Cinta Seorang CEO Arogan - Bab 104 Kamu Menangis Karena Diriku

Tangisan Yuliana Jian bukan hanya dikarenakan Peggy He masih hidup, tetapi karena Yuliana Jian merasa bahwa dia akhirnya bisa menyelamatkan sesuatu. Perasaan ketidakberdayaan saat dia tidak bisa menyelamatkan ayahnya terus mengganggu Yuliana Jian, namun Peggy He saat ini membuat perasaan ketidakberdayaan akhirnya menghilang.

Ternyata dia bisa menyelamatkan nyawa orang-orang di sekitarnya.

"Kamu menangis ..." Bisik Peggy He.

Yuliana Jian menyeka air matanya dan berbisik: "Syukurlah kamu baik-baik saja, lain kali hati-hati,lebih baik menyuruh beberapa pengawal untuk melindungi kamu."

Peggy He mengendus hidungnya dan berkata dengan sedikit tersedak: "Kamu sangat perhatian padaku, tidak ada seorang pun yang begitu perhatian padaku ..."

Suara nyonya He yang lembut segera terdengar dari sambungan telepon: "Peggy, apakah kamu berpikir ibumu sudah mati? Apakah aku tidak perhatian padamu?"

Peggy He buru-buru menjelaskan: "Kamu adalah orang kedua yang perhatian padaku selain ibuku. Ayahku bahkan tidak perhatian padaku seperti kamu. Sepertinya pilihanku menjadikan dirimu sebagai sahabat adalah pilihan yang tepat, Kak Wiranto akan kuserahkan padamu. Aku tidak akan merebutnya lagi, meskipun aku masih menyukainya. "

Sudut bibir Yuliana Jian terangkat setelah mendengar perkataan Peggy He: "Terima kasih, tetapi kamu jangan lupa lindungi dirimu sendiri."

Nyonya He bergumam di samping Peggy He: "Sudah berapa kali aku mengingatkanmu untuk berhati-hati, kenapa kamu selalu mengabaikannya. Bahkan jika kamu tidak peduli pada orang jahat di luar sana, kamu harus waspada terhadap kakakmu yang satu itu. Siapa yang tahu apa yang direncanakannya, jika sesuatu terjadi padamu, aku harus bagaimana... "

Nyonya He menangis,Peggy Hesegera menghiburnya: "Jangan menangis, aku sudah tahu. Aku akan semakin hati-hati, oke? Aku berjanji akan tetap menemaniibuku, jadi berhentilah menangis."

Suara Nyonya He terisak-isak: "Jika kamu mengerti, maka kamu sudah bertambah dewasa."

Yuliana Jian menyipitkan matanya dan tersenyum ketika mendengarkan percakapan antara dua orang ibu dan anak. Yuliana Jian merasakan kehangatan yang luar biasa dari percakapan mereka. Sepertinya keputusan yang dibuat untuk menyelamatkan Peggy He adalah keputusan yang tepat sehingga seorang ibu tidak harus kehilangan anaknya dan tidak harus merasakan kepergian orang terdekatnya, ini adalah hal paling bermakna yang telah dia lakukan belakangan ini.

Yuliana Jian tersenyum dan berkata dengan lembut: "Jika Peggy baik-baik saja, maka istirahatlah dulu. Jangan mengabaikan luka ringan, tetap jaga makanan sehingga bisa menghindari bekas luka."

Peggy He tersenyum dan berbisik: "Yuliana, apakah kamu jadi mengajakku nongkrong? Aku belum pernah nongkrong dengan sahabatku."

Yuliana Jian mengangguk dan tersenyum: "Selama kamu punya waktu, kita bisa bertemu kapan saja. Tapi harus tunggu kamu sudah sembuh total, jika tidak ibumu akan khawatir."

“Iya, aku tahu.” Jawab Peggy He sambil tersenyum.

Yuliana Jian tersenyum mengatakan "sampai jumpa" dan memutuskan panggilan telepon kemudian pergi ke perusahaan. Saat ini dikarenakan kematian ayah Yuliana Jian, perusahaan menjadi berantakan, meskipun Yuliana Jian tidak ingin menghadapi urusan perusahaan, namun perusahaan ini masih terkait dengan kehidupan dan masa depan para karyawan, dia memiliki tanggung jawab sehingga tidak boleh membiarkannya begitu saja.

Yuliana Jian telah menstabilkan kondisi perusahaan, tetapi Yuliana Jian merasa bahwa dia tidak memiliki energi untuk menghadapi urusan perusahaan dan berencana untuk menemukan kesempatan yang baik agar bisa menjual perusahaan ini, dia tidak berani berharap bisa mendapatkan nominal harga jual yang bagus, yang terpenting adalah dia dapat memastikan bahwa para karyawan tidak akan kehilangan pekerjaan. Langit sudah gelap ketika dia menyelesaikan pekerjaanya dan telah kembali ke Kediaman Leng.

Yuliana Jian pergi menyapa Nyonya Tua Leng dan kembali ke kamar. Saat tiba di kamar, Yuliana Jian melihat Wirianto Leng sedang bekerja di mejanya, Wirianto Leng mengenakan kacamata berbingkai hitam sedang fokus pada pekerjaannya, seolah-olah dia tidak memperhatikan bahwa Yuliana Jian telah masuk ke dalam kamar. Yuliana Jian bersandar di pintu dan tersenyum memicingkan matanya menatap Wirianto Leng.

Saat ini dia menatap Wirianto Leng dan sangat yakin bahwa Wirianto Leng memang bukan pria yang muncul bersama ayahnya di dalam foto itu. Sekarang Yuliana Jian tidak tahu mengapa saat itu dia begitu panik sebelum mengetahui kenyataannya dan bahkan mencurigai Wirianto Leng.

Mungkin jika semuanya tidak berkaitan dengan ayahnya, dia tidak akan begitu panik.

“Apa yang kamu lihat?” Wirianto Leng melepaskan kacamatanya dan bertanya dengan suara serak.

“Aku merasa kamu sangat tampan.” Yuliana Jian melangkah maju sambil tersenyum dan berjalan menghampiri Wirianto Leng.

Yuliana Jian membuka kacamata Wirianto Leng dan menundukkan kepalanya untuk mencium bibir Wirianto Leng yang sedang duduk di kursi. Wirianto Leng mengerutkan kening dan menatap Yuliana Jian dengan tatapan yang sangat aneh, ada kejutan dan keraguan di dalam tatapannya. Wirianto Leng sepertinya tidak menyangka bahwa dia masih bisa menciumnya.

Kemudian Wirianto Leng tersenyum pahit dan mengulurkan tangannya untuk memeluk Yuliana Jian seolah keduanya telah berpisah sekian lama dan akhirnya bertemu lagi.

Ketika selesai berhubungan, mereka teringat bahwa mereka tidak menggunakan pengaman. Wirianto Leng mengerutkan kening, suaranya terdengar serak: "Kali ini adalah kelalaianku lagi."

"Tidak, ini adalah kelalaian kita." Yuliana Jian memeluk Wirianto Leng dan berbisik: "Bukan kelalaianmu, tetapi kita berdua. Mulai saat ini kita berdua telah bersatu, aku tidak akan pernah curiga dan tidak percaya padamu lagi."

Wirianto Leng sedikit tegang kemudian menundukkan kepalanya dan tiba-tiba memeluk Yuliana Jian. Napasnya sedikit kacau, tetapi bukan karena perasaan, melainkan karena emosinya sehingga dia merasa sedikit serba salah.

Yuliana Jian masuk ke dalam pelukan Wirianto Leng, tidurnya sangat nyenyak, seperti anak kecil yang tidak memiliki kekhawatiran. Namun Yuliana Jian merasa bahwa suasana hati Wirianto Leng tidak stabil, dia sangat gembira dan reaksinya sangat besar, tetapi juga menyembunyikan kesedihan yang dalam. Dia bisa mencium bibirnya dengan kuat kemudian mendesah dengan berat.

Yuliana Jian dan Wirianto Leng saling berpelukan hingga subuh. Wirianto Leng bangun dan ingin pergi, Yuliana Jian membuka matanya, mengulurkan tangannya untuk memeluk Wirianto Leng, dia mendekati bibir Wirianto Leng dan memberi kecupan kepadanya kemudian membiarkan Wirianto Leng pergi.

Kemudian Yuliana Jian tidur lagi, setelah dia bangun, pikirannya menjadi jauh lebih jernih. Masalah yang sebelumnya membuat dia bingung mulai terlihat arah yang jelas, Yuliana Jian mengeluarkan foto dari tasnya dan mengerutkan kening. Jika ingin tahu siapa pembunuh ayahnya di belakang semua ini, maka dia harus bertindak terlebih dahulu.

Yuliana Jian meletakkan kembali foto itu di dalam tasnya dan mulai membuat dirinya sedikit berantakan seolah dia tidak tidur sepanjang malam. Yuliana Jian datang ke kantor polisi dengan membawa tas tersebut, melalui seorang teman yang dia kenal sebelumnya, Yuliana Jian menemukan sebuah tempat pusat pemeriksaan yang bisa memeriksa fotonya. Foto itu bukan rekayasa, Yuliana Jian berjalan keluar dari kantor polisi setelah dia mengetahui hasil pemeriksaannya dengan ekspresi yang sangat kecewa.

Jika Yuliana Jian tidak salah menebak, kabar bahwa dia telah pergi ke pusat pemeriksaan untuk memeriksa foto tersebut akan segera tersebar pada orang yang berusaha menjebaknya. Kemungkinan orang itu adalah salah satu orang yang berasal dari Keluarga Leng, apa keuntungan yang dimiliki seorang Yuliana Jian? Namun jika sebagai wanita milik Wirianto Leng, posisinya akan berubah dan refleks memiliki banyak keuntungan yang bisa disalah-gunakan oleh orang lain.

Seorang wanita yang membenci Wirianto Leng karena telah membunuh ayahnya, namun juga seorang wanita yang dicintai oleh Wirianto Leng.

Demi balas dendam atas kematian ayahnya, dia kemungkinan bisa menikam Wirianto Leng. Seseorang telah merencanakan semuanya dengan matang agar dirinya menjadi sebuah pisau untuk membunuh Wirianto Leng dengan penyebab kematian ayahnya.

Yuliana Jian hampir saja masuk ke dalam jebakan, jika dia tidak akrab dengan Wirianto Leng dan ayahnya, jika bukan dikarenakan dia cukup percaya pada Wirianto Leng dan tidak memerhatikan fotonya dengan seksama dan menemukan kejanggalan pada foto, kemungkinan dia telah dipergunakan oleh orang itu.

Semuanya telah berjalan pada titik ini, ini sudah saatnya menerima hasilnya. Hanya diperlukan seseorang untuk mendukungnya dari kekecewaan yang dialaminya dan bisa membantunya balas dendam pada Wirianto Leng, agar mendapatkan kesempatan untuk melakukan aksi “balas dendam atas kematian ayah”.

"Eh, bukannya ini kakak ipar? Mengapa kamu kelihatan lemas? Apa yang sedang terjadi?" Terdengar suara tawa seorang pria tepat di belakang Yuliana Jian.

Yuliana Jian terbengong kemudian perlahan-lahan menoleh melihat pria yang bersandar pada sebuah mobil tua. Kemunculan pria itu membuatnya terkejut namun masih bisa diterima olehnya. Dia kelihatan sangat sembrono dan sombong, tidak terlihat seperti orang yang bisa membuat rencana seperti itu. Tetapi jika memang dia pelakunya, ini juga tidak aneh.

Yuliana Jian menggerakkan bibirnya dan tersenyum perlahan pada pria itu: "Tuan August Leng, sudah lama tidak berjumpa."

Novel Terkait

Inventing A Millionaire

Inventing A Millionaire

Edison
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
Predestined

Predestined

Carly
CEO
5 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu