The Winner Of Your Heart - Bab 208 Demam?

Aku menaruh dua gelas di baki teh, duduk disampingnya, melihat wajahnya dengan seksama dan bertanya: " Alicia, apa dia benar-benar memukulmu? "

" Iya! ", jawabnya sambil menangis dan mengangguk.

" Sakit? Apa gigimu sakit? Aku lihat boleh ya? ", kataku sambil perlahan menyentuh wajahnya.

Begitu tangannya terbuka, tiba-tiba ia balik badan dan menyenderkan kepalanya di dadaku. Kedua belah tangannya memelukku dan ia mulai menangis.

Aku terpaku, ada hal yang rumit muncul di hati. Tidak hanya sedh, tapi juga ada perasaan aneh yang tidak kuketahui. Ada sedikit empati, lalu aku balas memeluknya dan menempelkan wajahku diatas kepalanya.

Ini hanya cara menghibur antar teman, hatiku tidak hentinya mengulangi kata-kata ini.

Dia adalah wanita yang lembut, butuh orang untuk menghiburnya saat ia sedih seperti ini, mungkin saja pelukanku dapat menenangkannya.

Walaupun aku tidak berhenti berpikir seperti ini, aku pernah sangat ingin dia kembali. Tidak terhitung berapa kali aku membayangkan bisa berbalikan dengannya, ya seperti ini, berpelukan saat menangis.

Walaupun aku tidak menangis, tapi aku masih dapat merasakan perasaan yang dulu. Imajinasiku telah terwujud sebagian, seakan Alicia telah kembali ke pelukanku.

Bahkan ada sebuah kehangatan yang mengalir hingga ke kepala, membuatku ingin menangis, ingin mengembalikan 2 tahun terpisah dengannya, rinduku, sakitku, semuanya dilimpahkan.

Kami sudah berhubungan selama 7 tahun. Entah sudah berapa kali dia berbaring dipelukanku, nafasnya, setiap inci tubuhnya, aku sudah mengenalnya. Kecuali wangi parfumnya saat ini.

Aku pernah mengira bahwa aku jatuh cinta kepada Danielle, lalu tidak bisa kembali mencintai Alicia. Tapi saat ini aku meragukan diriku sendiri.

Aku tidak bisa menjelaskan kebodohan ini, hanya dapat berkata, bahwa aku lelaki yang tidak setia.

Tapi, aku tidak bisa membiarkan sisi jelekku begitu saja, aku harus berjuang, setia pada Danielle.

Berpikir sampai disini, aku menaikkan tanganku yang tadinya memeluk pinggangnya naik ke punggung. Kedua tanganku berada di bahunya, satu tangan menepuk-nepuk punggungnya.

Gerakan ini bukan lagi memeluk, hanya menghibur.

Alicia masih menangis, dengan cepat aku merasa dadaku sedikit basah. Sudah dibasahi oleh air matanya.

Mengetahui Peyton telah menamparnya, dia pasti sangat sedih.

Aku tidak berkata apa-apa, hanya membiarkannya melepaskan emosi di pelukanku.

Perlahan, tangisannya menjadi pelan, ia terisak pelan lalu kedua tangannya merenggang. Ia bangun dari pelukanku tetapi masih menutupi wajahnya.

Aku mengambil tisu disampingku, menunggunya menghapus air mata dan menaruh tisu di meja teh, berkata: " Alicia, jangan sedih lagi, minum dulu ya. "

Alicia tersenyum sambil mendongak, matanya yang merah memandang mataku, berdeham sambil mengambil minum. Mengambil nafas sebentar lalu minum.

Dia pasti telah menangis cukup lama, menangis hingga membuatnya kehausan. Air segelas besar diteguknya sekali hingga habis.

Melihatnya tenang, aku juga minum sedikit, lalu menyalakan rokok.

Alicia akhirnya tidak lagi menangis, meletakkan gelas dan kembali menunduk, dengan sedih ia menghela nafas: " Freddy, dia lagi-lagi buat masalah. "

" Aku tahu, dengan Eva kan? "

" Bagaimana kau bisa tah? ", tanya Alicia kaget.

" Kemarin sore, sebelum aku bertemu Alexander Zheng, aku melihat mereka berdua sedang berduaan di depan pintu kantor. "

Selesai berkata-kata, aku merasa bersalah dan menunduk. Aku tidak segera memberitahu Alicia, juga tidak tahu apakah dia akan memarahiku.

" Kenapa kemarin kau tidak memberitahuku? "

" Maaf, aku hanya tidak ingin kau sedih. "

Nada bicara Alicia seperti sedikit resah, tapi aku mengerti, saat ini adalah titik terlemahnya, mudah kehilangan akal sehat.

Mendengar kata-kataku, dia terkejut sebentar, tidak mengeluarkan sepatah kata pun, hanya memandangku.

Saat itu, dia tiba-tiba dengan tegas berkata: " Freddy, aku tahu kau sangat baik denganku, terima kasih. "

Aku tidak tahu harus berkata apa, hanya diam dan menghisap rokokku.

Alicia balik bertanya: " O iya, kenapa kau mencariku? "

" Aku hendak pergi makan siang lalu bertemu dengan Eva, dia bilang kau dipukul, jadi aku kesini. "

" Dia bilang apa lagi? "

" Dia bilang, jika kau tidak menyebarkan hal ini, dia berjanji akan meninggalkan Peyton, pergi jauh. "

" Heh! Memangnya kalau aku menyebarkannya, dia masih ingin bersama dengan Peyton? "

Melihat Alicia yang sedang marah, aku ragu, akhirnya tidak mengatakan syarat yang diajukan Eva.

Aku tidak ingin dia tahu, Eva mendekati Peyton dengan maksud lain, karena aku ingin dia meninggalkan Peyton. Jika ia terus berhubungan dengan si buaya darat ini, bukankah dia hanya akan disakiti terus?

" Alicia. ", aku membuka pembicaraan : " Bagaimana rencanamu? "

" Aku ... aku tidak tahu. ", kata Alicia sambil geleng kepala lalu menunduk.

Mendengar jawabannya, aku sangat pasrah. Dia adalah wanita yang berhati lembut, juga bisa dibilang juga sering tidak yakin akan pilihannya. Seperti saat aku masih bersamanya, dia terus begitu hingga tahu aku sudah bersama yang lain.

Aku tidak tahu harus berkata apa, saat ini tenggorokanku kering dan sedikit haus. akhirnya aku meneguk air yang tinggal setengah cangkir itu.

Aku kembali menuangkan air, memberikannya pada Alicia dan meminumnya sampai habis.

Setelah menaruh gelas, saat hendak berkata sesuatu, Alicia tiba-tiba menyentuh dahinya dan berkata: " Freddy, kepalaku sedikit pening. "

" Kenapa? ", aku langsung melihatnya seksama, menyadari wajahnya memerah, seperti akan demam.

" Tidak tahu, tiba-tiba saja sedikit pening, badanku juga sedikit panas. "

" Kau demam? "

Aku memeriksa dahinya dengan tanganku, ternyata memang sedikit panas. Dan seperti sudah terbiasa, dia menyenderkan kepalanya di bahuku.

Dia kelihatannya memang demam, harus segera ke rumah sakit. Aku tidak mendorongnya, malahan saat hendak memapahnya berdiri, tiba-tiba kepalaku pun pening. Lalu ada seperti aliran yang hangat menyebar didalam tubuh.

Aku juga demam?

Tidak! Demam itu harusnya dirasa dingin, lagipula tidak mungkin dua orang demam di saat bersamaan, apalagi tiba-tiba seperti ini.

" Freddy... "

Aku menahan peningku, Alicia malah menarik tanganku ke pelukannya, saat itu berkata: " Freddy, tiba-tiba aku merasa tidak enak.. "

Saat lenganku menyenggol dadanya, tiba-tiba kepalaku kosong, hanya ada aliran yang sangat kuat, membuatku kehilangan kesadaran.

Ini tidak dapat dikendalikan, aku menoleh, mendekatkan hidungku menghadap rambutnya, mengambil nafas dalam-dalam.

Menghirup bau harumnya, membuat kepalaku makin kosong. Yang ada hanyalah aliran panas yang menggila, membuatku tak tahan ingin mengulurkan tangan menyentuh wajah Alicia.

Wajahnya memerah, bibirnya yang tipis cepat-cepat mengambil nafas, kedua matanya memandangku.

Dia yang cantik, pernah menjadi wanitaku, tapi aku sebelumnya belum pernah mendapatinya seseksi ini.

Pernah! Mengingat kata ini, kepalaku seakan pecah, sejenak akal sehatku kembali.

Tidak, kenapa Alicia tiba-tiba menginginkanku? Kenapa aku menjadi sepanas ini?

Kami tidak sedang demam, pasti bukan demam!

Hanya ada satu kemungkinan, kami berdua diracuni!

Novel Terkait

Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
5 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu