Nikah Tanpa Cinta - Bab 149 Tidak Bisa Menjebakku

Aku bergumam jijik, orang ini sungguh narsis, tidak bisa berkata-kata.

“Akhir-akhir ini aku lelah, maka aku ingin minum, memanjakan tubuhku, tidur nyenyak. Kamu juga menemaniku minum.” kata Yulianto Hua.

“Bukankah aku sekarang sedang minum.” aku menggoyang-goyangkan gelas bir.

Wajah putih Yulianto Hua memerah karena bir, dan pandangan matanya kabur, ia memang seorang pria yang tampan.

Buku mengatakan orang yang mabuk menarik, sebenarnya pria tampan yang mabuk juga menarik, terutama pria seperti Yulianto Hua, biasanya selalu dibawa, begitu mabuk, sifat defensif dan sifat lainnya muncul, kaki panjangnya terentang, tidak berwibawa lagi, seorang yang sangat tampan.

“Jangan menatapku lagi, minumlah.” ia mengulurkan gelas, lalu bersulang.

Aku juga meminum.

Malam sangat sunyi, sudah akhir musim panas, perbedaan suhu pagi dan malam sangat jauh, saat ini sedikit dingin.

“Hal yang kamu tulis, benar bukan idemu?” Yulianto Hua tiba-tiba mengungkit masalah tadi.

“Bukan.” jawabku dengan sederhana.

“Lalu mengapa kamu mau menulis?”

“Ada orang yang memaksaku menulis. Mereka menggunakan Melvin untuk mengancamku, aku tidak tahu apakah Melvin benar-benar sedang dalam bahaya, tapi aku tidak berani ambil resiko, maka mereka menyuruhku melakukan sesuatu, akan aku lakukan.”

Yulianto Hua tidak berkata-kata.

“Jika mereka menggunakan anak untuk mengancammu, dan menyuruhmu membunuhku, apa kamu benar-benar akan membunuhku?” Yulianto Hua tiba-tiba bertanya.

Pertanyaan ini seketika membuatku bungkam, aku sungguh tidak memikirkan pertanyaan ini.

“Bertanya seperti ini apakah terlalu membosankan? Orang-orang bertanya aku dan ibumu tenggelam, kamu pilih siapa yang pertama kamu selamatkan. Kamu lebih baik, kamu menginginkanku ada di pilihanmu dan anakmu, pemikiranmu terlalu sesat,” aku kesal.

“Kalau harus memilih, kamu akan memilih apa?” Yulianto Hua masih bersikeras bertanya.

“Menurutku kamu mabuk, tidak ada cara memilih.”

“Sekarang aku menyuruh kamu memilih, segeralah memilih, jangan banyak bicara.” nada bicara Yulianto Hua mulai naik.

Yulianto Hua yang belum mabuk masih sulit dihadapi, kalau ia mabuk, tentu saja seperti setan, aku tidak bisa memaksanya.

“Kalau begitu aku pilih anak.” aku dengan gugup menjawab.

Yulianto Hua terdiam, aku dengan sedikit khawatir melihatnya, dan bersiap untuk menjelaskan, ia mulai berbicara, suaranya agak berat, “ya benar.”

Aku menghela napas.

“Tidak peduli bagaimanapun kapanpun, anak tetap nomor satu. Jika memilih antara anak dan kamu, aku akan memilih anak. Harus diingat.”

Aku tidak ingin membahas masalah ini lagi, terlalu berat.

“Jangan perbicangkan ini lagi, mari bahas yang lain.”

Yulianto Hua mengubah posisinya, “siapa yang mengikatmu? Mengikatmu sampai mana, kenapa aku tidak bisa menemukannya?”

“Tempat yang sangat terpencil, dan sulit ditemukan.” aku tidak akan memberi tahu Yulianto Hua tentang kuil itu, aku khawatir ia bisa membakar kuil itu, hal itu terlalu kejam, dan aku tidak membiarkannya melakukannya.

“Siapa yang memicunya?” tanya Yulianto Hua.

“Hal ini tidak perlu aku katakan, kamu seharusnya bisa menebak? Hanya beberapa orang, siapa lagi?”

“Bibi Erika?”

Aku tidak berkata-kata, anggap saja pembenaran.

“Dia lagi!” Yulianto Hua tiba-tiba bangun dari kursinya, mengangkat tangan dan akan membuang gelas bir, aku menghentikannya, “bir ini mahal, gelasnya juga mahal!”

“Masalah ini sudah berlalu, tidak perlu dibahas lagi. Lagipula aku juga tidak begitu sengsara, bukankah aku disini baik-baik saja?” aku menenangkan Yulianto Hua.

“Lalu bagaimana kamu melarikan diri?”

“Aku menyelamatkan diriku sendiri, aku sangat cerdas, mereka tidak bisa menjebakku.”

“Tidak mungkin, tidak peduli seberapa cerdas kamu, tidak ada yang membantumu, kamu tidak dapat melarikan diri. Kamu pikir orang-orang itu bodoh, membiarkanmu dengan mudahnya keluar, masih mengikatmu untuk melakukan apa?”

“Ia yang merawatku dengan baik, lalu membantuku.”

“lalu bagaimana kamu bisa kembali ke Haicheng dari tempat terpencil itu? Kembali ke Haicheng, mengapa kamu tidak memberitahuku untuk yang pertama kali?”

Dengan perbincangan seperti ini, maka harus memperbincangkan Rick Chen.

Ini tidak baik, Rick Chen adalah salah satu orang yang menyebalkan bagi Yulianto Hua, kalau ia tahu bahwa Rick Chen yang membawaku kembali, pasti ia akan marah, ia sekarang minum bir, sulit untuk dikontrol. Tidak mungkin bicara tentang Rick Chen.

“Baiklah, semuanya telah berlalu. Aku masih ingin bertanya padamu, mengapa kamu tidak mencariku?” aku mengganti inti pembicaraan.

“Aku tidak ingin mencari, surat yang kamu tinggalkan berkata kalau kamu tidak punya perasaan padaku, buat apa mencarimu?”

Yulianto Hua memang begini, ia jelas-jelas beberapa hari tidak kerja, ia pergi kemana-mana mencariku, saat aku bertanya, ia tidak mengakuinya.

Mengelak tinggal mengelak saja, ia memang begini.

“Baik, tidak usah mencari, sudah larut malam, istirahatlah lebih awal. Jangan minum bir lagi, nanti akan mabuk.”

“Aku sudah mabuk, minumlah sisanya lalu tidur.” Yulianto Hua menuangkan bir, lalu tiba-tiba memiringkan tubuhnya, mengulurkan tangannya dan mencubit daguku, “aku menanyakan sesuatu yang penting, kamu sebaiknya menjawab dengan jujur.”

Ia yang sudah mabuk, pandangannya kabur, tapi ia masih tulus, ia menatapku dari dekat, jantungku berdegup kencang.

“Masalah apa? Bukankah menyuruhku memilih antara kamu dan orang lain?”

“Ini masih perlu bertanya kah? Selain anak, jika ada orang bagaimanapun di dunia ini menyuruhmu memilih, kamu harus memilihku.”

“Apa yang ingin kamu tanyakan? Apakah kamu sedang mabuk dan membual?”

“Bukan semua orang mabuk, lalu membual. Aku tidak membual, aku hanya ingin bertanya, apa kamu menyesal menikah denganku? Atau dengan kata lain, menyesal hidup denganku?”

Aku tercengang, dan memikirkan.

Ini membuatnya tidak puas, ia meraih kepalaku dan dengan keras menggigit bibirku, “ini harus dipikirkan berapa lama?”

“Kamu berharap aku berkata tidak menyesal, benarkah?”

“iya.”

“Maka dari itu aku hanya bisa berkata tidak menyesal. Aku ingin berkata yang lain, kamu bisa tidak senang.”

Yulianto Hua memelukku, lalu aku menekan dadanya, menciumnya, aroma bir masih ada di bibir dan giginya, setelah terus mencium, tangannya mulai tidak jujur.

Aku sedikit kesulitan, ini adalah balkon, rasanya sangat tidak baik.

Tetapi ia tidak peduli, lalu menarikku dan mendorongku ke sofa, dan mulai mengangkat tangannya, menjelajahi tubuh dan terus menggigit.

Aku mengambil napas panjang, berusaha untuk menghentikannya, menggunakan kedua tanganku untuk menopang dagunya agar tidak menciumku, “kalau begitu aku ingin bertanya padamu.”

“Bertanya besok lagi.” ia ingin lanjut.

“Tidak, aku sekarang mau bertanya, kalau kamu harus memilih antara aku dan Crystal Lin, siapa yang kamu pilih?”

Yulianto Hua tidak menjawab, “Jangan kecewa.”

Saat ia melengah, aku berbalik dan melepaskan diri, “kalau kamu tidak bisa menjawab, lupakan saja, aku sudah tahu jawabannya.”

Ia belum bereaksi apapun, aku segera masuk ke kamar, lalu mengunci pintu, tidak peduli apa yang ia katakan, aku tidak akan membukakan pintu, kecuali kalau ia mendobraknya.

Novel Terkait

The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu