Nikah Tanpa Cinta - Bab 87 Sangat mengejutkan

Rick Chen mengembalikanku kepada Yulianto Hua, ia memelukku dan kemudian meletakkanku di atas sofa yang tempat Rick Chen meletakkanku sebelumnya.

Lalu dia berbalik badan dan bergegas ke arah Rick Chen lagi.

"Yulianto, dengarkan penjelasanku...."

Tapi Yulianto tidak mendengarkannya sama sekali, dan mulai meninju Rick Chen lagi.

Aku berteriak dengan penuh tenaga, "Yulianto, kamu salah paham...."

Tapi Yulianto Hua tidak mau mendengarkanku, dia sudah sedang berkelahi dengan Rick Chen.

Aku ingin bangkit berdiri untuk mencoba membujuknya, tapi aku tidak ada tenaga untuk bangkit berdiri.

Rick Chen juga sudah mulai emosi, sehingga dia sudah tidak hanya menghindar lagi, melainkan menyerangnya balik.

Jangan melihat Rick Chen yang biasanya lemah lembut, ia tampaknya menjadi orang yang berbeda ketika mulai berkelahi, kedua pria tampan tersebut saling meninju dan menendang satu sama lain, mereka berkelahi dengan sangat baik, menarik sekelompok orang untuk datang menonton.

Kemudian dua anak buah Rick Chen mengepalkan tangan dan menyaksikannya di samping, tetapi mereka juga tidak maju untuk membantu.

Seharusnya ini yang dimaksud oleh Rick Chen.

Kemudian Yulianto Hua tiba-tiba berhenti dan menerima tinjuan dari Rick Chen, lalu berbalik badan dan pergi.

Berjalan ke depanku, membungkukkan badan dan menggendongku, dan berjalan keluar tanpa menoleh ke belakang.

Begitu tiba di depan mobil, dia membuka pintu kursi belakang dan memasukkanku ke dalam, tindakannya sangat kasar, kepalaku membentur pintu mobil sampai terdengar suara benturannya, tetapi sepertinya dia tidak mendengarnya.

Menutup pintu, ia memasuki kursi pengemudi tanpa mengucapkan sepatah kata pun, menyalakan mobil, dan pergi dengan cepat.

"Yulianto Hua, itu bukan yang seperti yang kamu pikirkan, kamu salah paham ..."

“Diam kamu!” Dia membentak.

Selain membentaknya, dia juga menginjak pedal gas dengan kencang, mengendarai mobil dengan sangat cepat, dalam sekejap sudah langsung sampai Maple Garden.

Setelah turun dari mobil, dia mengangkatku keluar dari mobil dan langsung melemparkanku ke dalam kolam renang yang bagian air dalam.

Kakiku sedang lemah dan tidak bisa berdiri dengan benar, tertelan beberapa teguk air berturut-turut, rasanya sangat tidak nyaman.

Setelah tersedak aku merasa semakin tidak nyaman dan juga masih tidak bisa berdiri dengan stabil, tubuhku mulai tenggelam kebawah lagi, menepuk tangan secara acak juga tidak membantu. Ketika ingin teriak meminta tolong, aku ketelan air lagi.

Tepat pada saat ini terdengar suara cemplungan, Yulianto Hua melompat masuk ke dalam kolam dan menarikku keluar. Lalu melemparku ke tepi kolam, perutku penuh dengan air, terasa sangat mual, aku berlari ke pinggir dan memuntahkannya.

Yulianto Hua berjalan mendekat dengan tubuhnya yang basah kuyup, dengan keras menepuki punggungku, membantuku untuk memuntahkannya, seperti menepukku tapi diwaktu yang bersamaan juga terasa seperti memukuliku, itu membuat punggungku terasa sangat sakit.

Setelah tersedak dan muntah-muntah, ditambah dengan seluruh tubuhku basah kuyup, aku perlahan mulai sadar dan merasa jauh lebih rileks. Di bawah cahaya, wajah Yulianto Hua terlihat sangat marah, pandangan matanya tajam bagaikan pisau.

"Maaf aku lengah. Ada orang yang menyelipkan obat ke minumanku."

"Ini sudah ke berapa kalinya kamu diselipin obat sama orang? Apakah kamu tidak bisa belajar dari kesalahanmu? Otakmu ini otak babi ya? Atau mungkin lebih bodoh dari otak babi....."

Yulianto Hua memarahiku bagaikan tembakan yang bertubi-tubi, sangat banyak caci maki yang biasa dikatakan oleh rakyat jelata, tak disangka keluar dari mulut anak orang bangsawan, benar-benar sangat mengejutkan.

Aku tidak mengatakan sepatah katapun, berjongkok di lantai dan dimarahi seperti anjing.

“Kamu masih tidak terima?” Yulianto Hua mengangkatku dari tanah, melototiku dan bertanya.

"Aku salah, aku menyesal tidak mendengarkanmu. Aku pikir itu kan kumpul-kumpul rekan kerja, tidak akan ada apa-apa. Apalagi ini bukan kumpul-kumpul secara private, , melainkan kumpul satu rombongan besar." Aku berkata sembari menundukkan kepala.

"Kamu tidak perlu mengunnakan otak babimu itu untuk berpikir, ada begitu banyak orang, apa kamu kira tidak mungkin ada anak buahnya Keith Feng di antara mereka? Apakah kamu pikir Keith Feng akan dengan begitu mudah membiarkanmu menyelesaikan krisis yang dia buat untukmu dengan begitu saja? Aku sudah bilang jangan menemani mereka minum-minum, mengapa kamu tidak mendengarkanku? "

"Aku salah." Aku hanya ingin mengakhiri omelannya secepatnya, aku ingin kembali untuk tidur, kepalaku sangat pusing.

"Bagaimana bisa seorang wanita yang telah diselipkan obat ke minumannya berkali-kali masih tetap saja tidak belajar dari kesalahannya? Tipuan rendahan seperti ini, kamu masih bisa-bisanya sering tertipu, kamu tuh sebodoh apasih?" Yulianto Hua tidak mengampuninya begitu saja.

"Aku salah, aku sudah tahu aku salah, maafkan aku oke? Aku akan berhati-hati lain kali."

“Masih ada lain kali?” Yulianto Hua berkata dengan marah.

"Tidak ada lain kali, aku tidak akan pernah minum-minum lagi."

“Mengapa Rick Chen bisa ada di sana?” Yulianto Hua bertanya.

"Aku secara paksa dibawa ke hotel oleh si bajingan itu, lalu aku tidak sengaja bertemu dengannya di lift, kemudian dia menyelamatkanku."

"Apakah kamu masih bisa mengenali orang yang membawamu ke hotel itu?"

"Palaku pusing pada saat itu, tapi seharusnya aku masih bisa mengenalinya. Aku akan mencaritahu besok, oke? Palaku sakit sekali, aku ingin tidur."

Yulianto Hua menggendongku, berjalan ke atas, dan kemudian melemparkanku ke tempat tidur dengan keras, lalu ia dengan cepat dan mudah melepaskan seluruh pakaianku yang basah.

Lalu ia berbalik badan dan pergi ke kamar mandi, datang membawa handuk, mengelapi rambutku yang basah. Kemudian menaruh handuknya, menarik selimut dan menyelimutiku.

"Terima kasih."

“Keluar!” Melemparkan sepatah kata, dan kemudian ia keluar.

Aku ini sedang rebahan di kasur, satu badan tak bertenaga, bagaimana aku bisa keluar? Apakah dia begitu suka menyuruh orang untuk keluar?

Dengan sangat cepat aku sudah terlelap tidur, ketika malam-malam terbangun aku sangat haus, berbalik badan dan melihat ada segelas besar air di meja samping tempat tidur, aku mengambilnya dan menghabiskannya dalam sekali minum, kemudian kembali tidur.

Ketika bangun keesokan harinya, kepalaku sudah tidak sakit lagi.

Hanya saja aku tidak mengenakan sehelai pakaian pun di tubuhku, teringat semalam aku ditelanjangi oleh Yulianto Hua, mukaku langsung memerah, aku segera mencari pakaikan untuk dikenakan, dan kemudian bangun untuk cuci muka sikat gigi.

Ketika turun ke bawah, kebetulan berpapasan dengannya yang baru kembali dari gym mengenakan kaus kutang ketat, seluruh tubuhnya berkeringat.

Aku berdiri di sana menatapinya, tidak tahu harus berkata apa.

Dia menatapku dengan dingin, "Sudah baik-baik saja kan?"

"Iya aku sudah baik-baik saja, terimakasih." Kataku dengan cepat.

Tanpa berkata apa-apa, dia langsung pergi ke kamar mandi dan berganti pakaian.

Sarapan telah disajikan, aku semalam muntah sampai perut kosong, rasanya sangat lapar yang membuatku tidak sabar untuk mulai makan, ketika aku menghabiskan semangkuk bubur dan akan menghabiskan telur goreng, baru teringat bahwa aku seharusnya menunggu Yulianto Hua untuk makan bersamanya.

Tepat pada saat ini Yulianto Hua datang dan sudah mengenakan jas, dari penampilannya sepertinya hari ini dia mau pergi ke kantor.

“Apakah kamu memakan telurku?” Yulianto Hua bertanya padaku.

Biasanya telur goreng disajikan satu untuk setiap orang, aku sudah kelaparan untuk waktu yang cukup lama dan tidak bisa menahannya lagi, sehingga aku memakan jatahnya.

"Ayah, ayah makan saja punyaku, ayah jangan salahkan ibu. Ibu masih bertumbuh, harus makan lebih banyak." kata Melvin di samping.

Yulianto Hua tersenyum menyengir. "Ibu masih bertumbuh? Tumbuhnya ke atas atau ke samping?"

Melvin berpikir sejenak kemudian menjawab, "Seharusnya sih ke samping, sepertinya ibu selalu setinggi ini, tidak pernah tumbuh tinggi lagi."

"Melvin, makan banyakan, yang sedang masa pertumbuhan itu kamu. Supaya nantinya kamu tumbuhnya tinggi seperti ayah, jangan seperti ibumu." Kata Yulianto Hua.

"Tinggi badanku 163cm, aku tidak terlalu pendek." Aku setidaknya harus menyatakan kedudukanku.

“Melvin, apakah dia pendek?” Yulianto Hua bertanya kepada Melvin

Melvin ragu-ragu sejenak, namun pada akhirnya tetap dengan tegas mengangguk, menyetujui pemikiran Yulianto Hua.

Dia memang benar-benar anak kandungnya, tidak membantuku sedikit pun. "Melvin, kamu harus ingat bahwa tinggi badan bukanlah sebuah masalah. Kebijaksanaan yang paling penting. Ada sebagian orang yang terlihat oke dari luar, tetapi sebenarnya mereka bodoh."

Selesai mengatakannya aku langsung menyesalinya, aku jelas-jelas ingin menargetkannya kepada Yulianto Hua, tetapi ketika dihubungkan dengan yang terjadi semalam, aku seperti sedang memarahi diriku sendiri.

Novel Terkait

His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
5 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
5 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu