Nikah Tanpa Cinta - Bab 341 Foto Bersama

Aku berpikir, memutuskan mengakui sebagian, tapi tidak mengakui semuanya juga. Aku merasa pilihan yang terbaik adalah tidak memihak pada siapapun.

"Kakak kedua memang bertemu dengan sedikit masalah. Tapi seharusnya akan terselesaikan dengan cepat. Direktur tidak perlu khawatir."

"Sebenarnya masalah seperti apa?" tapi Zacker Tsu masih terus bertanya.

"Maaf, kakak kedua tidak memperbolehkanku mengatakannya, jadi aku tidak bisa mengatakannya. Kakak kedua sudah hampir menyelesaikannya. Harap direktur tenang saja." aku menjawab dengan hati-hati.

"Baiklah. Kalau ada yang perlu aku lakukan, silakan cari aku. Kamu harus ingat selamanya, kita adalah keluarga."

Aku menganggukan kepala dan berkata pada direktur kalau aku takutnya sudah harus pergi karena sudah agak malam.

Dia bilang baik. Karena kamu tidak bersedia tinggal di sini, maka aku utus orang untuk mengantarmu pulang. Sebenarnya aku berharap kamu tinggal di sini. Selama kamu sering berada di sini, kita baru benar-benar bisa menjadi keluarga.

Zacker Tsu memohon dan matanya terlihat tulus. Sebenarnya aku juga ingin tinggal di kamar yang pernah Feline Tsu tinggali itu, jadi aku pun menyetujuinya.

Setelah mandi, aku berbaring di kamar yang Feline Tsu pernah tinggali itu dan melihat foto tersenyum Feline Tsu di dinding. Jelas-jelas tahu itu adalah orang yang sudah meninggal, tapi aku sama sekali tidak merasa takut, malah merasa sangat familiar.

Setelah berbaring sebentar, aku tetap tidak bisa tidur. Aku pun berdiri lagi, membuka lampu meja, membawa sebuah buku, asal membacanya, namun malah tidak ada yang masuk otak. Bahkan aku juga tidak memperhatikan apa judul buku itu dan masuk dalam kondisi melamun.

Tapi setelah bolak-balik halaman, aku meyadari sebuah foto di tengahnya. Di foto itu terdapat dua wanita. Dua-duanya mengenakan seragam sekolah warna biru. Sama-sama cantik, keduanya bergandengan tangan, menunjukkan senyum cantik.

Aku lebih kenal dengan salah satu dari mereka, yaitu Feline Tsu. Sedangkan gadis satu lagi juga lumayan familiar. Setelah melihat dengan detail, aku teringat. Gadis ini adalah Crystal Lin! Benar, Crystal Lin. Crystal Lin yang berbudi bagi Yulianto Hua itu.

Feline Tsu dan Crystal Lin. Nama itu lumayan mirip, hanya marga saja yang berbeda, nama sama. Dua orang itu bisa-bisanya mempunyai foto bersama. Sebenarnya apa hubungan dua orang itu?

Aku mengambil foto kuno itu dan muncul pemikiran aneh dalam benakku. Dulu mata Yulianto Hua tidak dapat melihat dan tinggal di Nanju Hotel. Sedangkan Yulianto Hua pernah bilang, di saat dia tidak bisa melihat, Crystal Lin yang menjaganya. Jadi Yulianto Hua terus menganggap Crystal Lin sebagai orang yang berjasa baginya. Orang itu juga pernah menjadi penghalang di antara hubunganku dan Yulianto Hua.

Kalau berdasarkan edisi yang mereka bilang itu, waktu itu Yulianto Hua tinggal di Nanju Hotel dan tidak bisa melihat. Saat ini Crystal Lin juga menjaganya. Itu artinya, dulu Crystal Lin juga tinggal di Nanju Hotel? Crystal Lin mempunyai foto bersama dengan Feline Tsu. Artinya juga Crystal Lin dan Feline Tsu itu saling kenal. Kalau begitu, saat itu, apa yang sedang Feline Tsu lakukan? Apakah saat itu Feline Tsu masih hidup?

Begitu memikirkan ini, otaknya semakin pusing. Lalu tiba-tiba teringat sesuatu. Wajahku begitu mirip dengan Feline Tsu. Crystal Lin juga begitu dekat dengan Feline Tsu. Kenapa dia tidak pernah memberitahuku kalau aku mirip dengan seorang temannya?

Semakin dipikir, aku semakin tidak bisa tidur. Aku mengeluarkan ponsel dan menelpon pada Yulianto Hua. Setelah menelpon, aku merasa sepertinya sudah terlalu malam, rasanya tidak terlalu baik kalau menelpon sekarang, jadi aku pun mematikan kembali.

Tapi dengan cepat Yulianto Hua menelpon kepadaku. Bertanya padaku kenapa menutup sambungan. Apakah ada sesuatu?

"Apakah kamu kenal dengan orang bernama Feline?" aku tiba-tiba bertanya.

"Aku pernah dengar. Itu adik Julian, mirip denganmu, tapi sudah meninggal. Ini kamu yang katakan padaku." kata Yulianto Hua.

"Masalah tentang Feline, semuanya kamu dengar dariku? Apakah kamu sama sekali tidak tahu?" aku lanjut bertanya.

"Iya, semuanya aku dengar darimu. Ada apa? Kenapa malam ini bicaramu aneh sekali? Apakah terjadi sesuatu lagi?"

Aku menyantaikan nada bicaraku, "Oh, tidak apa-apa, tidak ada yang terjadi. Aku hanya asal bertanya saja. Kamu juga tidak perlu gugup. Apa yang sedang kamu lakukan?"

"Oh, aku sedang membereskan sedikit dokumen. Lalu ada apa denganmu? Kenapa malam ini begitu aneh?" Yulianto Hua balik bertanya padaku.

"Tidak apa-apa. Kalau begitu kamu istirahatlah lebih awal. Selamat malam."

"Karena sudah telepon, kita mengobrol saja. Bagaimana dengan Julian?"

"Tubuhnya sudah mulai sehat, tapi masih perlu sedikit waktu baru bisa sembuh total. Sudahlah, tidak mengobrol lagi. Aku sudah mau tidur."

"Haih, kamu menelpon malam-malam begini, tidak mau mengobrol denganku, juga buru-buru menutup telepon. Sebenarnya apa yang terjadi?"

"Tidak ada apa-apa. Kamu seorang pria kenapa cerewet sekali? Cepat selesaikan pekerjaanmu, setelah itu lebih cepat istirahat."

"Kalau begitu bicara dua kalimat lagi. Dua kalimat setelah itu baru tutup." Yulianto Hua masih tidak ingin menutup telepon.

"Kalau begitu apa yang masih ingin kamu katakan? Coba kamu katakan saja."

"Apakah kamu merindukan aku?"

Aku berpikir sebentar, benar-benar tidak. Masalah terlalu banyak, tidak ada waktu untuk berpikir hal-hal seperti itu. Jadi aku pun berkata dengan jujur, "Terlalu sibuk. Sama sekali tidak ada waktu untuk berpikir."

Lalu terdengar dering sibuk ponsel. Yulianto Hua bisa-bisanya langsung menutup sambunganku. Benar-benar kecil hati.

Mengingat tampang bocah itu yang marah, aku merasa sedikit senang. Setelah selesai menelpon dia, rasanya jadi sedikit lega, juga sedikit ngantuk. Saat bersiap tidur, telepon malah berbunyi. Telepon dari Yulianto Hua lagi!

Aku mengangkat telepon dan bertanya apa lagi?

"Apakah kamu benar-benar tidak merindukanku sedikitpun?" Yulianto Hua bertanya dengan perasaan tidak sudi.

"Bukankah aku ini karena sibuk, sibuk masalah lain. Jadi tidak ada waktu berpikir hal-hal lain. Apakah penjelasan ini masih tidak masuk akal?"

"Tidak! Bukankah seharusnya sesibuk apapun, juga perlu meluangkan waktu untuk memikirkanku?" Yulianto Hua berkata dengan sangat tidak terima.

"Maksudma adalah, memikirkanmu adalah sebuah PR yang setiap hari harus aku lakukan?"

"Iya, itulah maksudku."

"Atas dasar apa?"

"Karena setiap hari aku akan meluangkan waktu untuk memikirkanmu. Jadi kamu juga seharusnya sama sepertiku. Inilah alasanku."

"Kenapa aku tidak percaya pada perkataanmu?"

"Tidak peduli kamu percaya atau tidak, semua itu adalah kenyataan. Aku memang meluangkan waktu untuk memikirkanmu. Jadi aku merasa sangat kelewatan kalau kamu tidak merindukanku." Yulianto Hua berkata dengan alasan kuat.

"Sudahlah, aku benar-benar sudah mau tidur. Besok masih ada urusan. Kamu juga istirahatlah lebih awal. Kita tidak ribut lagi." setelah selesai bicara, aku pun menutup sambungan.

Kali ini Yulianto Hua juga tidak menelpon kembali. Aku membungkus foto Feline Tsu dan Crystal Lin itu dengan hati-hati lalu memasukkannya ke dalam tas.

Alasan kenapa harus dibungkus, aku tidak tahu. Hanya tiba-tiba saja, merasa foto ini sangat penting bagiku.

Aku semakin merasa, aku dan Feline Tsu bukan hanya berwajah mirip, selain itu memang mempunyai suatu hubungan khusus. Mengenai hubungan apa yang dimiliki, untuk sementara aku masih belum mengerti.

Novel Terkait

Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
3 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu