Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby? - Bab 192 Maafkan Aku

Theo Mu tidak mengatakan tidak mau. Ia hanya menunjukkan sikap menolak masuk lewat jalur belakang.

Mata Dean Shao mengernyit menatapnya. Ia tersenyum sambil menyulangkan gelas yang dipegangnya ke gelas Theo Mu, "Yang kamu katakan tidak salah, tetapi aku bukan orang yang tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Aku cukup lihai dalam memilih orang, dan sekarang aku memilihmu dan yakin dengan kemampuanmu. Kamu yakin tidak ingin mengambil kesempatan ini?"

Theo Mu tersenyum lama, "Terima kasih atas ajakan CEO Shao, tetapi aku tetap merasa diriku agak impulsif dan tidak bisa dalam sekejap menyesuaikan diri dengan Glorious Crop yang persaingan industrinya sangat ketat. Aku rasa aku masih perlu mengembangkan karirku dengan Kakak Lu selama dua tahun lagi. Kalau pada saatnya nanti CEO Shao masih menginginkan aku, aku akan langsung mengambil kesempatan tanpa ragu."

Lucy Lu tidak tahu apa yang ada dalam pikiran Dean Shao. Ia hanya menatap Theo Mu tanpa berpendapat apa-apa.

Semua orang punya pilihannya masing-masing. Ia hanya bisa memberi masukan, tidak bisa memaksa.

Dean Shao menaruh gelasnya. Ia tersenyum kecewa, namun kemudian memutuskan tidak melanjutkan paksaannya, "Aku menghargai pilihanmu. Kalau suatu hari nanti kamu berubah pikiran, silahkan cari aku kapan pun."

Theo Mu mengangkat alis. Ia menatap Lucy Lu, lalu sambil bercanda berkata: "Orang baik jelas akan mendapat balasan yang baik. Nampaknya aku kedepannya masih harus melakukan lebih banyak hal baik. Kakak Lu, masa depanku akan bergantung padamu."

Lucy Lu tidak mendengar ketulusan dalam nada bicaranya. Wajahnya memerah, lalu dengan nada tidak enak bergumam, “Kalau sedang makan jangan bicara, omong kosong apalagi ini?”

Dean Shao menundukkan kepala menatap Lucy Lu lalu tersenyum lembut. Tiba-tiba sudut matanya menangkap sesuatu yang ganjil di tangan kanan wanita itu.

Tangan kanan itu ditutup-tutupi dengan aneh.

Tangan Lucy Lu bergetar hingga sumpit yang dipegangnya jatuh. Ia terkejut, “Ada apa denganmu?”

Dean Shao memegang tangan Lucy Lu. Ia lalu menggulung ujung lengan kemeja wanita itu dan luka merah di bagian belakang tangan Lucy Lu langsung terlihat. Wajahnya langsung berubah, “Ini kenapa?”

Tadi pagi luka ini belum ada.

Pasti di kantor telah terjadi sesuatu.

Raut wajah Lucy Lu berubah. Ia buru-buru menarik tangannya, lalu menutupi luka itu dengan lengan kemeja. Ia kemudian berkata pelan: “Tidak apa-apa, tadi di kantor ketika minum air panas tidak sengaja terkena airnya.”

Theo Mu juga melihat luka barusan. Ia mengernyitkan alis, lalu bertanya dengan khawatir: “Kakak Lu, lukamu itu sangat merah. Kalau nanti muncul bintik merah bukannya akan berbekas ya?”

Lucy Lu memberi kode padanya untuk tidak berbicara. Ia lalu berkata dengan ambigu: “Tidak akan muncul bintik merah. Saya sudah menyiramnya dengan air dingin, setelah dua hari pasti sudah tidak apa-apa.”

Anak muda ini memang tidak lihat wajah Dean Shao ya? Ia malah ikut-ikutan berbicara lagi.

Wajah Dean Shao semakin muram. Setelah wanita itu selesai berbicara, ia tiba-tiba langsung memegang pergelangan tangannya dan menariknya keluar.

Lucy Lu sangat kaget, “Dean, Dean Shao, kamu mau apa?”

Apa yang salah dengan pria ini?

Dean Shao tidak meladeninya. Ia langsung membawa Lucy Lu ke lantai bawah. Tatapannya terhenti di lobi lantai satu.

Glen Lin, yang sedang makan, melihat mereka berdua. Ketika meihat keduanya, ia langsung terkejut setengah mati dan buru-buru mendatangi Dean Shao, “CEO Shao.”

“Beri kunci mobil ke saya.”

“Oh, baik.”

Glen Lin buru-buru mengambil kunci mobil dari kantongnya dan memberikannya padanya. Ia masih agak kebingungan dengan apa yang terjadi.

“Dean……”

Sebelum Lucy Lu menyelesaikan kalimatnya, Dean Shao langsung menerima kunci itu dan tanpa berbicara sepatah kata pun membawanya keluar.

Sama seperti Glen Lin, Christopher juga sangat bingung.

Di luar cukup sepi, tidak seperti di dalam restoran. Lucy Lu dengan marah bertanya, “Dean Shao, kamu mau apa? Saat makan pun kamu juga mau menyiksaku?”

Lucy Lu mengatakan ini sambil berusaha menarik tangannya sekuat tenaga, tetapi ia gagal.

Dean Shao terus berjalan ke arah mobilnya tanpa henti. Ia memaksa Lucy Lu masuk ke mobilnya lalu menutup pintu. Ia kemudian juga masuk mobil, lalu menatap wanita itu dengan wajah kesal, “Luka seperti ini masih dibilang tidak apa-apa, memang kamu besi ya?”

“Aku…… Aku sudah mencoba mengobatinya…… Kamu tidak perlu membesar-besarkannya.” Nada bicara Lucy Lu mulai tenang. Ia awalnya merasa tangannya tidak apa-apa, tetapi ketika dikatakan seperti tadi oleh Dean Shao, ia merasa kata-kata pria itu juga ada benarnya.

Ia menunduk menatap lukanya. Karena kulitnya putih, luka merah itu terlihat sangat jelas. Ketika luka itu tidak disentuh, ia hanya merasa sedikit perih dan tetap bisa menahan rasa perih itu.

Pikirannya tiba-tiba melayang ke masa lalu. Ketika tangannya terluka kena pisau waktu itu Dean Shao sangat perhatian dengannya, jadi ia tidak perlu heran pria itu kembali bersikap serupa sekarang.

“Luka bakar semacam ini kamu kira bisa pulih dengan cepat?” ujar Dean Shao sambil menyalakan mobilnya. Ia sudah mulai bisa meredam kemarahannya.

Setelah beberapa saat hening, ia membuang nafas panjang, “Kapan kamu bisa mulai lebih mempedulikan diri sendiri?”

Tidak peduli apakah tentang hobi merokok dan minum bir Lucy Lu dulu ataupun kebiasaan Lucy Lu bekerja terlalu keras sampai tidak memedulikan kesehatan sekarang, hati Dean Shao selalu gundah. Ia kini paham, kegundahan itu adalah bentuk kepedulian dan perasaan bersalahnya karena tidak merawat Lucy Lu dengan baik.

Lucy Lu terhenyak. Ia melihat Dean Shao yang duduk di depannya. Pria itu ternyata juga sedang meliriknya. Ia salah tingkah dan akhirnya menggigit-gigit bibir karena bingung harus menjawab apa. Ia lalu diam.

Lucy Lu bukannya tidak memedulikan diri sendiri. Ia hanya sudah terbiasa melakukan ini dalam waktu yang cukup lama. Kebiasaan ini membuatnya menjadi semakin pandai dalam mengatur prioritas. Ia tidak lemah, luka kecil semacam ini tidak akan ia permasalahkan.

Tetapi respon pria itu barusan membuat hatinya agak tesentuh. Ia tiba-tiba teringat ia juga seorang wanita yang lemah lembut.

Mobil melaju dengan stabil. Dean Shao kemudian bertanya datar, “Apa yang terjadi denganmu di Bright Corp?”

Ia tahu Lucy Lu tidak pernah teledor dalam bekerja, jadi ia tidak habis pikir bagaimana mungkin wanita itu bisa melukai diri sendiri. Pasti ada sesuatu yang terjadi yang tiba-tiba memecah konsentrasinya.

Lucy Lu menjawab datar, “Tidak terjadi apa-apa.”

Dean Shao mengernyitkan alis. Ia sudah kehilangan kesabaran, “Kamu bertemu Zayn Shang?”

Lucy Lu menjawab dengan ragu-ragu, “Ehm…… Iya.”

Dean Shao menatapnya dengan tatapan menyelidik. Ia kemudian bertanya, “Apa yang dia lakukan sampai kamu tidak hati-hati memegang gelas dan melukai diri sendiri?”

“……”

Lucy Lu menengok, “Apa maksudmu?”

Kalau pun pria itu pintar dan berhasil menebak telah terjadi sesuatu, ia tetap sangat tidak suka dengan nada bicara yang penuh kecurigaan ini.

Pria itu tidak berkata apa-apa lagi. Ia fokus menyetir mobil. Tatapan matanya sangat garang.

Lucy Lu mengepalkan tangannya, ia sekilas merasa ingin menertawai dirinya sendiri.

Suasana sangat tegang, keduanya tidak ada yang berbicara lagi.

Sesampainya di pintu masuk rumah sakit, ketika mobil baru berhenti, Lucy Lu langsung buru-buru turun dan berjalan sendirian memasuki pintu itu.

Dean Shao diam beberapa detik. Ia menunggu bayangan wanita itu hilang ke dalam rumah sakit.

Lucy Lu sama sekali tidak peduli apakah Dean Shao ikut masuk dengannya atau tidak. Ia langsung mengambil nomor antrian dokter spesialis kulit.

Dean Shao perlu beberapa menit untuk akhirnya menemukan Lucy Lu dalam kerumunan. Wanita itu duduk dengan posisi melipat kedua tangan di depan dada dan menundukkan kepala. Matanya tertutup seolah sedang tertidur. Ia terlihat sangat lemah.

Dean Shao berjalan beberapa langkah ke kursi kosong yang ada di samping Lucy Lu. Ia duduk, mengulurkan tangan, lalu mendekap wanita itu dalam pelukannya. Ia kemudian mencium keningnya dengan lembut sambil berbisik pelan, “Maafkan aku.”

Novel Terkait

King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
3 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
4 tahun yang lalu