Nikah Tanpa Cinta - Bab 261 Jangan menganggu terus

Kalau sudah berbicara soal anak, aku akan menjadi sangat emosional. Aku tidak bisa mengendalikan diri sama sekali, dan hatiku sakit bagaikan diiris pisau.

“Kamu ada dimana?” Yulianto Hua menanyakan kembali pertanyaan yang sudah ditanyakannya sebelumnya.

Karena dia menolak memberi tahuku soal anak, aku tidak ingin berbicara dengannya lagi. Aku pun menutup telepon.

Tetapi dia segera menelepon kembali, aku tidak mengangkatnya, dia pun terus menelepon tanpa henti.

Aku tahu dia keras kepala, tapi aku juga bukanlah orang yang gampangan. Aku juga tidak mematikan telepon, karena aku khawatir pemandu wisata tidak dapat menghubungiku kalau ada sesuatu. Aku membiarkannya terus bergetar.

Tapi aku telah meremehkan kesabarannya, aku memejamkan mata dan beristirahat setidaknya 20 menit, dia masih terus menelepon!

Akhirnya aku tidak tahan, jadi aku mengangkat telepon dan memakinya: "Apakah kamu gila? Bisa berhenti tidak?"

"Adik, kenapa kamu begitu marah, siapa yang sudah menyinggungmu?"

Suaranya tidak benar, ini adalah Julian Tsu, aku melihat kembali ke telepon, panggilan ini kebetulan dari Julian Tsu.

“Tidak apa-apa, Kakak Kedua, aku pikir itu orang lain yang menggangguku istirahat. Maaf, aku tidak bermaksud bersikap kasar padamu.” Aku segera meminta maaf.

"Tidak apa-apa. Siapa yang mengganggumu? Aku minta mereka mengatur hotel yang lebih baik untukmu, mereka tidak mengaturnya?"

"Kakak kedua, sudah diatur, mereka sudah mengatur hotel terbaik untukku di Kota F. Bukan masalah mereka, ini masalahku sendiri."

“Siapa yang mengganggumu? Apa aku perlu memanggil seseorang untuk menanganinya?” Tanya Julian Tsu prihatin.

"Tidak perlu. Benar-benar tidak perlu. Aku hanya sedang merasa suasana hatiku tidak enak untuk sementara waktu, tidak apa-apa."

"Meminta kamu pergi bersama rombongan wisata adalah agar bisa merasakannya sendiri, niatnya juga ingin agar kamu bisa rileks. Jika itu malah membuatmu tidak senang, apa kamu kembali saja?"

“Kakak kedua, aku benar-benar tidak apa-apa, aku bukannya tidak senang, jangan khawatir.” Saat ini ponselku berdering, sepertinya ada panggilan lain yang masuk.

"Oke, kalau kamu ada masalah, telepon saja aku. Jika mainnya tidak senang, kembali kapan saja. Jangan memaksakan diri," kata Julian Tsu lembut.

"Terima kasih, Kakak Kedua, aku sudah tahu."

Setelah selesai berbicara di telepon dengan Julian Tsu, aku merasa lebih baik. Diperhatikan oleh orang itu rasanya menyenangkan, rasanya hangat, membuat orang merasa tidak terlalu tertekan.

Tapi Yulianto Hua kembali menelepon, aku langsung menekannya. Ternyata, dia mengirim pesan: Kamu kirimkan ke aku lokasinya, aku akan datang mencarimu.

Aku membalasnya: Tidak ada hubungan lagi di antara kita, tolong jangan menggangguku terus.

Dia membalas: Mengapa?

Aku berkata mengapa? Apakah kamu sama sekali tidak mengetahuinya? Jangan ganggu aku lagi, aku merasa kesal setiap melihatmu.

Mungkin kalimat ini agak berat, dia tidak membalas pesan tersebut dan tidak menelepon lagi. Aku baru bisa tenang sekarang.

Agak malam, pemandu wisata menelepon dan bertanya apakah aku ingin makan bersama rombongan? Dari sini ke sana agak jauh, aku tidak ingin pergi, aku katakan kalian makan saja, aku akan makan di sini.

Pemandu wisata mengatakan, baiklah, mengatakan bahwa hampir tidak ada acara hari ini, besok pagi kumpul jam 08.30, kamu tunggu di lobby hotel, dan kami akan menjemput kamu.

Itu juga berarti tidak ada kegiatan lagi selanjutnya. Aku harus tinggal di hotel sendirian sampai besok pagi. Tapi diam seperti ini bukanlah pilihan, melihat waktu yang sudah hampir jam makan, aku akan pergi ke restoran untuk makan sedikit.

Setelah berpakaian, aku meninggalkan kamar. Sesampainya di restoran, aku menemukan bahwa ini pas periode puncak, banyak orang yang makan, aku tidak suka terlalu banyak orang, jadi aku berpikir untuk kembali ke kamar dulu dan menunggu sampai periode puncak selesai baru kembali untuk makan.

Sesampainya di kamar, aku mengambil kartu kamar untuk membuka pintu, tapi setelah digesek dua kali ternyata tidak valid. Ketika aku akan pergi ke meja resepsionis untuk meminta staf hotel menanganinya, saat ini pintu tiba-tiba terbuka dari dalam, aku terkejut, mengapa ada orang di kamarku?

Tapi yang lebih mengejutkan aku adalah orang yang membuka pintu dari dalam!

Berkulit putih cerah, wajah yang rupawan layaknya hasil pahatan, dan mata persik yang menawan. Ternyata itu adalah Yulianto Hua!

Dia juga tidak menyangka itu aku, tapi detik berikutnya bibirnya mulai bergerak naik sedikit, "Bagaimana kamu tahu aku tinggal di sini? Kamu datang mencariku?"

“Ini jelas-jelas kamarku, bagaimana kamu bisa ada di sini. Bagaimana kamu bisa masuk?” Aku berkata dengan marah.

"Apa? Kamarmu? Ini jelas kamarku, masuklah kalau kamu datang untuk mencariku, aku juga sedang mencarimu." Kata Yulianto Hua.

Aku melihat kartu kamar, di atasnya tertulis 3017, lalu aku melihat nomor kamar ini, itu adalah 3018! Ya Tuhan, betapa butanya aku, aku salah mengenal nomor kamar! Aku bahkan menggunakan kartu kamarku untuk membuka pintu kamar lain, tidak heran kalau terus-terusan tidak valid!

“Apakah kamu mengira aku sedang tidur, jadi kamu ingin membuka pintu kamarku untuk mengintipku?” Yulianto Hua berkata, “Kamu tidak perlu mengintip, kamu masuk saja dan aku akan membiarkanmu melihatnya.”

Untuk sesaat, aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya, bahkan tidak bisa dicuci bersih walaupun melompat ke Sungai Kuning (peribahasa Kuno China: tidak bisa menghindari prasangka orang).

“Aku hanya sudah mengambil kartu kamar yang salah, aku tinggal di sebelah, aku bukan datang mencarimu, apalagi begitu kotor seperti yang kamu katakan.” Aku berbalik dan pergi, tapi lalu ditahan olehnya.

“Aku menginap di hotel ini, kamu juga ikut tinggal di sini, bahkan tinggal di sebelahku, kamu masih bilang kamu tidak datang mencariku? Tidak perlu berpura-pura lagi, masuklah.” Yulianto Hua menarikku masuk.

Aku memeluk pintu dengan erat, tidak membiarkan dia menarikku masuk. Sambil berteriak minta tolong.

Keamanan hotel ini lumayan bagus juga, ketika aku sedang bertengkar dengan Yulianto Hua, mungkin karena terlihat di CCTV, dua orang satpam segera muncul dan bertanya apakah aku membutuhkan bantuan.

“Lelaki ini ingin menarikku masuk ke kamarnya.” Aku menunjuk ke arah Yulianto Hua dan berkata.

“Pak, ada apa?” Satpam itu memandang Yulianto Hua dengan waspada.

“Dia istriku. Bukankah wajar kalau dia masuk ke kamarku?” Kata Yulianto Hua dengan muka dingin.

Dua satpam berbadan besar itu menatapku, meminta penjelasan lewat tatapan mata mereka.

“Dia bohong, aku tidak kenal dia. Kalau dia masih menggangguku, tolong panggil polisi,” kataku lantang.

“Ivory Yao, kamu…” Muka Yulianto Hua terihat marah.

Aku mengambil kartu kamar untuk membuka pintu kamarku sendiri, lalu menutup pintunya setelah masuk. Segera seseorang datang untuk membunyikan bel pintu. Aku tahu itu pasti Yulianto Hua. Aku mengabaikannya.

Dia menekannya beberapa kali, dan ketika dia melihat aku mengabaikannya, maka dia pun tidak meneruskannya. Kemudian kiriman pesannya datang: Ivory Yao, kamu keterlaluan!

Aku keterlaluan? Ketika aku mendekam di penjara, dia meminta orang mengirimkan surat cerai untuk aku tanda tangani, tidakkah dia merasa dirinya keterlaluan? Sekarang ketika aku mengabaikannya, dia bisa-bisanya mengatakan bahwa aku keterlaluan?

Aku mengabaikannya dan tidak membalasnya. Dia pun tidak menelepon lagi.

Setelah beberapa saat, langit mulai gelap, dan perutku benar-benar mulai merasa lapar. Tapi aku takut Yulianto Hua akan menangkapku di depan pintu, jadi aku tidak berani keluar.

Setelah melihat melewati lubang pintu dan memastikan bahwa dia tidak ada di depan pintu, aku baru keluar dari kamar dan pergi ke restoran. Tapi begitu aku memasuki lift, seseorang langsung menerobos masuk juga dari belakang, dan itu adalah Yulianto Hua. Aku tidak tahu di mana dia bersembunyi, tetapi aku yakin dia telah menungguku dan terus mencari peluang. Kali ini akhirnya tertangkap olehnya juga.

“Kupikir kamu tidak akan lapar, ternyata kamu masih bisa lapar.” Dia sudah menduga aku harus keluar untuk makan.

Novel Terkait

Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu