Nikah Tanpa Cinta - Bab 422 Menunggu Kabar

Ivana Hua menyuruh karyawannya untuk mengantarkan kopi ke aku, aku menghabiskannya, kemudian tidak beranjak pergi.

Dia menyuruh mengantarkan secangkir kopi lagi, aku menghabiskannya, dan tetap masih tidak beranjak pergi.

Kali ini dia gelisah, "Kamu masih tidak pergi? Aku di sini masih mau kerja."

Aku bilang tidak ada tempat yang bisa kudatangi, aku mau menunggu kabar di sini.

Ivana Hua mengerutkan dahi, "Aku akan memberitahu kamu kalau ada kabar, aku tidak leluasa untuk bekerja kalau kamu di sini."

Aku bilang tidak apa-apa, aku hanya akan duduk dan diam. Kamu lakukan saja apa yang seharusnya dikerjakan, tidak perlu terpengaruh oleh aku.

"Bukan begitu, kalau kamu di sini, bagaimana aku bisa fokus bekerja? Sudah kubilang aku akan memberitahu kamu kalau ada kabar."

Tapi aku masih tidak berkutik. Aku punya pemikiranku sendiri. Aku merasa kalau Yulianto Hua benar-benar pergi ke Amerika sendiri, dia pasti akan pamit dengan dua orang, satu adalah Hendra Hua yang sedang koma, satunya lagi adalah Ivana Hua.

Dua orang ini adalah keluarga dekatnya, kalau dia akan bepergian jauh serta tidak tahu kapan pulangnya, dia pasti akan datang mengunjungi dua orang ini.

Jadi aku menunggu di sini, siapa tahu dia ke sini, jadi aku bisa langsung menemuinya.

Ivana Hua juga orang yang cerdas, dengan cepat dia sudah mengerti pemikiranku. "Kamu berpikir Yulianto Hua akan ke sini? Jadi kamu mau menunggu di sini?"

Kalau memang dia sudah bisa menebak, aku pun tidak perlu mengelak, hanya bisa tersenyum paksa.

"Kalau begitu tunggulah kamu di sini," Ivana Hua juga tidak mendesakku lagi.

Namun sampai akhirnya aku menunggu hingga sore pun Yulianto Hua tidak datang.

Aku rasa tebakkanku salah.

Mau tidak mau aku meninggalkan Chinese Medicine Museum dan pulang ke Maple Garden.

Baru saja sampai depan pintu, Yulianto Hua tiba-tiba menelepon. Hatiku yang cemas tiada tara baru mulai tenang.

"Ivory, sedang apa?" Suara Yulianto Hua begitu familiar.

"Mencari kamu seharian tapi tidak ketemu, jadi baru saja pulang. Kamu sedang apa? Kenapa bawa barang-barang keperluan yang lain? Kamu mau ke mana?"

"Aku di Hongkong sekarang, bersiap terbang ke Amerika dari sini. Ivory, aku merasa tetap tidak seharusnya membawa kamu pergi, kamu tinggal dulu di Shanghai, bantu aku menjaga keluarga itu."

Awalnya aku sudah kegirangan, tapi kalimat terakhirnya kemudian seolah mendorong aku ke jurang es.

"Apa kamu bilang? Kamu sudah di Hongkong? Kamu benar-benar meninggalkan aku sendirian?" Aku merasa bicaraku pun gemetaran.

"Maaf, kamu jangan sedih, kamu menetap di Shanghai dulu, tunggu aku sudah selesai berberes, baru aku jemput kamu." Ujar Yulianto Hua.

Hatiku semakin kecewa, aku merasa seperti djpermainkan. Semua yang ia katakan kepadaku sebelumnya itu bohong. Dari awal dia tidak berniat untuk membawa aku ke Amerika!

"Yulianto Hua, kamu sendiri yang bilang mau membawa aku ke Amerika, kalau kamu tidak bilang, aku juga tidak ada pemikiran seperti itu. Tapi sekarang kamu bilang ke aku kalau kamu pergi sendiri? Kalau kamu tidak ingin membawa aku, langsung kamu katakan saja, aku juga tidak akan mengikuti kamu terus, kenapa kamu membohongi aku?"

Yulianto Hua terdiam sejenak.

"Kenapa tidak bersuara? Apakah kamu sedang berpikir harus bagaimana menghadapi aku?" Ujarku dengan gusar.

"Bukan seperti itu. Awalnya aku memang mau membawa kamu pergi, tapi kemudian setelah aku pikir-pikir, kalau kita berdua pergi, maka rumah di Shanghai tidak ada orang lagi, jadi aku berharap untuk sementara kamu membantuku menjaga rumah di sana."

"Ini semua hanya alasan! Aku tidak akan termakan oleh ucapanmu! Jelas-jelas kita sudah sepakat, tapi kamu malah tidak menepati janji. Yulianto Hua, aku juga sudah tidak ingin pergi ke Amerika bersamamu, sekarang aku mau kamu kembalikan anakku, aku mau ke Amerika juga hanya karena ingin melihat anakku, bukan untuk terus bersama kamu! Kamu membawa anakku ke Amerika tanpa persetujuanku, lalu sekarang kamu pergi ke Amerika sendirian, kamu memang tidak ingin aku bertemu dengan anak, aku mau kamu kembalikan anakku!"

Suaraku terdengar histeris dan serak.

“Ivory, kenapa kamu berpikir seperti itu?” Suara Yulianto Hua agak pedih.

Tapi saat ini aku sangat marah, sama sekali tidak memikirkan dia sakit hati atau tidak, aku terus membentakinya, “Lalu kamu mau aku berpikir bagaimana kalau tidak seperti ini? Yulianto Hua, jangan-jangan kamu membawa wanita lain ke Amerika, jadi membuang aku di sini? Kuberitahu kamu Yulianto Hua, kamu tidak boleh mencarikan ibu tiri untuk anakku! Kalau kamu berbuat seperti itu, aku akan terus membenci kamu!”

Yulianto Hua terdiam lagi.

“Kamu kira dengan kamu tidak bersuara sudah selesai masalah?Jawab aku sekarang juga, kapan kamu akan mengembalikan anakku?”

“Itu juga adalah anakku.” Jawab Yulianto Hua dengan tenang.

“Itu anak yang aku lahirkan! Kamu tidak berhak merampas hakku untuk bertemu dengannya.”

“Aku tidak bilang tidak memberimu menemuinya, untuk apa kamu seemosi ini? Dan kamu tenang saja, aku tidak akan mencarikan ibu tiri untuknya, dia hanya punya satu ibu, yaitu kamu, semua kekhawatiran kamu itu tidak perlu sama sekali.”

“Lalu kapan kamu memberi aku menemuinya? Beri aku satu waktu yang detail.”

Yulianto Hua menghela nafas, “Ivory, tidak seharusnya kita seperti ini. Aku tidak akan merampas hakmu untuk bertemu dengan anak, tapi sementara aku belum bisa memberitahu kamu waktu yang detail untuk menemuinya, beri aku sedikit waktu bolehkah? Aku akan mengatasinya dengan baik.”

“Mengatasi apa? Ada apa yang perlu kamu atasi? Kamu cukup bawa anak pulang ke sini dan diserahkan ke aku saja, apa yang susah?”

Dia tidak bersuara lagi di balik telepon sana. Aku paling benci dengan keheningan dia yang tiba-tiba begini, karena aku tahu dia diam karena tidak ingin menjawab aku dengan jelas.

“Sudah, aku sudah akan naik pesawat, kamu yang baik-baik di sana, tunggu kabar dari aku.” Ujar Yulianto Hua.

“Yulianto Hua, aku benci kamu……”

Belum selesai aku berbicara, teleponnya sudah dimatikan.

Firasatku termasuk tepat, ternyata memang terjadi sesuatu, Yulianto Hua pergi sendiri. Sambil menggenggam ponsel, air mataku mengalir lagi.

Beginilah yang dikatakan semakin besar harapan, semakin besar pula kekecewaan. Dulu aku mengira kami sudah bercerai, jadi tidak peduli apa yang dia lakukan, aku tidak sedih.

Tapi kemudian aku tahu kami belum bercerai, dan dia merelakan kedudukan pimpinan Hua’s Inter Company demi aku. Jadi aku berpendapat dia sangat mencintai aku, sangat menyayangi aku. Oleh karena itu timbul banyak bayangan yang membahagiakan mengenai masa depanku dengannya, mulai mengimajinasikan berbagai kebahagiaan dan keindahan.

Tapi di saat aku merasa semuanya begitu indah, tiba-tiba dia malah demikian, bagaimana aku bisa menerimanya?

Kalau dipikir-pikir, dari dulu Yulianto selalu baik. Masalah muncul di malam itu setelah acara perjamuan, sampai di Maple Garden, dia tidak turun dari mobil, menyuruh aku masuk dulu, kemudian dia melamun sendiri semalaman di luar, lalu sejak itu dia berubah.

Sekian lama aku bersamanya, terhadap dia masih lumayan memahami. Di acara perjamuan, aku dan Felicia Chen saling beradu mulut, dia membantu aku, serta tatapannya ke aku juga begitu tulus. Aku yakin saat itu masih tidak ada sesuatu yang terjadi.

Masalah timbul di perjalanan saat keluar dari perjamuan sampai Maple Garden, sebenarnya apa yang terjadi, yang membuat dia berubah pikiran?

Aku mengingat kembali, di perjalanan pulang ke Maple Garden, dia tidak menjawab telepon apa pun, sepertinya tidak ada apa pun yang terjadi. Lalu sebenarnya apa yang menyebabkan Yulianto Hua berubah pikiran?

Novel Terkait

 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
4 tahun yang lalu

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Cinta Yang Dalam

Kim Yongyi
Pernikahan
4 tahun yang lalu

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu

Cinta Dan Rahasia

Jesslyn
Kesayangan
5 tahun yang lalu