. Dia merasa tidak berdaya, jadi dia tidak meneruskan untuk berdebat dengannya.

Pelayan membawakan makanan mereka satu per satu.

Ayah Fu menyuruh keponakannya berdiri dan menuangkan anggur kepada Dean Shao. Dia berdiri dan mengangkat gelasnya lalu berkata: “Dean, paman mewakili Stephanie Fu meminta maaf. Aku yang tidak mengajarinya dengan baik. Kamu harus minum, kalau tidak aku akan merasa kamu sedang marah.”

Dean Shao juga berdiri. Dengan emosi yang stabil namun terlihat dingin. Dengan senyum yang ringan dia mengangkat gelasnya lalu menyentuh gelasnya. “Paman Fu terlalu sungkan. Kamu bukan tidak tahu sifatku. Aku tidak pernah bermusuhan dengan siapapun. Memperbaiki kesalahan itu bagus.”

Selesai berbicara, dengan tenang mengangkat kepala tanpa paksaan dan meminum anggur yang ada di gelas.

Stephanie Fu melihatnya dengan tegang dan mengerutkan alisnya sedikit. Sejak memasuki pintu, dia mengkhawatirkan kalau dia akan marah, memberikan wajah datar atau membuat mereka tidak bisa keluar dari situasi itu. Tapi perilakunya saat itu tidak terpikirkan sama sekali olehnya. Terlihat santai dan tenang. Perilakunya sama seperti dulu saat mereka pergi bersama untuk menemui beberapa patner kerja sama.

Membuat orang tidak dapat melihat apa pun pemikirannya.

Stephanie Fu tidak tahu harus senang atau sedih.

Tatapan matanya menggelap, tiba-tiba mengambil anggur dan menuangkan untuk dirinya sendiri. Dia berdiri dan tersenyum ringan, “Kak Dean, ini bukan salah ayahku. Aku yang terlalu tidak patuh. Aku yang seharusnya meminta maaf.

Orang-orang tidak sempat menghentikannya. Dia menuangkan segelas anggur tersebut dan melewati lehernya. Beberapa tetes cairan merah yang segar itu mengikuti mulutnya dan menambah pesonanya.

Hanya sebentar dan gelas anggur tersebut kosong.

Ibu Fu terkejut dan berjalan ke sana, menghapus mulutnya, “Kenapa kamu bisa sekali minum sebanyak itu? Kamu sudah tahu salah, berarti Dean tidak akan keberatan. Kenapa kamu sebodoh ini meminum sebotol.”

Dean Shao hanya melihatnya dengan datar. Tidak ada ekspresi apa pun.

Ibu Shao melihatnya dengan tatapan tidak puas, “Masih tidak menenangkannya? Kenapa kamu bisa seperti ini pada seorang anak perempuan?”

Tatapan Dean Shao menjadi dingin, tertawa dengan suara yang rendah, “Tante Fu tidak perlu khawatir. Dia bekerja bertahun-tahun denganku. Hanya segelas anggur, tidak masalah.”

Wajah Stephanie Fu kaku.

Apa bedanya berkata langsung seperti itu dan mengatakannya berpura-pura sentimental?

Dia dengan canggung mendorong tangan Ibu Fu. Dia menarik ujung bibirnya dan berkata: “Ma, Anda jangan menganggapku sebagai anak kecil. Biasanya saat acara makan malam aku tetap harus minum anggur. Sekarang hanya satu gelas, Anda tidak perlu peduli.”

Ekspresi Ibu Fu perlahan-lahan menghilang. Ada sedikit tidak puas dan melirik laki-laki itu, dan berkata dengan sarkasme, “Kamu ini anak perempuan. Kalau ingin bekerja, perusahaan ayahmu bukannya tidak ada posisi untukmu. Kenapa harus sampai ke luar bekerja susah payah. Bukan kekurangan uang juga. Demi sebuah pekerjaan membuat kamu sendiri sampai seperti ini. Kamu tidak takut ibumu ini khawatir?”

Siapa pun yang mendengar ini bisa tahu maksud di dalamnya.

Stephanie Fu terkejut. Secara tidak sadar dia melihat ekspresi lelaki itu, lalu mengerutkan alisnya melihat ibunya dan menjelaskan: “Apa yang Anda bicarakan? Aku bukan anak perempuan yang manja. Keluar bekerja juga demi melatih pengalaman. Meminum anggur juga salah satunya. Aku sendiri yang bersedia. Tidak ada hubungannya dengan pekerjaan dan orang lain. Kalau perusahaan ayahku, semua orang akan menganggapku bos kecil. Tidak ada yang jujur. Aku tidak mau ke sana.”

Ibu Shao memperlihatkan senyum setujunya, “Betul betul. Aku setuju dengan pemikiran Stephanie Fu. Dia berpengetahuan dan berpendirian. Siapa pun pasti mau menikahinya. Siapa yang tidak ingin menikahinya, pasti merasa mendapatkan sesuatu yang susah di dapat.”

Dean Shao mendengar tetapi hanya melirik ibunya sendiri.

Kalau dibandingkan, Lucy Lu jauh dibandingnya. Bahkan sebelum Ayah Lu bermasalah, dia juga tidak terlalu puas dengan Lucy Lu. Kalau dibahas, ibunya sejak awal tidak menginginkan menantu yang cerdas dan berkompeten.

Mendengarnya, wajah Ibu Fu yang bermartabat kembali terlihat senang, dan menunjukkan kepuasan tersendiri, “Dia sedikit mirip denganku. Tidak patuh. Apa pun harus mengikuti pemikiran sendiri. Walaupun hasilnya tidak terlalu bagus juga akan merasa lumayan puas.”

Saat berbicara, dia membungkukkan badan dan memberikan Ibu Shao sayur, “Kak, makanlah lebih banyak.”

Novel Terkait

Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Dalam

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
4 tahun yang lalu