Cintaku Yang Dipenuhi Dendam - Bab 153 Identitas (1)

“Hey, dia mau dua miliar, kamu kebanyakan uang ya!” Aku dengan tidak berani percaya berkata pada Tuan kelima.

Tuan kelima membantu mengangkatku dan berkata: “Asalkan lehermu membaik, dua miliar bukan apa-apa!”

Aku tidak bisa berkata apapun, bagaimana orang ini bisa begitu murah hati, Lan Ke sangat jelas sedang merampok di tengah kebakaran!

Tuan kelima membawaku masuk ke apartemen Lan Ke, tempat tinggal bujangan yang khas. Tidak ada sesuatu yang feminin di aula. Tuan kelima membawaku duduk di sofa, Lan Ke datang, dan meletakkan tangannya di leherku, menekan, memijat, dan mengurut, lebih serius daripada beberapa hari yang lalu, dan waktunya lebih lama.

“Datang setiap hari selama seminggu.” Lan Ke mengambil kembali tangannya dan leherku tiba-tiba terasa jauh lebih baik. Aku menggoyangkan leherku pelan-pelan dan berdiri, Tuan kelima bertanya padaku, “Bagaimana bocah ini memijatnya?”

“Baik.” Aku mengerutkan kening, orang ini memang memiliki keahlian, tetapi jumlah uang yang dia minta lumayan kejam.

“Ayo pergi.” Tuan kelima duluan keluar, ketika aku akan pergi, Lan Ke bertanya: “Kenapa kamu memiliki tahi lalat di belakang telingamu?”

“Tumbuh sendiri.” Aku merasa lucu dengan pertanyaan Lan Ke, tahi lalat kalau bukan tumbuh memangnya bisa dibeli?

“Maksudku, apakah itu bawaan dari dalam rahim.” Lan Ke mengerutkan kening.

Aku memiringkan kepala: “Kamu benar-benar orang aneh, kenapa bisa tertarik dengan tahi lalatku. Terlalu kurang kerjaan.” Orang ini selalu saja menyindirku, dan suka merampok di tengah kebakaran, aku mengambil kesempatan untuk menyindirnya.

Lan Ke memelototi dan berkata, “Kamu yang kurang kerjaan, sesuka hatimu mau bilang atau tidak!” Setelah berkata, tidak lagi melayaniku, langsung masuk ke rumah.

Aku keluar dari apartemen Lan Ke, Tuan kelima sudah menungguku di dalam mobil.

“Mengapa keluar begitu lambat, apa yang kamu lakukan di dalam!” Pria itu berwajah tidak sabar.

“Tidak apa-apa.” Tuan muda ini tidak ragu menghabiskan banyak uang untuk merawatku, aku sangat berterima kasih padanya.

Tetapi aku berdiri di depan mobil tidak naik, aku sangat khawatir dan memastikannya lagi: “Apakah kamu benar akan membayarnya dua miliar? Jumlah uang ini, aku tidak mampu membayarnya.”

Tuan kelima menatapku dengan tatapan suram: “Tunggu kamu bayar, lebih baik aku menunggu kehidupan selanjutnya, cepat masuk mobil, temanku masih sedang menungguku untuk berkumpul.”

Aku tidak mengatakan apapun lagi, masuk ke mobil. Mumpung dia sudah mengatakan seperti itu, dia sendiri yang ingin menghabiskan uang bukan aku yang meminta padanya. Untuk apa aku masih merasa ragu.

Tuan kelima tidak melayaniku sepanjang jalan, hanya mengantarku kembali ke apartemen, ketika aku turun dari mobil dia barulah berkata: “Hutang ini dicatat dulu, tunggu besok-besok dihitung sekaligus.”

“Apa yang kamu katakan?” Aku berdiri dengan ekspresi terkejut.

Tuan kelima mengangkat alisnya: “Kalau tidak, kamu menandatangani kontrak denganku, menjual diri seumur hidup, maka kamu tidak perlu membayar uang itu.”

“Kamu....” Aku terkejut dan kesal, merasa telah dipermainkan oleh orang ini.

Bibir Tuan kelima terangkat sebuah senyuman, menginjak gas, mengendarai mobil dan pergi.

Pokoknya aku tidak memiliki uang, hanya memiliki nyawa. Sambil naik ke atas, aku sambil bersumpah, membunuh aku pun tidak akan mengembalikannya, aku juga tidak mampu membayarnya.

Aku menelepon Wen Yiru dan memberitahunya akan kembali beberapa hari lagi, aku merawat tulang punggung di sini, Wen Yiru sangat prihatin: “Bagaimana kondisimu sekarang? Sudah membaik? Kalau masih sakit, tinggal lagi beberapa hari, membiarkan dokter itu mengobatimu.”

Aku: “Katanya dijamin sembuh dalam tujuh hari, aku melihat orang itu lumayan pandai, seharusnya tidak berbohong.”

Wen Yiru: “Baiklah, kalau kamu butuh uang, katakan saja.”

“Ya.”

Aku menutup telepon, menghadap ke cermin, mengaca belakang telinga, ada tumbuh tahi lalat di sana, aku pernah mendengar Jiayu dan Mo Ziqian memberitahuku, aku sendiri sama sekali tidak dapat melihatnya.

Tidak menyangka ditemukan oleh Lan Ke si bocah itu, ngomong-ngomong, aku sendiri pun tidak tahu kapan tumbuh tahi lalat ini, atau mungkin bawaan lahir.

Kalau itu benar-benar bawaan lahir, dapatkah itu membantuku menemukan keluarga? Aku menggelengkan kepala, keluargaku sudah meninggalkanku,untuk apa mencari mereka lagi.

Pada pagi hari, Tuan kelima meneleponku: "Lan Ke praktek hari ini, malam ini kita pergi rumahnya mencari dia.” Selesai berkata Tuan kelima langsung menutup telepon.

Pada pukul delapan malam, Tuan kelima datang menjemputku, aku berpikir sepanjang jalan, akankah dia mendadak meminta uang denganku? Untungnya, dia sangat sibuk. Dia tidak berhenti menelepon di sepanjang jalan dan sama sekali tidak berbicara denganku.

Ketika tiba di apartemen Lan Ke, dia masih menelepon, orang di sana mendesaknya untuk pergi, dia menjawab tidak punya waktu dan langsung menutup telepon. Aku bingung dan berkata: “Kalau kamu memiliki urusan pergi saja, aku akan masuk sendiri.”

Tuan kelima memelototiku: “Apa yang ingin kamu lakukan dengan bocah itu?”

Tiba-tiba aku tertegun, marah hingga menaikkan bola mataku ke atas.

“Gila!” Aku memarahinya dan langsung menuju ke pintu.

Lan Ke mencuci tangannya, berdiri di belakangku, membantuku memijat tulang belakang sambil bertanya, “Apakah kamu anak yatim piatu?”

Aku: “Ada apa?”

Lan Ke: "Tidak ada apa-apa, penasaran.”

Aku: “Berhati-hatilah penasaran akan membunuh kucing.”

Lan Ke: “Aku tidak tahu apakah akan membunuh kucing, tapi aku menebak tahi lalatmu ini, pasti tumbuh dari dalam rahim.”

“Kenapa?”

********(penasaran membunuh kucing didapat dari cerita kucing yang terlalu penasaran dengan isi toples di atas meja dan tidak sengaja jatuh ke dalam sup panas)********

Aku membalik dan tampak terkejut, mengapa dia memiliki pikiran seperti ini?

Lan Ke akan berkata, namun Tuan kelima berwajah suram dan berkata: “Apakah kalian sudah selesai?”

Dia tiba-tiba menarik tanganku dan membawaku ke pelukannya, disaat berikutnya, aku tanpa terduga sudah berada di dalam pelukannya: “Kalau menggoda yang lain lagi, uang dua miliar, kamu bayar sendiri!”

Suara rendah Tuan kelima terdengar di telingaku, seperti telinga yang gemuruh, membuatku langsung menjadi lembut.

Aku tidak berani bertanya apapun, uang sejumlah dua miliar, membunuhku pun aku tidak mampu membayarnya.

Dan Lan Ke, tangannya yang masih dalam postur memijat tulang punggungku, pada saat ini juga mendinginkan wajahnya: “Apakah masih ingin diobati? Mengobati setengah akan kehilangan nyawa.”

Aku tidak tahu apakah Lan Ke sedang menakuti orang, dia terlihat serius dan marah.

Tuan kelima juga tidak berani mengambil resiko, melihat Lan Ke dan menatapku, kemudian berbisik mengancamku: “Jangan dekat-dekat dengannya, dengarkah kamu!”

Kata-katanya membuatku tertegun, dan Tuan kelima sudah keluar. Lan Ke terus membantuku memijat, tetapi selalu berwajah suram dan tidak berkata.

Setelah perawatan, aku keluar dari apartemen Lan Ke dan melihat Tuan kelima bersandar pada mobil dan merokok, sosoknya yang tinggi berdiri dibawah cahaya lampu terlihat penuh pikiran dan keberatan, tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan.

Mendengar langkah kakiku, dia membuang rokoknya dan membungkukkan tubuhnya masuk ke dalam mobil, menyalakan lampu. Terpikir perkataannya bahwa membiarkan diriku sendiri mengeluarkan dua miliar rupiah, aku langsung kehabisan nafas dan tidak ingin masuk ke mobil.

Mata Tuan kelima yang muram terangkat, "Apa yang kamu lakukan tertegun disana? Ingin tinggal disini menemani si bocah itu?”

Perkataan Tuan kelima membuat kulit kepalaku kebal, apa saja pikiran di dalam otak orang ini? Aku masuk ke dalam mobil tanpa mengatakan apapun, Tuan kelima menyalakan mobil dan dengan cepat meninggalkan komplek itu.

Kembali ke apartemen, sudah jam sepuluh malam, aku menelepon video call dengan Qiang-Qiang, dan segera tertidur. Dalam mimpi, Tuan kelima mengulurkan tangan besarnya dan meminta dua miliar padaku dan aku terbangun ketakutan.

Karena Lan Ke harus praktek di klinik akhir-akhir ini, perawatanku diatur pada malam hari.

Pada siang hari, aku pergi mencari Jiayu, Jiayu berbaring di sofa dan sedang membaca buku cara mengasuh anak, televisi sedang menyiarkan program pendidikan pra kelahiran. Seluruh tubuh Jiayu yang menjadi gendut, dan wajahnya dipenuhi dengan lapisan cahaya seorang ibu.

Novel Terkait

Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
3 tahun yang lalu

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu