The Revival of the King - Bab 333 Warga Negara yang Dihormati

Terry Fan terhenyak. Mereka sudah menghabiskan begitu banyak usaha untuk datang kemari, kelima ahli malah tidak mau dievakuasi?

Stella Dong bertanya: “Ada apa? Mereka memiliki keraguan atau dipaksa tinggal?”

Peter Chen menggelengkan: “Karena ada terlalu banyak yang terluka. Atas dasar semangat untuk menyelamatkan orang, mereka tidak ingin angkat kaki.”

Terry Fan bertanya: “Lalu, apakah kamu sudah melapor kepada atasanmu?”

“Belum. Aku menunggu kalian datang untuk mendiskusikannya dulu. Bagaimana jika kalian coba bujuk mereka? Jika hasilnya tetap nihil, barulah aku melapor.”

Stella Dong bertanya: “Kelima ahli ada di sini semua?”

“Di sini ada tiga, sisa duanya di rumah sakit lain. Yang dua itu juga sudah menolak dievakuasi.”

“Ayo, bawa kami menemui mereka.”

Rumah sakit perang Palang Merah Internasional dibangun di dalam rumah sakit terbesar di kota ini. Satu hal yang mengharukah adalah, meski faksi-faksi bersenjata bertempur dengan sengit, semuanya menghindari menyerang rumah sakit.

Ini bukan karena mereka mematuhi konvensi internasional mana pun.

Melainkan karena perang pasti akan menghasilkan korban, lalu tidak ada fraksi bersenjata mana pun yang berharap anggotanya yang terluka tidak mendapat pertolongan. Jadi, mereka menghindari serangan pada rumah sakit dan tenaga medis.

Dengan statusnya yang spesial, selain menjadi tempat penyembuhan anggota fraksi yang terluka, rumah sakit juga menjadi tempat tinggal para pengungsi, terutama manula dan anak-anak. Mereka berkumpul di lobi dan hall-nya.

Begitu memasuki kompleks rumah sakit, Terry Fan dan Stella Dong dibuat terpana oleh kengerian di depan mereka. Hanya ada satu jalur menuju unit rawat inap di rumah sakit ini. Jalur-jalur lainnya sudah dipenuhi pengungsi yang tertidur.

Anak kecil tidak tahu apa itu melarat.

Beberapa anak masih berain dengan polos. Tidak ada yang tahu masa depan seperti apa yang menanti mereka.

Terry Fan dan Stella Dong mengikuti Peter Chen ke unit rawat inap. Di sana, dimana-mana adalah anggota fraksi yang terluka.

Ruang pasien sudah penuh, sementara lantai di depan juga dipenuhi oleh mereka. Yang dari fraksi mana pun ada……

Mereka sebelumnya bertarung sengit di medan perang, namun sekarang saling berbincang.

Politik dan keyakinan sepertinya hanya menjadi perhatian para pemimpin. Yang orang-orang jelata butuhkan hanya uang dan ruang hidup. Ketika berada di ambang kematian, mereka akan merasakan rasa persaudaraan yang sangat kuat, bahkan bisa sampai menertawakan satu sama lain.

Hanya saja, takdir mereka tidak akan pernah ada di tangan mereka sendiri. Begitu keluar dari rumah sakit, mereka akan kembali ke kubu masing-masing dan melanjutkan pertarungan.

Setibanya mereka di ruang kerja dokter, satu ahli tengah berjaga. Dua ahli lainnnya masih tengah melakukan operasi. Yang satu ini baru kelar operasi sebelum sebentar lagi kembali melakukannya.

“Halo, Profesor!” Stella Dong pernah berinteraksi dengan mereka, jadi sangat akrab dengan yang satu ini. Wanita itu langsung membungkuk sebagai wujud hormat.

Ahli itu berusia sekitar enam puluh tahun. Setelah melihat Stella Dong, dia tampak sedikit bersyukur sekaligus sedikit bersalah.

“Anak muda, terima kasih banyak. Mengapa kamu datang lagi?”

“Profesor, aku punya tugas untuk mengevakuasi kalian dengan aman. Waktu itu…...”

Ahli r itu melambaikan tangan: “Tidak, itu bukan bermaksud menyalahkanmu. Kami berlima sudah tua, jadi kami menyerahkan harapan untuk bertahan hidup kepada orang-orang yang masih muda. Begitu kamu pergi, kami melihat Palang Merah Internasional datang, jadi memutuskan untuk tetap tinggal. Sayangnya, semua komunikasi di sini telah terputus. Kami tidak punya cara untuk berkabar padamu.”

Stella Dong tersenyum dan membalas, “Profesor, ada cara lain untuk menebus penyesalan. Berhubung kita kembali berjumpa, aku berharap kamu bisa pulang ke China bersama kami.”

Si ahli menggeleng: “Lihatlah ada begitu banyak orang malang di rumah sakit ini. Bagi kami, rumah sakit adalah medan perang dan menolong mereka yang malang ini adalah kewajiban. Entah dari sudut pandang etike profesi atau pun emosi pribadi, dalam situasi seperti ini, pekerja medis yang berkualifikasi tidak akan memutuskan pergi dan jadi tentara yang kabur di medan perang.”

Si wanita membujuk lagi: “Profesor, aku mengagumimu karena kamu membandingkan dirimu dengan seorang pejuang. Tetapi, yang ingin aku katakan adalah, sebagai seorang pejuang, sebelum memikirkan kemenangan di akhir, kamu pertama-tama harus menyelamatkan nyawamu sendiri. Pergi dari sini tidak akan menjadikan kalian tentara yang kabur. Kamu bisa pergi ke tempat yang lebih aman dan menoleh lebih banyak orang lagi di sana.”

Ahli menolak: “Dalam komunitas medis, pasien disebut sebagai rekan yang sedang sakit. Rekan yang sedang sakit sama dengan teman berperang. Sebagai seorang tentara, ketika teman berperangmu paling membutuhkanmu, apakah kamu akan pergi?”

“Aku memahami niat baikmu, juga bisa berempati dengannya. Tetapi, dunia ini sangatlah besar. “Rekan” yang membutuhkanmu itu bukan hanya di tempat ini.”

Tidak salah. Di China, ada antrian panjang pasien yang membutuhkan kami setiap harinya. Tetapi, pertanyaannya adalah, situasi yang kami hadapi sekarang adalah keterlambatan pertolongan satu menit bisa merenggut satu nyawa. Dalam kondisi begini, bagaimana kami bisa pergi?”

Aduh, kelima ahli benar-benar bersikeras untuk tinggal. Stella Dong jadi bertambah cemas.

“Profesor, perang ini adalah buatan manusia. Angkatan bersenjata negara mereka, tanpa memedulikan nasib rakyat jelata, tidak segan memancing “serigala” untuk masuk dan menarik inflitrasi Barat demi kepentingan pribadi. Jadi, mereka lah yang bertanggung jawab atas situasi ini. Semua yang terluka di sini pun merupakan peserta langsung dari perang. Dibanding merawat mereka, tidakkah kamu merasa merawat pasien di China lebih bermakna secara moral?”

Ahli mendebat: “Anak muda, pendapatmu salah. Tidakkah kamu melihat bahwa selain para anggota fraksi, di sini ada juga rakyat jelata yang menderita karena ulah mereka? Belum lagi, di mata kami, yang ada hanya ada pasien dan bukan pasien. Kami tidak mungkin menolak menolong seseorang hanya karena ia pernah atau tengah melakukan suatu hal buruk. Berorientasi pada nyawanya adalah pandangan kami!”

“Profesor, aku sadar bahwa tempat ini membutuhkanmu, namun Tanah Air lebih butuh. Aku masih ingat kamu pernah bilang, awal-awal menjadi dokter, kalian dengan sungguh-sungguh bersumpah pada bendera negara. Jadi, kasarnya, kalau pun kalian merupakan seorang pejuang, medan perang kalian adalah Negara Sendiri, bukan negara orang. Meski kalian sudah berkontribusi banyak pada negara, namun sangatlah sulit bagi negara untuk menghasilkan ahli seperti kalian. Jika perang di negeri ini pada akhirnya merenggut nyawa kalian, jangankan keluarga kalian, negara pun akan berduka!”

Ahli tentu memahami bahwa bujukan Stella Dong mengandalkan pendekatan emosional. Dengan rasa cinta Tanah Air dan dengan mempertaruhkan nyawa, demi mereka berlima, dia datang untuk ketiga kalinya ke Negara T.

Karena usahanya ini, sang ahli tidak terpancing emosi sama sekali. Ia meraih lengan Stella Dong dan bertutur: “Yang kamu katakan tidak salah. Aku pernah bersumpah pada bendera untuk melakukan yang terbaik demi melenyapkan penyakit manusia, mempromosikan kesehatan yang sempurna, menjaga kesucian medis, menyelamatkan yang sekarat dan yang terluka, mengejar kemajuan tanpa henti, dan berjuang demi kemajuan pengembangan industri medis Tanah Air serta kualitas hidup umat manusia. Tetapi——”

Berbicara sampai di sini, sang ahli berhenti, berjalan ke jendela dan membukanya, lalu melanjutkan: “Kemarilah dan lihat para pengungsi di bawah. Mereka hari ini berbaring di rumput, kemudian besok bisa terluka. Selain para anggota fraksi, orang-orang terdekat mereka juga tanpa henti dilarikan kemari.”

Ahli itu mengeluarkan paspornya dan bertutur: “Tahukah kamu? Di negeri ini, dari pejabat, rakyat biasa, atau pun personel angkatan bersenjata ilegal, begitu melihat paspor kita, mereka akan memperlakukan kita sebagai tamu penting. Mereka menganggap kita sebagai warga dari Negara Terbaik di dunia.”

Stella Dong sudah merasakan sikap positif orang-orang Negara T terhadap China, jadi tidak punya apa pun untuk dikatakan.

“Anak muda, sejak kamu terakhir kali pergi, kami sebenarnya sudah menjumpai semua jenis angkatan bersenjata ilegal. Setelah melihat paspor kami, mereka akan langsung bersikap baik. Tentara pemerintah tidak usah dibahas lagi. Bahkan, ada anggota angkatan bersenjata ilegal yang bilang, ketika kami ingin pergi, mereka bersedia mengutus orang untuk mengawal!”

Novel Terkait

Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Love and Trouble

Love and Trouble

Mimi Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
3 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
3 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Unperfect Wedding

Unperfect Wedding

Agnes Yu
Percintaan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu