Nikah Tanpa Cinta - Bab 68 Penipu

Orang sehebat Alfred, rupanya tidak menyentuh alcohol, aku sangat mengaguminya.

Dengan terburu-buru ia makan sedikit, lalu pamit terlebih dahulu, di meja makan hanya tersisa aku dan Yulianto.

Di antara para wanita kemampuan minumku seharusnya tidak buruk, tapi tentu saja tidak bisa dibandingkan dengan Yulianto, setelah beberapa ronde, aku tidak bisa menyanggupinya lagi.

“Aku tidak bisa lagi, aku mau pergi tidur.” Aku mengetuk kepalaku yang semakin pusing sambil berbicara.

“Minum sedikit lagi, aku masih di sini, kenapa kamu pergi?” Yulianto menarikku duduk.

“Aku tidak bisa minum lagi, benar-benar tidak bisa.”

“Kalau begitu kamu duduk di sini melihat aku minum, jika merasa di sini terlalu pengap, kita bisa pergi keluar.”

Yulianto juga sudah sedikit mabuk, satu tangan menggenggam satu wiski, berjalan ke arah luar.

Aku tidak bisa apa-apa, hanya bisa mengikutinya keluar.

Kita duduk di gazebo di dalam taman, di sekitar gazebo bermekaran mawar kuning, terlihat indah di bawah sinar lampu.

Kak Yulie dan asisten rumah tangga mengambil es batu dan gelas bir, tapi Yulianto mengisyaratkan mereka untuk membawanya pergi, ia langsung meniup menggunakan bibirnya.

“Kamu jangan terlalu banyak minum.”

“Kamu tidak usah membujukku, jika kamu baik, maka temani aku minum.” Ucap Yulianto.

“Kamu minum karena bahagia atau minum karena tidak bahagia?” Aku bertanya pada Yulianto.

“Hanya saja ingin minum bir, aku memberi target pada diriku sendiri, yaitu setidaknya mabuk satu kali setiap bulannya. Bulan ini masih belum mabuk.” Ucap Yulianto.

Ini malah menarik, masih ad acara untuk memberi target pada diri sendiri harus mabuk satu kali?

“Mengapa setiap bulan harus mabuk satu kali?”

Yulianto mengangkat tangannya, menunjuk bulan di langit, “Setiap bulan, bulan akan satu kali bulat sempurna, apakah kamu tahu?”

“Jadi setiap purnama, kamu akan mabuk? Jadi kamu membenci bulan yang sempurna dan manusia tidak sempurna? Kamu berharap orang yang kamu cintai baik-baik saja?”

Yulianto mengibaskan tangannya, “Bisakah kamu tidak menyebutkan kata-kata yang diucapkan anak SD? Bodoh.”

“Apa yang dimaksud kata-kata anak SD? Apakah kamu tahu ini adalah peribahasa kuno?” Aku mengelak.

Aku juga mulai mabuk, kepalaku pusing, emosiku juga lebih kuat dari sebelumnya.

“Setiap orang memiliki masalah yang sulit dijelaskan, semua memiliki orang yang sulit dilupakan ……”

Aku menginterupsinya, “Aku tahu, hati setiap orang memiliki sebuah luka, di dalam lagu mereka menyebutnya sebagai sebuah sinar bulan ……”

“Apakah kamu bisa diam?” Yulianto berkata dengan kesal. “Ini mau mendengarkan aku bicara atau kamu bicara?”

Aku mengibaskan tangan, “Kamu bicara kamu bicara. Aku mendengarmu berbicara.”

Yulianto terpaku, “Tadi apa yang aku katakan? Bicara sampai di mana?”

Aku tertawa, sepertinya ia juga pusing, ternyata ia tidak ingat ia sudah bicara sampai di mana.

Raut wajah Yulianto berubah, “Kalau kamu tertawa lagi, aku akan melemparkanmu ke dalam kolam renang.”

Aku langsung diam, berdiri dan bersiap pergi, Yulianto mengisyaratkanku untuk duduk, “Apakah aku sudah menyuruhmu pergi?”

Aku memelototinya, lalu duduk kembali.

Yulianto yang tidak minum bir tidak boleh dibuat marah, dan Yulianto yang minum alcohol, aku semakin tidak boleh membuatnya marah.

“Ivory, kapan waktu paling gembira di hidupmu?” Lagi-lagi Yulianto meminum birnya.

Aku sepertinya tidak begitu berpikir, langsung menjawabnya, “Ketika aku melahirkan Melvin, dan suster menggendong Melvin memperlihatkannya padaku.”

Yulianto mengangguk, “Bagus. Terdengar tulus. Kapan kamu paling pahit?”

Kali ini aku justru tidak bisa menjawabnya.

Yulianto malah tertawa, “Tahu kenapa kamu tidak bisa menjawabnya?”

Aku memelototinya sambil mabuk, “Kenapa.”

“Karena kamu tidak bahagia, orang yang tidak bahagia, kebahagiaannya sementara, kepahitan terus ada, jadi kamu bisa mengingat kebahagiaan yang sementara, tapi tidak mengingat kepahitan yang terus ada bersamamu.” Lagi-lagi ia meneguk birnya.

Sebuah kalimat yang datar, rupanya membuatku tiba-tiba sedih, hampir saja air mataku jatuh, alcohol selalu bisa memperbesar kebahagiaan dan kesedihan orang.

“Baiklah, aku akui aku tidak bahagia. Lalu kamu, apakah kamu ingat kapan kamu paling sedih?” Aku balik bertanya.

“Aku tidak akan memberitahumu.” Ucap Yulianto.

Aku kesal hingga melompat, “Apa-apaan, penipu? Menyuruh orang lain mengatakannya, tapi diri sendiri tidak mengatakannya.”

“Apakah aku pernah bilang aku akan mengatakannya? Mengapa aku harus memberitahumu.” Ucap Yulianto cuek.

“Ya sudah kalau tidak mengatakannya, aku juga tidak ingin mendengar. Aku pergi tidur dulu.” Aku berdiri sempoyongan, ia menyuruhku duduk, tapi kali ini aku tidak mendengarkannya, aku benar-benar tidak bisa, benar-benar ingin tidur.

Ketika aku hampir sampai di koridor, terdengar suara langkah kaki dari belakang. Aku berbalik, terlihat Yulianto mengikutiku dengan sempoyongan. Tubuhnya tinggi, ketika sempoyongan membuat orang merasa ia tidak seimbang dan bisa terjatuh kapan saja, sangat lucu.

“Ivory, tunggu aku, brengsek. Beraninya tidak mendengarkan ucapanku.” Ucapannya sedikit menggumam, mala mini ia benar-benar minum banyak.

Aku melihat yang diminumnya, yaitu dua botol wiski.

Aku bersandar di tembok, merasa kepalaku sangat pusing, mengangkat kepala saja sudah sangat sulit.

Ia berjalan ke depanku, “Ayo, aku gendong kamu naik.”

Ia berkata sambil menunduk, tapi hanya menundukkan punggungnya, pantatnya tetap tidak bergerak, ia tinggi dan kakinya panjang, aku mencoba beberapa kali, sama sekali tidak bisa memanjatnya.

“Kamu jongkok, jika tidak aku tidak bisa naik.” Aku memanfaatkan mabuk untuk memerintahkannya.

Ternyata ia menurut dan jongkok, aku menaiki punggungnya, aroma pria dan alcohol begitu kental, hatiku bergejolak.

Meski Yulianto mabuk, tapi tenaganya masih besar, aku bergelantung di tubuhnya, tapi ia masih bisa bertumpu pada tembok dan berdiri kembali, mengendongku naik ke lantai atas.

“Ivory.”

“Hm.” Aku menjawab dengan setengah sadar.

“Mengapa kamu begitu berat?”

“Aku tidak berat, tubuhku sangat bagus.” Aku menjawab.

“Berat sampai seperti ini, masih bilang tidak berat, wanita bodoh.”

Yulianto menggendongku memasuki kamar, melemparkanku ke atas ranjang. Aku memejamkan mataku karena mabuk, namun bisa merasakan ini bukanlah kamarku.

Aku merangkak bersiap pergi, sekali lagi Yulianto mendorongku ke atas ranjang, tubuhnya menghalangiku.

Baru saja aku mau mengatakan sesuatu, namun bibirku sudah tertahan. Ia mencumbuku dengan bau alkohol yang kental.

Perlahan pikiranku menjadi kosong, ada keinginan tersembunyi yang perlahan naik. Ketika kepalanya bergerak turun dan mencium leherku, aku memeluknya.

Alkohol membuat keinginanku semakin lama semakin kuat, ia merobek pakaianku dengan kasar, ia menguasaiku dengan sekuat tenaga, kesadaranku bercampur dengan nafsu, akhirnya langsung memasuki awan.

Ketika aku terbangun di subuh dari karena haus dan membuka mata, aku menyadari diriku ada dalam pelukannya, kepalaku bersandar pada lengannya, tidak ada jarak di antara kita.

Aku bangun perlahan, ingin mencari air dan meminumnya, aku mencari cukup lama, barulah melihat ada sebotol air mineral di pinggir sofa kamar.

Aku membuka tutup botol, menengadah dan minum, air mengalir ke dalam lambungku, barulah perasaan hampir terbakar itu perlahan sirna.

Aku berpikir seharusnya ia juga haus, ketika berpikir haruskah menyisakan sedikit untuknya, ia merebut air itu dari tanganku, meminum semuanya, tidak menyisakan sedikit pun untukku.

Setelah meminum habis ia pun mengembalikan botol kosong itu padaku, lalu kembali ke atas ranjang, melanjutkan tidur.

Novel Terkait

Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu