Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby? - Bab 596 Bebek yang Dipaksa Naik ke Atas Panggangan

Rasa penasaran dan bingung pun muncul di dalam benak Lucy, kedua tangannya ditarik oleh Carol dan Tessa, menyusuri jalanan dan padang rumput itu sampai ke kerumunan orang-orang di sana.

Saat itu, barulah ia melihat dengan jelas sebuah papan iklan yang tertera di depan sang pembawa acara di sana, ternyata ada sebuah perusahaan wedding organizer lokal yang sedang mengadakan acara perayaan ulang tahun.

Banyak sekali orang yang datang mengerumuni acara itu, mulai dari yang berkulit putih sampai berkulit hitam, banyak sekali turis yang datang ke sana pula.

Sang pembawa acara adalah seorang pria tinggi yang mengenakan sebuah kemeja putih, kulitnya putih bersih, bola matanya berwarna biru, berbahasa Inggris dengan sangat lancar, bisa dibilang rupanya juga cukup tampan.

Di sebelahnya, ada seorang pria tua yang berpakaian seperti seorang pendeta, ia membawa sebuah Alkitab di tangannya, dengan tersenyum ramah ia memandangi kerumunan orang-orang yang berkumpul di sana.

"Sudahlah, terlalu banyak orang." Lucy berdiri di tempatnya sambil melihat orang-orang yang sedang bergerombolan itu, ia sedikit mengerutkan keningnya.

Boleh saja melihat keramaian, tapi dengan keadaannya sekarang ini, ia benar-benar tidak pantas untuk berada dalam kerumunan orang banyak.

Baru saja ia selesai mengatakannya, Carol yang berdiri di sebelah itu pun langsung berlari dengan sepatu hak tingginya, menerobos kerumunan orang-orang itu sampai ke barisan paling depan, dengan penuh semangat ia pun kembali dengan membawa dua buah kertas berisi nomor di tangannya.

Satu ia berikan kepada Tessa, dan yang satunya lagi ia berikan kepada Lucy.

Lucy sangat bingung melihat kertas nomor penuh dengan motif bunga di tangannya itu, ia bertanya. "Apa ini?"

Belum sampai Carol menjawab, Tessa pun mendorong kacamatanya ke atas, lalu menunjuk ke arah papan iklan dan berkata, "Sepertinya mereka akan mengundi pengantin wanita yang beruntung, orang yang terpilih memiliki kesempatan untuk menikmati set lengkap layanan pernikahan perusahaan mereka."

Jawabnya sambil tersenyum lebar, ia membuka cover penutup kertas nomornya di tangannya itu, lalu menunjukkannya kepada dua orang lainnya, "Aku nomor tiga belas."

"Tadi aku mendengar ada beberapa orang yang berdiskusi di sana, katanya pelayanan pernikahan perusahaan ini adalah pelayanan yang paling terkenal di sini lho, kalau aku tidak salah ingat, Tuan Muda Mao juga menggunakan jasa layanan perusahaan ini kan......"

Carol menjulurkan lehernya tinggi-tinggi, ia bertanya pada Lucy sambil tersenyum senang, "Kau nomor berapa?"

Lucy pun melihat kertas nomornya itu, tapi dirinya tidak begitu bersemangat, ia mengangkat tangannya dan bertanya pada Carol, "Kenapa kau tidak ambil nomor?"

"Duh......" keluh Carol seolah tidak peduli, "Aku sudah pernah menikah, untuk apa aku melakukan hal ini lagi."

Tessa merasa kesempatan ini tidak terlalu penting baginya, namun dengan bersemangat dan tersenyum ia berkata, "Aku masih belum menikah, tapi aku juga lumayan penasaran."

"Sudahlah." kata Lucy sambil mengerutkan keningnya, lalu meletakkan kertas nomornya itu ke tangan Carol, "Aku jgua sudah menikah, dan aku tidak tertarik pada acara seperti ini."

Harapannya terhadap pesta pernikahan tidak sampai harus bergantung pada sebuah acara seperti ini.

Begitu kertas nomor itu diletakkan ke tangan Carol, Carol pun segera berubah panik dan mengembalikan nomor itu pada Lucy, "Aduh, ini milikmu, milikmu, pernikahanmu dengan Dean Shao kan masih harus menunggu cukup lama juga, tak apa kan kalau menikmati bagaimana rasanya terlebih dahulu?"

Kata Carol sambil mengedipkan matanya pada Lucy, lalu tersenyum bangga, "Tenang saja, kita berdua akan merahasiakannya untukmu."

"Merahasiakannya?" Lucy tampak sangat bingung, lalu memandangi wanita di hadapannya ini sejenak, "Sepertinya kau sangat yakin kalau aku akan menang."

"Ehm...... Uhuk uhuk......"

Carol yang pemikirannya telah dibongkar oleh Lucy itu pun panik, ia berpura-pura batuk untuk menutupi rasa malunya, tingkahnya itu terlihat seperti maling yang tertangkap basah.

Melihat tingkah Carol itu, Lucy pun bertambah curiga.

Ia mengacak pinggang dan membuka mulutnya untuk bertanya pada Carol, namun tiba-tiba Tessa memotongnya dan berusaha keras untuk membuat alasan lain, ia memasangkan kertas nomor itu ke depan dadanya lalu berkata, "Aduh, justru karena tidak tahu apa kita akan menang atau tidak, banyak sekali orang di sini, setidaknya semua ini bergantung pada keberuntungan kita, kalau kau benar-benar terpilih, itu berarti memang takdir milikmu."

Perkataan Tessa itu langsung membuat Carol mengangguk-anggukkan kepalanya dengan penuh semangat, "Iya benar, tidak pasti kau akan mendapatkannya."

Kedua orang itu pun akhirnya berhasil membujuk Lucy, dan Lucy pun menyimpan dalam-dalam wajah curiganya itu, seluruh perhatiannya kini tertuju pada suara ricuh yang tiba-tiba terpecah di depannya.

Di bawah pimpinan sang pembawa acara, para penonton pun mengangkat tangan mereka sambil menghitung mundur waktu yang tersisa.

"Tiga, dua, satu!"

Lalu, sang pembawa acara pun langsung memutar mesin undian di depannya itu.

Layar besar mereka pun segera berputar, kerumunan itu pun terasa hening seketika, ada orang yang tampak bersemangat dan canggung, ada juga orang yang tampak sangat santai, namun matanya tertuju pada layar besar itu.

Beberapa saat kemudian, nomor-nomor yang berputar di layar itu pun mulai melambat, dan akhirnya nomor terakhir pun terhenti di layar itu.

"Tiga puluh dua!"

Teriak sang pembawa acara itu dengan suara nyaringnya, ia bertanya dalam Bahasa Inggris, "Tiga puluh dua, siapakah pemilik nomor yang beruntung ini?"

Setelah sekian lama tak ada peserta yang naik ke atas panggung, suara-suara helaan nafas kecewa pun terdengar dari kerumunan orang-orang itu, mereka segera menjulurkan leher mereka masing-masing untuk melihat siapakan orang yang beruntung itu.

Mata Carol terbuka lebar-lebar, ia berkata pada Lucy, "Cepat lihat, kau nomor berapa?"

Melihat orang-orang di hadapannya itu, Lucy pun mulai berpikir, tak mungkin sekebetulan ini kan.

Ia melihat wajah Carol yang tampak sangat bersemangat itu, lalu tersenyum dan membuka nomor di tangannya itu perlahan-lahan.

Ternyata benar, tiga puluh dua.

Ia melihat dua angka hitam yang tertulis di atas kertas di tangannya itu dengan sangat terkejut.

Carol dan Tessa yang berdiri di sebelah Lucy pun segera berteriak dan menunjuk-nunjuk ke arah Lucy, "Di sini, nomor tiga puluh dua di sini."

Pandangan para penonton itu pun langsung tersorot ke arah Lucy, dan akhirnya Lucy pun didorong oleh orang-orang itu sampai ke hadapan sang pembawa acara, tak lama kemudian, dirinya didorong-dorong lagi oleh gerombolan orang itu dan masuk ke dalam sebuah gereja di dekat sana.

Di dalam gereja itu ada sebuah ruang rias dan ruang ganti pakaian yang sudah tertata rapi, baru saja Lucy melangkah masuk ke dalam, tiba-tiba ia langsung ditarik masuk ke dalam ruang rias oleh seorang wanita berambut pirang dan bermata biru.

"Ini......" setelah tubuhnya didudukkan, kepala Lucy masih terasa sedikit panas, beberapa kali ia mencoba untuk bangkit berdiri dan menjelaskan, "Maaf, aku......"

"Sudah." wanita bermata biru itu tersenyum sambil menekan pundak Lucy, lalu berkata, "Tak perlu canggung, kau sangat cantik, keadaan kulitmu juga sangat bagus, percayalah padaku, Tuhan sudah memberikan kesempatan ini untukmu, aku pasti akan membuatmu cantik bagaikan bidadari."

Mata Lucy pun segera mengitari keadaan di sekeliling ruangan itu, lalu ia pun melihat Carol yang juga ikut masuk sedang berdiri di sebelah sambil menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya, wajahnya tampak sangat gembira, ia berkata, "Iya, iya, tidak semua orang seberuntung ini......"

Lucy pun meliriknya dengan kesal, "Kuberikan keberuntungan ini padamu saja, mau tidak?"

"Jangan......" Carol mengibas-kibaskan tangannya, lalu segera pergi dari tempat itu, "Aku pergi mencari Tessa saja dulu, aku ingin tahu apa yang sedang ia lakukan."

Lalu Carol pun segera berlari dari sana sebelum Lucy membuka mulutnya.

Dia tak bisa melakukan apa-apa lagi, ini pertama kalinya ia merasakan rasanya dipaksa melakukan sesuatu yang tidak ia inginkan seperti seekor bebek yang dipaksa naik ke atas panggangan.

Novel Terkait

After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu