Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby? - Bab 595 Pernikahan di Gereja

Keesokan harinya, Lucy dan Tessa, serta Carol yang mengenakan sepatu hak tinggi dan berlagak seperti hendak pergi berlibur ke luar negeri pun masuk ke dalam pesawat dan terbang menuju ke Pulau Bali.

Pernikahan putra Tuan Besar Keluarga Mao katanya dilaksanakan di sebuah gereja yang sangat terkenal di sana, undangan Keluarga Mao sampai di Monk's Corp. seminggu yang lalu, sebenarnya yang diundang untuk datang kemari adalah Dean.

Namun Dean masih harus menyelesaikan masalah Glorious Corp., setelah ia sesuaikan jadwalnya beberapa kali, ternyata tetap saja ia tidak bisa menghadiri acara itu, oleh karena itu terpaksa ia harus menyuruh Lucy untuk datang menggantikannya.

Sebenarnya saat datang kemari, entah kenapa Lucy selalu merasa ada perasaan yang tidak tenang.

Untung saja ada Carol yang ikut bersamanya, kalau dibandingkan dengan Lucy, perjalanannya kali ini benar-benar dibiayai oleh perusahaan, oleh karena itu perasaannya sungguh sangat senang.

Malamnya, pesawat mereka pun mendarat, ketiga orang itu pun membawa barang bawaan mereka ke hotel yang telah mereka pesan sebelumnya, Lucy dan Carol tinggal dalam satu kamar, Tessa tinggal sendirian dalam satu kamar.

Setelah masuk ke dalam kamar hotel, Carol langsung melemparkan barang bawaannya, dan berbaring di atas sofa dalam kamar itu, lalu memainkan handphonenya entah apa yang sedang ia lakukan.

Setelah selesai mandi, Lucy pun keluar dan melihat Carol yang masih sedang memainkan handphonenya seperti setengah jam yang lalu, sambil mengusap-usap rambut basahnya ia mengingatkan Carol, "Cepat mandi sana, sudah larut malam."

"Tak usah terburu-buru......" kedua mata Carol bersinar terang, ia mengulurkan tangannya dan meminta Lucy untuk duduk di sebelahnya, lalu ia pun memberikan handphonenya pada Lucy, sambil menunjuk foto sebuah gereja di dalam handphonenya itu ia berkata, "Lihatlah, ini adalah gereja tempat resepsi Tuan Muda Keluarga Mao besok lusa, keren kan?"

Lucy terpaksa melihatnya, seketika ia pun tercengang.

Bangunan gotik berwarna putih, tampak begitu megah dan mewah, ada sebuah ladang rumput yang hijau dan berseri di depan halaman gereja itu, melihat hiasan pernikahan di atas ladang rumput yang hijau itu, entah kenapa hati Lucy terasa sedikit sedih.

Ia pun tersenyum paksa dan berkata, "Keren, kudengar Tuan Besar Keluarga Mao paling menyayangi putranya ini, tentu saja pesta pernikahannya tidak akan biasa."

Wanita di sebelahnya itu menggeser-geser layar handphonenya itu melihat foto selanjutnya, selain foto-foto pemandangan dan hiasan outdoor, ada juga foto-foto detail mengenai tatanan indoor, pokoknya seperti yang dikatakan oleh Lucy, tidak biasa.

Lucy melihatnya sesaat, tak lama, ia pun merebut handphone itu dan menguncinya, lalu meletakkannya di sebelah, "Sudah larut malam, cepat mandi sana."

Carol menggigit bibirnya, lalu menatap wajah Lucy dengan sedikit tersenyum, lalu ia pun menepuk tangan sofa itu dan berjalan ke arah kamar mandi.

Setelah ia keluar dari kamar mandi, Lucy sudah sedang berbaring di atas ranjang dan memejamkan kedua matanya.

"Lucy, perutmu ini sudah ada beberapa bulan kan, kapan kau akan mengadakan resepsi pernikahanmu dengan Dean?" Carol pun juga berbaring di atas ranjang, lalu menopang kepalanya dengan tangannya sambil melihat ke arah Lucy, dengan mata penasarannya itu ia berkata lagi, "Aku masih menunggu undangan kalian lho."

Lucy sebenarnya sama sekali tidak mengantuk, namun ia tetap tidak membuka matanya, ia menjawab Carol dengan tenang, "Mungkin tunggu sampai semua masalah ini berlalu, seharusnya tidak dalam waktu dekat ini."

Lalu, tiba-tiba Lucy pun tersenyum dan berkata, "Pasti akan ada kesempatan, aku saja tidak terburu-buru, untuk apa kau terburu-buru?"

Melihat wajah santai Lucy itu, Carol pun memonyongkan bibirnya, lalu ia pun berbaring dan membuka kedua tangannya, "Sebuah pernikahan saja sudah ditunda sampai lima enam tahun, di dunia ini hanya Nyonya Shao kau lah yang bisa melakukan hal seperti ini."

Tiba-tiba, Carol pun menoleh ke arah Lucy lagi dan bertanya, "Jujur, apa kau tidak marah?"

Lucy membuka matanya perlahan-lahan, ia memikirkan pertanyaan Carol itu di dalam kepalanya, setelah berpikir sesaat, ia pun tersenyum dan berkata, "Tidak, aku memang lumayan sedih, tapi aku tidak marah, dia adalah seorang suami yang sempurna, aku tidak punya alasan untuk marah terhadapnya."

Perasaan yang awalnya terus menyelimuti hatinya itu, tiba-tiba langsung menghilang karena satu pertanyaan dari Carol tadi.

Mendengar jawaban itu, Carol pun membuka matanya lebar-lebar, lalu tersenyum licik ke arah Lucy.

Lucy merasa canggung dibuatnya, baru saja ia hendak bertanya sesuatu, tiba-tiba Carol pun membalikkan badannya dan mematikan lampu, "Tidur, tidur, besok saja kita diskusikan lagi."

Katanya memang mau tidur, tapi tiba-tiba, di tengah malam mata Lucy pun terbuka, ia melihat handphone di sebelahnya itu masih menyala dan menerangi wajah putih Carol yang tampak sedikit mengerikan.

Lucy pun membalikkan badannya dan bertanya, "Kenapa kau masih belum tidur?"

Carol pun terkejut bukan kepalang, keringat dingin pun bercucuran dari belakang punggungnya, ia mengangkat kepalanya dan melihat ke arah Lucy lagi, setelah melihat sepertinya Lucy tertidur lagi, barulah ia menepuk-nepuk dadanya dan berkata, "Jangan takut, jangan takut, kau sedang melakukan kebaikan."

Keesokan harinya, setelah Lucy selesai mencuci muka dan hendak berdandan di depan cermin, barulah Carol bangun dengan kedua mata pandanya, lalu setelah itu ia langsung berjanjak ke kamar mandi seperti seorang warwah.

Saat menyantap sarapan pagi di lantai bawah, begitu melihat ekspresi wajah Carol yang tampak suram itu, Lucy pun langsung mengulurkan tangannya dan meraba kening Carol, "Ada apa, apa kau tidak enak badan?"

Carol menepis tangan Lucy itu dengan tangannya, lalu tersenyum pucat, "Tidak apa-apa, aku tidak apa-apa."

Lalu entah sengaja atau tidak, ia pun melirik ke arah Tessa.

Melihat gerak-gerik kedua orang ini, Lucy pun langsung merasa curiga, ia segera membalikkan badannya dan melihat ke Direktur Zheng yang juga tampak suram dan mengantuk itu.

Dengan bingung ia melihat ke arah dua oran gitu, "Kalian berdua ini sedang apa?"

Kedua orang itu pun saling bertatapan, lalu menundukkan kepala dan menyantap makanannya masing-masing tanpa berkata-apa, tak ada seorang pun yang ingin menjawab pertanyaan Lucy barusan.

Carol menyantap roti dengan lahapnya, lalu ia tersenyum dan menunjuk ke arah luar jendela, "Eh, kudengar di sekitar sini ada banyak gereja untuk resepsi pernikahan, gaya desainnya juga berbeda-beda, setelah makan ini kita juga tidak ada pekerjaan kan, kita pergi lihat-lihat bersama saja?"

Suaranya terdengar sangat tinggi dan nyaring.

Tessa yang masih mengunyah roti di dalam mulutnya itu pun langsung mengangguk-anggukkan kepalanya dengan semangat, "Boleh, boleh, aku juga ingin melihat-lihat, mungkin saja aku bisa menggunakannya kelak saat aku menikah......"

Kedua orang itu pun membuat keputusan itu dengan semangat, lalu melirik ke arah Lucy dan bertanya, "Kau pergi tidak?"

Dengan melahap makanannya, Lucy menjawab, "Tidak, aku lelah, kalian saja yang pergi."

Meskipun ia tidak bisa menebak detailnya, tapi ia bisa merasakan bahwa kedua orang ini sedang menyembunyikan sesuatu darinya.

Ternyata benar, setelah mendengar kalau Lucy tidak ingin pergi, kedua orang itu pun langsung menarik-narik dan memaksanya untuk naik ke atas mobil juga. Sang supir pun langsung menginjak gas mobilnya, dan dua puluh menit kemudian, mobil itu pun berhenti pada sebuah pinggiran jalan yang sangat luas.

Di salah satu sisi dari pinggiran jalan itu ada pantai dan lautan yang sangat luas, dan di sisi lainnya, ada sebuah ladang rumput yang sangat besar dengan beberapa bangungan gereja yang berdiri di atasnya.

Rasanya sungguh jauh berbeda ketika ia melihatnya dengan mata kepalanya sendiri, jauh lebih menakjubkan dari foto yang ia lihat kemarin.

Lucy yang berdiri di pinggiran jalan itu tercengang beberapa saat, tiba-tiba sebuah suara wanita yang nyaring pun terdengar di telinganya, "Eh, lihat, apa yang mereka lakukan di sana?"

Lucy melihat ke arah jari Carol menunjuk, ia melihat beberapa pasang pria dan wanita muda yang sedang berdiri di depan gereja entah sedang melakukan apa.

"Ayo kita lihat ke sana."

Novel Terkait

My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu