My Greget Husband - Bab 227 Memijat

“Aku dapat mencoba untuk memijatnya, mungkin bisa menjadi lebih baik.”

“Tidak, jangan Kak Diana, Aku tidak mau dia menyentuhku!” kata Grace Qin sambil menangis.

“Tapi…”

Diana Sima belum sempat selesai bicara, Yogi Chen langsung menyambarnya: “Apakah kamu sekarang merasakan kedua kakimu kebas, seperti digigiti semut-semut kecil?”

Baru saja dia mendengar hal itu, Grace Qin langsung berhenti menangis: “Kamu… bagaimana kamu tahu?”

Yogi Chen tertawa dan berkata: “Kalau tidak segera dirawat, dalam beberapa menit kedua kakimu akan mati rasa. Kalau sudah lewat setengah jam, kamu akan mulai merasa pusing dan matamu akan berkunang-kunang. Dalam waktu satu jam, tubuhmu dari batas leher ke bawah semua akan mati rasa.”

Apa?

Tubuhku mati rasa dari leher ke bawah?

Yang lainnya mendengar kata-kata Yogi Chen, terkejut dan mulai berdiskusi, sungguh menakutkan sekali.

“Apa benar bisa begitu, apa dia hanya membesar-besarkan saja.”

“Aku rasa juga begitu. Bukankah dia hanya terjatuh saja, mana mungkin separah itu.”

“Menakuti orang saja, tidak usah dengarkan dia!”

Wanita-wanita yang mengelilingi Grace Qin berceloteh tidak berhenti. Diana Sima juga merasa kata-kata mereka masuk akal. Dia berkata: “Kalau tidak kita tunggu beberapa menit, apakah akan sedikit membaik.”

Setelah lewat 5 menit, Grace Qin merasa panik: “Kak Diana, aku… mengapa aku tidak bisa bergerak. Apakah aku akan sungguhan menjadi cacat?”

Saat itu Grace Qin merasa sangat takut.

Wanita-wanita di sekitarnya juga ikut panik.

Apa mungkin bisa seperti apa yang orang itu katakan?

“Jangan paniik, Grace!” Diana Sima mencoba menenangkannya. Kemudian dia melihat Yogi Chen: “Yogi Chen, kemarilah! Kamu pasti tidak ingin melihat Grace menjadi orang cacat kan?”

Huh!

Yogi Chen menghela napas dan berkata: “Aku akan berusaha semaksimal mungkin.”

Sambil berkata demikian, dia berjalan ke sebelah Grace Qin yang sedang telungkup di atas kursi recliner. Dia melihatnya sambil menelan ludah.

Posisinya saat ini sangat menggoda. Grace Qin berwajah anak-anak, tetapi dadanya besar. Meskipun dia mengenakan baju renang one-piece, tetapi karena berada dalam posisi seperti ini, tidak sedikit juga dadanya yang seputih salju tertekan keluar dari pinggiran bajunya.

Apalagi bokongnya yang besar dan menonjol. Sangat menggoda.

Yogi Chen menghirup napas dalam-dalam. Menggosok-gosokan kedua tangannya hingga panas, kemudian menempelkannya ke tubuh Grace Qin.

Saat kedua tangannya menempel, Grace Qin merasakan ada sepasang tangan panas yang menyelimuti kedua panggulnya.

Wajahnya langsung memerah karena malu. Sekarang ini dia malah membiarkannya menyentuhnya sedekat itu… ini…

“Aku mulai ya, mungkin agak sedikit terasa sakit. Kamu harus menahannya.”

“Aduh… sakit sekali…”

Grace Qin mengangkat kepalanya dengan kuat, seperti seekor angsa yang sedang menegakkan lehernya.

Seiring dengan gerakan Yogi Chen, suara kesakitannya berubah menjadi erangan…

“Ugh! Nyaman sekali!”

“Apakah benar senyaman itu?”

Pikir wanita-wanita di sekitarnya yang mendengar erangan Grace Qin.

Sret, sret, sret!

Tangan Yogi Chen lanjut memijat, bokong dan panggulnya naik-turun.

Terlebih lagi tekstur bokongnya yang kenyal itu dan garisnya yang tegas dan bulat, membuat hati Yogi Chen agak kurang tenang.

Setelah lima menit, Yogi Chen mengangkat tangannya. Saat itu dia sudah kelelahan dan seluruh punggungnya basah keringat.

Dan Grace Qin berbaring di atas kursi, tersengal-sengal. Tubuhnya juga dibasahi keringat.

Sekarang kesadarannya telah kembali. Bagaimanapun dia tidak menyangka, suara-suara memalukan itu keluar dari mulutnya sendiri.

Benar-benar memalukan.

Apalagi di depan begitu banyak orang. Rasanya wajahnya sudah tidak tahu mau diletakkan di mana.

Huh!

Sementara itu, Yogi Chen bangkit berdiri, dia menarik napas panjang dan berkata: “Baiklah, aliran darah tersangkut itu sudah aku pijat sampai lancar. Harusnya sih sudah tidak akan ada masalah besar lagi. Tetapi biasa luka otot dan tulang biasa berlangsung 100 hari (agak lama). Kalau mau lekas sembuh, sementara waktu ini harus dirawat baik-baik dengan berdiam.”

“Yogi Chen, kamu kan bisa menyuling obat?” Diana Sima tiba-tiba bertanya: “Aku ingat ada sejenis obat yang bernama Sup Tulang Macan, sangat mujarab. Apakah kamu bisa menyuling Sup Tulang Macan?”

Sup Tulang Macan?

Yogi Chen mencoba mengingat. Sup Tulang Macan adalah resep obat-obatan tingkat menengah. Hanya butuh tulang macan, bahan-bahan obat lainnya lumayan mudah untuk didapat. Tetapi dalam waktu singkat seperti ini mau mencari tulang macan ke mana?

“Diana, kamu yakin dia bisa menyuling obat?”

Kalau sembarangan minum obat, bisa membahayakan nyawa.

Sambil berkata demikian, wanita-wanita yang lain menatap Yogi Chen: “Orang ini jangan-jangan tukang pijat dari panti pijat ternama. Kelihatannya hebat juga. Diana, biarkan dia memijatku juga!”

“Aku juga, aku juga mau. Biar aku duluan!”

Diana Sima tersenyum dan berkata: “Jangan berisik. Dia adalah apoteker (penyuling obat) ternama.”

Apa?

Dia benar-benar adalah seorang apoteker?

Begitu mendengar hal ini, para wanita itu melongo.

Tetapi Diana Sima juga tidak menjelaskan lebih lanjut. Dua hari sebelumnya pihak-pihak Asosiasi Kedokteran Kuno sengaja megantarkan medali apoteker kepadanya. Jadi dia tidak mungkin palsu.

“Yogi Chen, apakah kamu bisa melakukannya?”

“Sup Tulang Macan?” tawa Yogi Chen: “Aku sih bisa menyulingnya, tetapi bagaimana aku mendapakan bahan-bahannya dalam waktu singkat seperti ini. Lagipula bahan utamanya kan tulang macan.”

Tetapi Yogi Chen bukannya menyerah. Dua hari sebelumnya Asosiasi Kedokteran Kuno telah memberinya medali apoteker, kalau sampai dia bilang dia tidak bisa melakukannya kan payah sekali.

“Aku punya, bahan-bahan untuk menyuling Sup Tulang Macan!” Diana Sima tersenyum dan berkata: “Aku punya sebuah ruang penyimpanan obat, harusnya di sana ada semua bahan-bahan yang khusus dibutuhkan untuk menyuling Sup Tulang Macan.”

“Wanita keturunan keluarga aristokrat Kota Beijing memang berbeda! Dia bahkan punya ruang penyimpanan obat sendiri.” Kata Yogi Chen di dalam hati.

“Baiklah! Mari kita lihat!” sambil bicara seperti itu, Yogi Chen hendak pergi menuju ruang penyimpanan obat.

Belum sempat dia berjalan lebih dari dua langkah, Grace Qin yang terkapar di atas kursi panjang itu pun berkata: “Berhenti! Aku tidak mau makan obat yang kamu suling. Siapa yang tahu jadinya racun atau bukan?”

Heh!

Yogi Chen menghembus marah. Dia berkata kepada Diana Sima: ”Kamu dengar? Bukannya aku tidak mau membantu. Dia yang tidak koorperatif.”

“Sudah kuputuskan, aku tidak akan menyuling obat ini. Kalau pun kamu datang dan memohon padaku, tidak akan kulakukan.” Yogi Chen mengangkat bahunya. Maksud baik dia malah dianggap mencelakakan. Mereka kira dia tidak bisa marah?

“Biarpun aku mati kesakitan, aku juga tidak akan memohon padamu. Jangan pernah berharap demikian.” Kata Grace Qin dengan sadisnya.

“Baiklah! Sampai jumpa!”

Setelah berkata demikian, Yogi Chen berbalik badan dan pergi.

Apa yang sebenarnya sedang terjadi sih. Bukannya dia mengundang dirinya untuk berkumpul dan berpesta. Hasilnya, bahkan segelas air pun dia belum sempat minum.

Melihat Yogi Chen benar-benar marah, Diana Sima cepat-cepat mengejar dan menghadang jalannya: “Yogi Chen, kamu jangan sama dengar omongannya Grace. Dia orangnya agak plin-plan. Tetapi sesungguhnya hatinya baik.”

Plin-plan? Yogi Chen tertawa. Mau seplin-plan apapun harusnya dia bisa membedakan hitam dan putih.

Dia juga bukan ayahnya. Dia tidak punya alasan untuk memanjakannya.

“Ada hal lain yang harus aku kerjakan. Aku pergi dulu!” sambil berkata demikian Yogi Chen pun pergi.

“Yogi Chen. Jangan pergi!” saat ini, Diana Sima tiba-tiba mencengkram tangan Yogi Chen. Dia berbisik dan memohon: “Jangan marah, aku minta maaf atas perilaku Grace. Kamu jangan marah padanya. Anggap saja… aku mohon padamu. Bolehkah?”

Yogi Chen memandang Diana Sima dengan heran. Dia tidak menyangka wanita semacam dia bisa mengeluarkan kata-kata seperti ini.

“Kak Diana!” Grace Qin menggertakkan gigi dan berusaha bangkit dari kursinya. Dia berjalan ke sebelah Diana Sima dan menarik lengannya: “Jangan memohon kepada mahluk busuk ini! Aku tidak sudi meminum obat sulingannya!”

“Aku malas bicara denganmu. Kalau bukan demi Kak Diana-mu ini, apapun alasannya, aku tidak akan mau membantumu menyuling obat itu.”

Huh, kata-katanya itu membual sekali.

“Diana, Sup Tulang Macan kan resep obat tingkat menengah. Apakah dia sanggup menyulingnya?”

“Benar. Apoteker itu sangat jarang ada karena keahliannya sangan sulit untuk dilatih. Dengan dukungan finansial yang kuat saja belum tentu dapat melatih seorang apoteker yang layak. Kamu lihat orang ini. Pakaiannya sangat kucel. Mana mungkin dia adalah seorang apoteker.”

“Benar… benar… Aku tidak pernah mendengar ada apoteker yang semiskin ini.”

Karena apoteker langka dan berharga maka para apoteker tingkat dasar pun biasanya dianggap tamu-tamu kehormatan oleh para keluarga-keluarga besar aristokrat. Asal menyuling suatu obat saja bisa dijual dengan harga setinggi langit.

Yogi Chen yang pakaiannya dari atas ke bawah dibeli di pinggir jalan seperti ini, mana mungkin terlihat seperti seorang apoteker.

Diana Sima menggeleng-gelengkan kepalanya. Tetapi dia juga tidak menjelaskan apa-apa: “Yogi Chen, aku antar kamu ke ruang penyimpanan obat.”

Yogi Chen menganggukkan kepalanya. Dia mengikutinya ke sebuah kamar yang agak tersembunyi. Baru saja membuka pintu, Yogi Chen dapat melihat bahan-bahan obat-obatan yang tersusun di dalam rak-rak.

Buset, sebanyak ini?

Mata Yogi Chen terbuka lebar. Setidaknya di dalam sini terpajang ribuan jenis obat-obatan.

Diana Sima tersenyum: “Yogi Chen, selain bahan-bahan obat untuk menyuling Sup Tulang Macan, pilihlah juga obat-obatan yang kamu inginkan. Kamu boleh mengambilnya.”

Sesungguhnya hal ini seperti barter. Meskipun obat hasil sulingan para apoteker sangat berharga, tetapi bahan obat-obatannya yang diperlukan juga sama langka dan berharganya.

Keluarga-keluarga besar selain sering meminta para apoteker untuk menyuling obat, mereka juga memberi para apoteker bahan-bahan obat yang langka dan sulit ditemukan sebagai imbalannya. Tentu saja selain ini, imbalan uang juga sama pentingnya.

Mendengar kata-kata Diana Sima itu, Yogi Chen tidak segan-segan lagi!

Setelah dia memilih bahan-bahan untuk menyuling Sup Tulang Macan, dia mulai memilih 10 jenis obat-obatan ajaib yang langka.

Dengan begitu saat dia kembali nanti dia bisa dapat mulai membuat pil-pil yang langka pula.

Setelah selesai memilih bahan obat, Diana Sima membawanya menuju ruang penyulingan obat: “Yogi Chen, kamu tenang-tenanglah menyuling obat di dalam sini. Apabila ada yang kamu butuhkan, telepon saja. Nanti akan segera aku antar.”

Setelah berkata demikian, Diana Sima pergi meninggalkannya.

Yogi Chen tersenyum, mengangguk, kemudian mulai menyuling obat.

Yogi Chen mengeluarkan sebatang tulang macan. Dia menyerut bubuk daripadanya dengan menggunakan sebilah pisau kecil. Lalu dia memasukkan bahan-bahan obat lainnya, menuang air dan merapatkan kuali.

Setengah jam kemudian, Sup Tulang Macan pun sudah jadi. Saat dia membuka tutup kuali itu, Yogi Chen mendengar suara raungan buas seekor macan.

Kali ini Yogi Chen menyuling obat dengan menggunakan metode pembuatan pil. Dia langsung menggunakan tenaga dalam untuk mengaduknya. Dengan demikian waktu pembuatannya pun hanya setengah dari waktu yang biasanya dibutuhkan.

Lumayan. Kekuatan obat ini sempurna!

Yogi Chen tersenyum sambil memadamkan api. Baru saja dia bersiap untuk menelepon Diana Sima, tiba-tiba seperti ada benda dingin yang merambat di punggungnya. Hawa dingin merambat dari kaki menuju ke atas!

Yogi Chen melompat berdiri dan membalik badan untuk melihat.

Tidak tahu sejak kapan di belakangnya muncul seorang pria yang agak gemuk, pendek, berjubah hitam dengan lingkaran emas di kepalanya.

Yang lebih menakutkan lagi adalah, di lehernya tergantung 10 tulang kerangka kepala berukuran sebesar kepalan tangan yang dirangkai menjadi kalung.

Wow, Yogi Chen sangat terkejut!

“Siapa kamu? Mengapa kamu bisa ada di sini? Apakah Diana Sima yang menyuruhmu kemari?”

Tanpa bersuara, si gendut ini menyerbu ke hadapan Yogi Chen. Tangannya menghantam belakang leher Yogi Chen.

Pandangan mata Yogi Chen menghitam, seketika itu juga dia tidak sadarkan diri.

Novel Terkait

Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu