Cinta Seorang CEO Arogan - Bab 394 Rumor yang Tak Tertahankan

Mendengar kata-kata Peggy, Yuliana tidak bisa menahan tawa, lalu bertanya dengan canggung: "Tidakkah menurutmu itu menjijikkan?"

"Apanya yang menjijikkan? Itu sangat bagus." Peggy berkata sambil tersenyum: "Lagipula, itu adalah pujian yang baik, aku rasa kamu memang berhak untuk dipuji, itu adalah hal yang baik. Jika aku dapat dipuji seperti itu, maka aku akan merasa senang."

Peggy mengatakannya sambil tersenyum, lalu melanjutkan: "Aku tahu sekarang, hubunganmu dengan Wirianto benar-benar baik, jadi aku bisa tenang. Aku tidak akan percaya omong kosong di luar sana tentang dirimu

Yuliana tertawa kecil, bertanya dengan suara rendah: "Memangnya ada rumor apa lagi di luar?"

Peggy berhenti sejenak, ragu-ragu, kemudian berkata: "Aduh, tidak tahukah kamu, tidak peduli apa jenis rumor itu, hal ini tidak bisa dihentikan sama sekali. Bagaimana? Apakah kamu ingin tahu apa rumor itu? Aku akan memberitahumu. "

Yuliana tertawa, menggelengkan kepalanya, berkata: "Lupakan saja, aku mungkin bisa menebak rumor seperti apa itu. Lagipula itu bukan hal yang baik untuk didengar. Lebih baik aku tidak mendengarkannya."

Peggy tidak bisa menahan tawa: "Memang tidak baik untuk didengar, tetapi mendengar kata-kata yang tidak menyenangkan dari orang-orang yang cemburu padamu itu menunjukkan bahwa mereka percaya bahwa kamu memiliki kehidupan yang lebih baik dari mereka. Apakah kamu pernah mendengar bahwa dikatakan, orang lain tidak akan menjadi iri, jika orang yang di irinya itu hanya hidup biasa-biasa saja. Begitulah kehidupan, jika tidak ada yang iri padamu, berarti membuktikan hidupmu belum berhasil."

Ketika Yuliana mendengar kata-kata Peggy, dia tidak bisa menahan tawa: "Jadi, aku harus berterima kasih kepada orang-orang itu karena telah cemburu padaku?"

"Tidak perlu beterimakasih." Peggy cepat-cepat berkata sambil tersenyum: "Tapi tentu tidak apa-apa untuk bersenang-senang akan hal itu. Nah, kalau begitu beritahulah Wirianto, bahwa aku telah mengatakan hal baik tentangmu, jadi dia tidak akan membuat aku kaget lagi. Sehingga aku tidak akan dikagetkan oleh dirinya lagi."

Yuliana menoleh, menatap Wirianto, lalu berkata sambil tersenyum: "Itu karena dia ingin bersikap baik padamu."

Peggy dengan terburu-buru berkata: "Lupakan saja, jangan berlaku terlalu baik padaku, aku tidak tahan. Biarkan saja seperti sekarang. Dia tidak perlu berlaku baik padaku. Aku selalu merasa takut, jangan-jangan ada rencana jahat di belakangnya. Aku beri tahu kamu ya, kamu belum melihat ketika Wirianto menyipitkan matanya kepada orang-orang, Itu sungguh menakutkan. Melihatmu bisa hidup bersamanya, maka ada banyak gadis muda yang berseru ingin menikahi Wirianto, tetapi jika mereka benar-benar berhubungan dengannya, maka mereka mungkin tidak ingin menikah dengannya, karena sungguh menakutkan."

"Aku dapat mendengarmu." Wirianto berkata dengan suara dingin.

"Kacau..." Peggy segera menutup telepon.

Yuliana yang memegang ponsel, tidak dapat menahan tawanya. Dia pun menoleh, lalu menatap Wirianto sambil tersenyum dan berkata: "Mengapa kamu menakuti dia lagi?"

"Menurut dirinya, apa yang aku lakukan yang tidak membuatnya takut?" Wirianto berkata dengan suara berat.

Ketika Wirianto usai berkata, dia menatap Yuliana, dan tertawa: "Ada apa? Kamu masih merasa artikel ini sangat menjengkelkan?"

Yuliana tersenyum, menggelengkan kepalanya: "Mendengar Peggy berkata seperti itu, aku jadi merasa pikir bahwa ini menarik juga. Jika melihat sudut pandang orang lain mengenai kita, kita bisa mengenal diri kita dari sudut pandang yang berbeda."

Wirianto mengerutkan alisnya: "Tampaknya Peggy lebih berpengaruh padamu daripada diriku."

Yuliana mengangkat tangannya, meletakannya di leher Wirianto, lalu berkata sambil tersenyum: "Ada apa denganmu? Apakah kamu cemburu?"

Wirianto mengangguk, berkata dengan suara yang dalam: "Aku merasa sedikit cemburu. Apa yang akan kamu lakukan?"

"Aku tahu apa yang harus aku lakukan..." Yuliana mengangkat tangannya, memeluk Wirianto, mengangkat kepalanya, mencium bibirnya.

Wirianto tertawa kecil, lalu menundukkan kepalanya untuk mencium bibir Yuliana, dan berkata sambil tersenyum: "Sepertinya Peggy bisa melakukan hal baik."

Yuliana tidak bisa menahan tawa, lalu memeluk Wirianto. Ketika Yuliana tertidur, Wirianto perlahan bangkit, menyelimuti Yuliana, lalu keluar dari kamar. Wirianto pun mengambil ponselnya, membuat panggilan telepon. Dia berkata sambil tersenyum kepada orang di telepon itu: "Edtor Lin, aku telah membaca artikel majalahmu. Itu ditulis dengan baik. Aku merasa sangat puas. Kita akan membicarakan masalah lainnya nanti ketika kita bertemu."

Lalu Wirianto menutup telepon, kembali ke kamarnya. Mendengar suara pintu, Yuliana menggosok matanya, bangkit untuk duduk, menatapnya, lalu bertanya: "Dari mana saja kamu?"

Wirianto mengangkat teleponnya sambil tersenyum dan berkata: "Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya menelepon."

"Oh ya? Menelepon?" Yuliana mengerutkan keningnya, menatap Wirianto dengan curiga: "Kamu menelepon siapa?"

Wirianto tersenyum sambil berkata: "Karena artikel majalah itu sangat bagus, jadi aku membuat panggilan khusus untuk memotivasi mereka."

Yuliana menggigit bibir bawahnya, mengangkat tangannya untuk menutupi kepalanya dengan selimut. Wiriano tesenyum, lalu menarik selimut yang menutupi kepalanya dan bertanya sambil tersenyum: "Ada apa denganmu? Mengapa menutupi kepalamu dengan selimut?"

Yuliana menatap Wirianto dan berkata: "Apa yang kamu lakukan? Kamu tidak kenal orang-orang itu. Jika dia mendapat pujianmu, maka dia akan berpikir bahwa kamu puas dengan perbuatannya itu. Lalu dia akan mencoba untuk menyenangkan dirimu lagi, kemudian dia pasti akan berusaha lebih keras untuk menulis hal semacam ini. Ya Tuhan, akan ada banyak artikel tentang kisah cinta kita di masa depan. Bukankah ini sungguh memalukan? "

"Hal ini sungguh baik. Ini bisa mengurangi ejekan orang-orang yang merasa bosan." Wirianto tersenyum sambil berkata: "Ketika orang melihat betapa kita saling mencintai satu sama lain, mereka tidak akan menyia-nyiakan usaha mereka untuk terus mengganggu hidup kita."

Yuliana mengerutkan kening, menatap Wirianto, lalu menggelengkan kepalanya dengan lembut: "Kamu benar-benar tidak mengerti sifat orang. Mereka mungkin menginginkannya hal lebih, bahkan mungkin mereka akan mengharapkan kita memiliki kehidupan yang buruk, sehingga hati mereka akan nyaman."

"Yah ..." Wirianto tersenyum, lalu berkata: "Jadi kita tidak perlu peduli apa yang mereka pikirkan." Wirianto berkata sambil tersenyum. Mari kita jalan-jalan besok ... "

Yuliana memiringkan kepalanya, menatap Wirianto: "Hmm? Mengapa begitu tiba-tiba, apakah kamu sudah mengatur ini?"

Wirianto berkata sambil tersenyum: "Ya, pekerjaan di perusahaan telah selesai. Aku dapat menghabiskan waktu bersamamu. Kamu ingin pergi kemana? Kali ini kamu yang membuat keputusan. Aku akan mengikuti kamu ke mana pun kamu ingin pergi."

Sambil tersenyum, Yuliana mengangkat tangannya di leher Wirianto: "Benarkah? Kamu akan patuh kepadaku?"

Wirianto mengangguk, lalu berkata sambil tersenyum: "Aku harus mendengarkanmu isdtriku, jadi kamu mau kemana?"

"Karena kamu tiba-tiba berkata ingin pergi keluar, aku jadi tidak tahu mau kemana." Yuliana mengerutkan kening dan berpikir sejenak: "Tunggu, aku akan melihat-lihat dulu dimana tempat yang menyenangkan untuk di kunjung."

Novel Terkait

The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu