Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby? - Bab 377 Apakah Masih Mau Dilanjutkan?

"Aku tidak akan mengatakannya dua kali."

Dean Shao berkata dengan dingin sambil memandang pria yang berdiri di pintu.

Keributan kecil ini menarik perhatian orang lain. Tak berapa lama, seorang yang tampaknya berpangkat lebih tinggi, datang dan berdiri di samping pria yang berada di pintu.

Setelah menelaah keadaan sejenak, ia menjelaskan, "Maaf, Pak, kami sedang memeriksa suatu masalah. Apakah anda melihat seseorang yang mencurigakan?"

Dean Shao menegakkan badan, maju dua langkah dan memicingkan mata, "Mencurigakan? Kurasa kalian berdualah yang mencurigakan."

Karena tidak mengetahui identitas Dean Shao, pria itupun tidak berani membuatnya tersinggung, maka ia tertawa dan menjelaskan, "Begini, presiden Sincere Jewelry baru saja diserang, kami sedang berusaha menemukan pelakunya..."

"Anderson Xun?" Dean Shao mengangkat alis dengan santai menyebutkan nama itu sebelum pria itu selesai berbicara.

Hal ini membuat pria yang baru datang itu menjadi lebih rileks, nada bicaranya pun lebih tenang, "Betul, presiden Anderson. Tak tahu apakah anda melihat..."

Tanpa menunggunya selesai berbicara, Dean Shao maju lagi dua langkah dan kini hanya berjarak kurang dari satu lengan dari pria itu. Ia membiarkan cahaya dari luar menerpanya. Ia menggigit bibirnya, pandangan matanya suram. Dengan suara lantang dan jernih ia berkata, "Karena dia, kamu dengan konyol datang dan menggangguku? Apakah kamu memandang rendah kepadaku? Atau apakah kamu curiga kalau aku pelakunya, mau menangkapku?"

Setelah berbicara ia mengambil langkah maju lagi, dan menatapnya lekat-lekat, sangat mengintimidasi.

Setelah beberapa saat akhirnya pria itu menunduk dan meminta maaf, "Maafkan aku, silahkan lanjutkan..."

Setelah berbicara, ia menutup pintu. Lalu suara langkah kakinya menjauh.

Lucy mengelus dada dan membuang nafas lega.

Dalam kegelapan Dean berjalan menujunya dan memandangnya, "Masih mau dilanjutkan?"

Lucy menolak, dan Dean pun teringat kejadian di dalam taksi kemarin. Ia pun tersenyum, "Baiklah..."

Ia berputar dan bersandar pada dinding, bersebelahan dengan Lucy.

Setelah menenangkan kegelisahan hati, ia mengganti topik pembicaraan, "Aku akan cari orang untuk mengurus masalah ini, kamu tak perlu khawatir."

Dalam kegelapan Lucy mengiyakan dengan pelan, lalu mereka menoleh satu sama lain secara bebarengan, dan keduanya tertawa.

Kesepakatan yang dicapai dalam kesunyian ini membuat hati Lucy merasa jauh lebih lega.

"Apakah kamu keluar karena mengkhawatirkan aku?" Tangan Dean Shao merogoh kantongnya dan menyentuh rokok, namun ia sejenak ragu, dan akhirnya memutuskan tidak mengeluarkannya.

Lucy mengingat kejadian tadi, dan merasa sedikit tersipu. Ia mengangguk, "Aku tak menyangka kemampuanmu begitu buruk, dulu tidak seperti ini..."

Dean Shao menunduk dan tertawa melihat ketidaktahuan wanita itu.

Perasaan yang telah terpendam di hatinya tiba-tiba muncul lagi. Ia menghindari arah pembicaraan itu. Ia berbalik menuju pintu dan menelepon.

Lucy juga berbalik. Saat Dean Shao selesai menelepon, Lucy telah duduk di atas sofa, badannya agak bersandar menunjukkan rasa lelah.

"Mungkin kamu harus tunggu disini sebentar, di luar saat ini tidak aman."

Dean Shao menggumam, berjalan lalu duduk tak jauh darinya. Kesunyian yang merambat menimbulkan suasana yang canggung.

Lucy berpura-pura tak merasakannya, ia bersandar di sofa dan memejamkan mata. Setelah beberapa saat, Dean mengeluarkan suara terbatuk pelan dan berkata,

"Ibuku, apakah pernah pergi mencarimu?"

Perkataan ini agak mengejutkannya, Lucy membuka matanya perlahan, bola matanya yang hitam berkerlip. Ia membetulkan posisi tidurnya, dan menggumam.

"Hanya sekali itu, aku menyuruh Bobby Song mengusirnya. Dia tidak tahu aku telah kembali ke Benefit Corp dan tidak tahu alamatku, jangan khawatir."

"Um," Dean Shao menopangkan kedua tangan di paha, seolah berpikir keras. Setelah mendengar jawaban Lucy, hatinya makin tertekan.

Sebuah permintaan maaf yang tertahan meluncur dari bibirnya, "Urusan ibuku ini, aku akan menanganinya juga."

Kalimat ini menggantung tanpa jawaban selama beberapa saat. Lucy memejamkan matanya dan tertidur.

Setelah entah berapa lama, pintu ruangan diketuk. Dean Shao bangkit dan membuka pintu, dan melihat Glen Lin berada di depan pintu sambil memegang mantel. Ia mengambilnya dan bertanya, "Bagaimana masalahnya?"

Glen Lin menjawab, "Semua sudah beres"

Ia lalu berbalik dan menggendong Lucy yang telah tertidur dari atas sofa, "Tanyakan pada asistennya, dimanakah rumahnya?"

Ia berjalan keluar, menggendongnya sampai ke mobil. Glen segera masuk ke kursi pengemudi dan berkata, "Rumahnya berada di sebelah Hotel Joy"

Saat ia selesai berbicara, ia merasa Lucy bergerak dalam pelukannya, mencari posisi tidur yang lebih nyaman, lalu kembali terlelap.

"Baik, antarkan dia pulang dulu."

Setelah menerima telepon, Bobby Song menunggu di depan pintu kamar Lucy. Saat melihat Dean Shao menggendong Lucy, ia terkejut. Mulutnya menganga dan mengatup, lalu ia segera membuka pintu kamar dan mempersilahkan mereka berdua masuk.

Dean Shao berjalan perlahan, takut membangunkan Lucy yang meringkuk di pelukannya. Tak sadar bahwa Lucy telah beberapa saat membuka mata, memperhatikan dadanya yang naik turun. Lucy meremas jari-jarinya.

Saat tubuhnya diletakkan perlahan diatas kasur barulah ia memejamkan matanya lagi.

Bobby Song mengatupkan kedua tangannya erat-erat dan menatap mata Dean. Saat melihat Dean belum juga akan pergi, ia berkata, "CEO Shao, sudah malam, segeralah pulang untuk beristirahat."

Dean menunduk, lalu menatap Bobby dengan tatapan tajam. Bobby tanpa sadar mengeluarkan keringat dingin, namun ia tetap mengepalkan tangan dan menelan air liur, tak mau kalah dalam menghadapi tamunya ini.

"Dean Shao, jika anda tetap tidak mau pergi, aku akan memanggil kepala pengawas."

Ia menggertakkan gigi lalu berjalan pergi.

Dean Shao bangkit dan merapikan hemnya, lalu memandang Bobby Song. Lalu ia berjalan pergi. Saat akan memasuki lift, ia melihat Bobby Song mengikutinya dan mengucapkan selamat tinggal di pintu. "Hati-hati di jalan."

Ia menekan tombol lift dan berpikir dalam hati, darimana Lucy mendapatkan asisten seperti ini.

Bobby tersenyum kaku. Saat pintu lift telah tertutup, ia mengelus dada dengan lega dan kembali ke dalam kamar. Ketika masuk, ia berteriak dengan riang, "Sudah kuusir dia."

Ketika ia memasuki kamar, Lucy masih terbaring diam. Ia berdiri di samping kasur dan mencubit hidungnya, "Tidak usah berpura-pura tidur, aku sudah lihat matamu terbuka."

Ketika Lucy mendengarnya, ekspresinya menjadi canggung. Ia membuka mata dan duduk, bertanya memastikan, "Benarkah?"

Novel Terkait

My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu