Nikah Tanpa Cinta - Bab 136 Tidak bisa diselesaikan

Kemudian, biksu kecil itu datang lagi dan membawakanku dua pil putih.

Setelah aku mengucapkan terima kasih, aku bilang akan meminumnya nanti, dan setelah itu aku menyimpan pil itu.

Tentu saja aku tidak berani meminum pil yang dia berikan padaku, aku memintanya mencarikan obat untukku, tetapi itu agar aku lebih banyak berkomunikasi dengannya dan mendekatkan diri dengannya.

Dia berbalik dan pergi, aku menghentikannya. "Guru kecil, kamu memiliki wajah yang baik, aku ingin meminta tolong lagi."

Kali ini ia berbalik dan menatapku, "Ada apa?"

Dia berbicara dengan aksen lokal yang kuat, dan aku langsung tahu dari mana asalnya. karena aku telah lama mencari kemana-mana, aku telah mengunjungi hampir semua tempat di sekitarnya.

Aksennya adalah aksen sebuah tempat yang bernama Daerah Teratai, ciri-ciri dari aksennya adalah saat berbicara lidahnya cenderung digulung keatas langit-langit mulut, maka dari itu aku langsung tahu.

Beberapa tahun yang lalu terjadi gempa besar didaerah itu, waktu itu aku masih sekolah dan pergi ke sana untuk mendonor darah.

"Aku dan anakku diculik. Sekarang aku tidak tahu apa yang terjadi dengan anakku. aku sangat mengkhawatirkannya. Aku ingin Guru kecil berdoa didepan Bodhisattva agar anakku yang malang ini selalu dilindungi, bolehkah?" ia berbicara dengan pelan.

Aku tidak berpikir untuk berakting di depannya, tetapi ketika aku berbicara tentang anakku, air mataku tidak dapat dikendalikan dan segera mengalir.

Dia menyatukan tangannya dan melafalkan Amitofo dengan lembut, dan ditambah dengan wajah yang memelas.

“Kamu kelihatan sangat muda, apa kamu sudah punya anak?” Tanyanya lembut.

Dia mau mengobrol denganku. itu sangat bagus, selama ada komunikasi, jarak antara kami akan semakin dekat.

"Aku tidak takut jika Guru kecil menertawakanku. Aku tidak punya kerabat, tidak satupun. Setelah itu, aku punya anak, aku tidak tega meninggalkannya, jadi aku putus sekolah dan melahirkan anakku. Aku sekarang punya kerabat sedarah, ialah anakku, jadi ketika mereka mengancamku dengan anak, dan aku menyerah, "dengan mata yang memerah aku berkata.

Dia dengan suara kecil menyebutkan nama Buddha, "aku juga tidak punya kerabat, dan kerabatku sudah tiada."

"Apakah kamu kehilangan orang yang kamu cintai dalam gempa itu? Guru kecil memberi wajah melas, dan dia sama sekali bukan orang jahat. Aku harap kamu bisa mendoakan anakku. Aku akan berterima kasih padamu selama sisa hidupku."

Dia berhenti berbicara, menyatukan tangan, menundukkan kepala, dan kemudian menjawab, "Ya, orang tua dan saudara perempuanku semua mati dalam gempa itu. Sebab itu aku datang ke sini, berharap menemukan jawaban. Mengapa hanya aku yang berhasil hidup di dunia ini. "

Suaranya menjadi rendah dan tidak bisa menyembunyikan kesedihannya.

"Kalau begitu, apakah kamu sudah menemukan jawabannya? Aku juga membutuhkan jawaban itu."

Dia menggelengkan kepalanya, "Tidak ada, Semua makhluk sedang menderita. Guru berkata bahwa aku tidak memiliki kebijaksanaan, hanya melihat penderitaan saja, jadi dia menolak untuk mencukur rambutku dan membiarkanku tinggal di sini, jadi aku hanyalah biksu palsu. Sekarang aku tidak punya tempat untuk pergi, dan aku tidak tahu di mana jalan untuk pulang ke rumah."

Awalnya aku hanya ingin mengobrol dengannya untuk mendekatkan diri, tetapi aku tidak menyangka akan terpengaruh oleh kata-katanya.

Aku mengerti betapa bingung dan tidak berdayanya dia, karena aku juga seperti selembar daun yang tidak tahu ke mana harus pergi.

Aku menghela nafas, "hati yang tenang adalah jalan pulang kita, ada beberapa hal yang tidak bisa diselesaikan, aku hanya bisa berpikir seperti itu."

“Hati yang tenang adalah jalan pulang.” Dia mengulangi apa yang aku katakan, dan mengulangnya sekali lagi.

“Ketika kuil ini akan dibangun, kuil ini kekurangan dana yang besar. Aku dengar ada seorang Bos menyumbang, dan barulah kuil ini dibangun. Setelah itu, kuil ini juga sering menerima sumbangan dari Bos itu, jadi Kepala Biara dan Bos punya hubungan yang sangat baik. Bos itu beberapa kali mengirim orang untuk ditahan di sini, ia mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang telah berbuat salah, dan menaruh mereka di sini, agar mereka mendengarkan kitab suci dan bertobat. Karena Kepala biara berhutang budi, jadi dia tidak pernah bertanya apakah itu benar atau salah. "

Aku juga tidak bertanya, tetapi dia menjelaskan mengapa aku bisa ditahan di sebuah kuil.

Tidak hanya itu, ia menjelaskannya lagi, "Buddha itu suci, seharusnya tidak akan terjadi apa-apa. Tetapi jika kamu sudah berutang budi, maka kamu harus membayarnya kembali. Para biksu di sini tidak mau terlibat dalam masalah ini, jadi mereka memintaku mengirimkan makanan untuk kamu. Kamu juga Jangan menyalahkan mereka. Sebenarnya, tidak satupun dari mereka adalah orang jahat. "

Aku mengangguk, "aku mengerti, aku tidak akan menyalahkan mereka, terima kasih telah memberi tahu ku tentang hal ini."

“Kesalahan apa yang kamu perbuat sehingga mereka mengurungmu di sini?” Dia bertanya padaku.

"Aku tidak melakukan kesalahan, hanya terjadi konflik saja. Tidak ada benar atau salah dalam masalah ini. Dalam konflik, pihak yang lebih lemah salah, dan pihak yang kuat adalah yang benar."

Dia mengangguk, “Sepertinya itu ada benarnya.” Kemudian dia berpikir sejenak, “Mengapa kamu tidak memintaku untuk melepaskanmu?”

“Tentu saja aku tidak akan membuat permintaan yang tidak masuk akal seperti itu. Ini akan menyulitkanmu. Aku hanya ingin kamu mendoakan anakku di depan Bodhisattva.” Kataku.

Dia mengangguk, "aku akan melakukannya. Aku akan berdoa untuk anakmu di depan Bodhisattva."

"Terima kasih Guru kecil. Terima kasih."

Dia tidak mengatakan apa-apa, menyatukan tangannya lagi, berbalik dan keluar.

Sejak hari itu, Sonny Zhang datang untuk mengantarkanku makanan, dan dia akan mengobrol dengan ku sebentar. Menghitung waktu, sudah lima hari aku ditahan disini.

Sejauh ini baik-baik saja. Hanya saja saat cuaca panas, tidak ada tempat untuk mandi, seluruh tubuhku sangat berminyak dan semakin tidak nyaman. Untungnya, aku tidak banyak bergerak, jadi aku tidak berkeringat dan belum mengeluarkan bau tak sedap.

Dari percakapan dengan Sonny Zhang, aku mengetahui.

Ketika gempa melanda, ia masih di sekolah menengah, dan rumah serta kerabatnya hilang dalam semalam. Kampung halamannya yang indah menjadi tempat Api penyucian dibumi. Setelah bencana ini, dia menderita depresi berat dan kesakitan serta tidak bisa keluar dari rasa sakit itu, jadi dia memutuskan untuk datang ke sini.

Ada kesamaan antara aku dan dia, kami sama-sama tidak memiliki ayah dan ibu.

Satu-satunya perbedaan adalah dia tahu bahwa orang tua dan saudara perempuannya tidak akan pernah kembali, tetapi aku tidak tahu siapa orang tuaku dan siapa aku.

Dia masih membawakan makanan untukku. Aku sudah lama tidak mandi, aku khawatir saat aku berbicara dengannya ada aroma tak sedap di tubuhku, aku berusaha untuk menjauh sejauh mungkin.

“Aku sudah berdoa untuk anakmu di depan Bodhisattva. Bodhisattva berkata, kamu dan anakmu akan baik-baik saja,” kata Sonny Zhang.

“Baiklah, terima kasih.”

Dia berjalan ke arahku, dan tiba-tiba melempar sesuatu, aku melihatnya, dan itu adalah kunci.

"Malam ini, aku tidak akan mengunci pintu ini. Saat dini hari, kamu keluar dan belok kiri, ada pintu kecil di sebelah Paviliun kitab suci Buddha, kamu buka pintu itu dan keluar, dan Ada tempat sampah di luar. Setiap dua hari sekali, truk sampah akan datang, besok truk sampah akan datang ke kuil, truk sampah akan tiba sekitar pukul 5.30 pagi, saat itu kuil sedang mengadakan kelas pagi, tidak akan ada seorang pun di kuil. kamu harus menemukan cara untuk meminta Guru membawamu turun gunung. "

“Apakah kamu tidak akan dipersalahkan?” Tanyaku dengan bersemangat dan cemas.

“Mereka tidak bisa berbuat apa-apa padaku. Ingat, jangan lari sendiri. Perjalanan menuruni gunung sangatlah jauh, kamu tidak bisa lari. Kita sudah ditakdirkan untuk bertemu, kuharap kamu menghargainya, kembalilah dan cari anakmu.” Dia melipat kedua tangannya dan menyebutkan nama Buddha dengan lembut.

Air mataku mengalir keluar. Sebenarnya dari awal aku ingin memanfaatkannya, tetapi kemudian aku tidak memiliki pemikiran seperti itu lagi, karena aku merasa bahwa aku juga sama tidak beruntungnya dengan dia, aku tidak ingin menyakitinya, tetapi demi Melvin, aku Harus melakukan ini.

Aku memberi hormat padanya dan berkata.

"Namaku Ivory Yao, aku tinggal di Shanghai, dan suami ku bernama Yulianto Hua .Dia memiliki reputasi yang sangat baik di Shanghai. Kelak jika kamu memiliki kesempatan datang ke Shanghai,sebut nama Yulianto Hua, maka kamu dapat menemukanku. Terima kasih saja tidak cukup untuk membalas kebaikanmu, kuharap kamu bisa menjaga diri. "

Dia tidak berbicara, hanya berbalik dan keluar.

Novel Terkait

Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu