Nikah Tanpa Cinta - Bab 90 Mendorongku ke tembok

Untungnya, Yulianto Hua tidak menelepon kembali untuk memakiku.

Aku meletakkan telepon dan meminta Irene Zeng untuk masuk, menyuruhnya untuk memanggil manajer penjualan kemari, dan aku memberitahunya solusi untuk masalah yang perlu diselesaikan.

Tentu saja, aku juga tidak sepenuhnya meniru cara Yulianto Hua, aku juga masih menambahkan beberapa hal sendiri.

Walaupun aku tidak pernah menjadi pejabat tinggi, tetapi bagaimana pun juga aku kuliah bidang Keuangan dan Ekonomi, selain itu aku memiliki lebih dari dua tahun pengalaman kerja, jadi aku tahu sedikit tentang menjalankan perusahaan.

"Terima kasih, Direktur Yao, solusi Direktur Yao sangat bagus. Saya mendapat pelajaran dari ini." kata manajer penjualan.

"Kamu terlalu sungkan, kalau ada apa-apa bilang saja padaku, sana pergi bekerja."

Setelah mengantar manajer penjualan pergi, aku lanjut bekerja.

Saat makan siang, aku datang mengetuk pintu ruangan Yulianto Hua. Setelah dia berkata 'masuk', aku mendorong pintu dan masuk.

Yulianto Hua sedang melihat dokumen, menolehkan kepala dan ketika melihat bahwa yang masuk itu aku, tak disangka dia malah lanjut membaca dokumen dan sepenuhnya mengabaikanku.

Jadi apakah ini karena aku mengatainya tak tahu malu dan masih menyimpan dendam kepadaku?

"Kamu tidak makan?"

“Pergi dan belikan makanan untukku.” Dia menjawab kembali dengan lancar.

"Lalu kalau semisalnya aku tidak datang berarti kamu tidak makan?"

"Ya." Jawabnya tanpa melihatku.

"Bukankah kantor ada kantin? Ayo kita pergi ke kantin makan bersama." Aku mengusulkan ide.

"Aku tidak pernah makan kantin. Aku tidak suka makan di tempat keramaian." kata Yulianto Hua.

Aku menghela nafas.

"Kenapa kamu menghela nafas begitu?"

"Aku hanya berpikir ketika makanan dibuka di penjara, tidak mungkin semua orang akan makan terpisah kan?"

Setelah mengatakan ini aku langsung menyesal, sebenarnya aku hanya ingin meledekinya, tiba-tiba aku menyadari bahwa ini sedang menamparnya dan membuka bekas lukanya ketika ia pernah masuk penjara. EQ ku benar-benar rendah sekali, bagaimana aku bisa melakukan kesalahan yang begitu rendah seperti ini?

Tapi sudah terlambat untuk menyesalinya.

Yulianto Hua bangkit berdiri dari kursi di belakang meja kerja dan berjalan ke arahku. Seiring dengan kedatangannya, rasa bahaya juga menjadi semakin kuat.

Aku tak tahu harus berbuat apa, dan berusaha sebisa mungkin untuk memperbaiki, "Aku tidak bermaksud seperti itu, aku hanya ingin membuat lelucon ..."

Tetapi Yulianto Hua sama sekali tidak mendengarkan penjelasanku, mengulurkan tangannya dan mencubit daguku, "Apakah kamu sedang mengejekku tentang kehidupanku di penjara?"

"Tidak, aku hanya berpikir bahwa kamu seharusnya pergi ke kantin untuk makan bersama-sama dengan semua karyawan, sehingga mereka merasa bahwa kamu mudah didekati dan dapat meningkatkan kekompakan tim. "

"Mengapa aku harus membuat orang berpikir bahwa aku mudah didekati? Dari awalnya juga aku memang bukan orang yang mudah untuk didekati. Apakah kamu tahu mengapa aku benci untuk makan ditempat-tempat yang ramai? Itu karena ketika aku di penjara aku makan di tempat yang sangat kotor dengan sekelompok orang, ketika aku mengingatnya aku rasanya langsung ingin muntah, punya hak apa kamu mengejek apa yang pernah aku alami? "

Ditengah-tengah dia sedang berbicara, dia mendorongku ke tembok, tetapi tidak ada perasaan romantis yang indah sama sekali. Aku hanya merasa bahwa dia ingin menerkamku dan mencabikku.

"Aku tidak mengejekmu, semua orang memiliki masa lalu yang tidak tertahankan, terkadang tubuh kita melakukannya tanpa sadar. Aku mengerti."

“Kamu berani mengatakan bahwa masa laluku tak tertahankan?” Cahaya dingin di mata Yulianto Hua semakin buruk.

"Bukan itu yang aku maksud ... Bisakah kamu berhenti seperti ini? Lepaskan aku, aku ingin berbicara denganmu tentang hal yang sangat penting." Aku berusaha untuk tenang.

Yulianto Hua menatapiku sebelum melepaskanku.

Aku menghela nafas lega dan menjauh dari Yulianto Hua, aku takut dia akan tiba-tiba menyerangku lagi.

"Aku sudah berkomunikasi dengan orang-orang bawah, dan aku menemukan bahwa meskipun mereka tahu bahwa Keith Feng bukan orang yang memiliki kemampuan, tetapi mereka sama sekali tidak membencinya, bahkan beberapa dari mereka sangat menyukainya. Itu karena dia bersatu dan berkumpul dengan karyawan yang di bawah, tetapi kamu tidak pernah melakukannya. "

"Aku tahu. Dia bergaul dengan orang-orang di bawah, hanya karena ia ingin menarik orang-orang itu ke timnya. Tetapi semua tenagaku aku habiskan dalam mengelola perusahaan, aku merasa hina untuk merendahkan diri dan pergi menjilat orang lain hanya karena ingin orang lain untuk mendukungku. Aku tidak akan meminta orang untuk masuk ke dalam timku. Jika semua orang terus memikiran pertarungan semacam ini, bagaimana perusahaan akan berkembang? Aku tidak ada niat untuk melakukan hal-hal yang membosankan seperti itu. "

Aku dengan cepat mengangguk setuju, aku juga tidak ingin menimbulkan konflik dengan Yulianto Hua.

Dan dari lubuk hatiku, aku juga memang sangat setuju dengan pemikirannya.

Sebagai kepala perusahaan, jika kita sibuk dengan pertarungan urusan karyawan seperti ini sepanjang hari, perusahaan pasti tidak akan berkembang dengan baik.

Selain itu, Yulianto Hua memiliki kepribadian yang arogan, tidak peduli apa tujuan atau alasannya, hampir mustahil baginya untuk mengambil inisiatif menjilat orang lain.

Jadi aku ingin memberitahunya, "Kamu tidak perlu menjilat orang lain, apalagi merendahkan diri, di hati para karyawan, kamu itu bagaikan dewa, kamu tidak perlu merendah untuk menggerakkan mereka, kamu hanya perlu bersama mereka sejenak dan membuat mereka merakasakan bahwa kamu ada di sisi mereka, mereka pasti akan merasa berterimakasih dan bersemangat. "

"Tapi kenapa aku harus melakukan itu? Bukankah itu juga termasuk dengan sengaja menjilat orang lain?"

"Itu tidak termasuk menjilat orang lain. Kamu hanya perlu membuat mereka merasa bahwa kamu telah memperhatikan mereka. Itu sudah cukup. Orang yang begitu pintar sepertimu, kenapa tidak mengerti? Kamu tidak perlu membungkuk dan menundukkan kepala kamu, kamu hanya perlu makan dan duduk di sisi mereka, mereka akan merasa dekat denganmu, mereka akan merasa bahagia, dan mereka akan mendukungmu. "

"Benarkah itu? Bagaimana kamu bisa mengetahui perasaan mereka, apakah kamu merasa sangat bahagia jika aku makan di sampingmu?" Yulianto Hua bertanya kepadaku.

Aku tertegun sesaat, tak menyangka dia bisa tiba-tiba membalikkan topik kepadaku seperti ini.

"CEO Hua, kita sekarang sedang membicarakan pekerjaan. Tolong jangan bicara tentang masalah pribadi."

Yulianto Hua menyipitkan matanya, seakan ingin melihat ke dalam hatiku. "Karena omonganku tepat, jadi malu terus marah?"

Aku berpura-pura tenang, "Tidak. CEO Hua percaya diri itu sangat baik, tetapi tidak setiap wanita akan tergila-gila ketika melihatmu. Sebenarnya ada banyak pria tampan di dunia ini, bukan hanya CEO Hua seorang diri. "

“Contohnya?” kata Yulianto Hua.

Aku langsung menyadari bahwa ini adalah jebakan permainan kata yang ia buat untukku, aku langsung tutup mulut, "Tidak ada contoh, aku hanya asal bicara."

Hanya bercanda, kalau aku berani mengatakan siapa contohnya di hadapannya, berdasarkan sifatnya, bisa jadi dia akan membunuhnya? Di mata Yulianto Hua, jangankan orang yang melebihi dirinya, hanya membandingkannya dengan orang lain saja juga sudah merupakan suatu penghinaan baginya, itu juga merupakan sesuatu yang tidak bisa ia terima.

"Sudah-sudah, kamu ini sebenarnya ingin aku menemanimu makan ke kantin kan, aku tidak pernah pergi makan ke kantin, jadi aku juga tidak tahu apa yang harus dimakan, kamu bertanggung jawab untuk membeli makanan untukku. Kalau tugasku hanya makan. "

“Tidak masalah!” Aku langsung setuju.

"Aku belum selesai berbicara, jika makanan yang kamu belikan untukku tidak sesuai dengan seleraku, aku akan memotong gajimu."

Aku pura-pura tidak mendengarnya ketika ia membicarakan soal potong gaji, "CEO Hua, ayo kita pergi!"

Beberapa menit kemudian, ketika Yulianto Hua dan aku muncul di kafetaria bersamaan, langsung menimbulkan kehebohan di kantin.

Dapat dibayangkan betapa tergila-gilanya para rekan wanita ketika CEO dingin bagaikan gunung es yang tidak pernah muncul di kantin perusahaan tiba-tiba muncul.

Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa hampir semua rekan kerja wanita memiliki harapan di pandangan mata mereka, mereka semua berharap untuk Yulianto Hua duduk di samping mereka. Sebenarnya, terlepas dari identitas Yulianto Hua, biasanya kita pergi keluar untuk makan lalu bertemu dengan pria yang sangat tampan, bukankah kita juga berharap untuk pria tampan bisa duduk di sebelah kita?

“Kamu seharusnya menoleh dan mengangguk kepada mereka, sebagai tanda salam.” Kataku dengan pelan kepada Yulianto Hua.

Wajah Yulianto Hua kaku sejenak, tidak mengatakan apa-apa, hanya memaksakan diri untuk tersenyum, dan mengangguk pada rekan-rekannya.

Kemudian aku merasakan bahwa mata para rekan wanita tersebut bersinar, tidak tahu siapa tak disangka mulai bertepuk tangan.

Novel Terkait

My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
3 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu