Cinta Seorang CEO Arogan - Bab 154 Tenang dalam Menghadapi Masalah

Setelah Melly Jian diantar pulang Odelia Ye, baru masuk, Melly Jian langsung berlari ke depan Yuliana Jian, mengangkat bunga liar kecil warna biru di tangannya dan berkata sambil tersenyum: “Ibu……Ibu……ini bunga kecil dari Melly untuk Ibu……tadi sudah berikan pada seorang Paman, terpikir Ibu masih belum punya, jadi Melly bawakan untuk Ibu.”

Yuliana Jian mengambil bunga kecil yang diberikan Melly Jian, mengangguk sambil tersenyum dan berkata dengan suara pelan: “Terima kasih Melly, sungguh bunga yang cantik. Tapi lain kali jangan sembarangan petik bunga lagi, Ibu bukannya pernah beritahu Melly? Bunga kecil juga bisa sakit.”

Melly Jian langsung mengangguk, mengulurkan sebuah jari tangan dan berkata dengan suara kecil: “Satu kali saja, biarkan bunga ini sakit satu kali saja……oh, bukan, tapi……tapi sakit dua kali, lalu Melly pasti tidak akan membuat bunga kecil sakit lagi……”

Mendengar perkataan Melly Jian, Yuliana Jian mendongak sambil tersenyum dan melihat Odelia Ye, lalu mengangguk. Odelia Ye melihat Yuliana Jian dan Melly Jian dengan mengerutkan dahi, dia menghela nafas dengan pelan dan keluar dari rumah. Melly Jian melambaikan tangan pada Odelia Ye dan berteriak dengan kencang: “Sampai jumpa Ibu Odel, besok ajak Melly main lagi ya.”

Mendengar perkataan Melly Jian, Odelia Ye berhenti sebentar dan menjawab dengan suara pelan: “Iya……sampai jumpa Melly……”

Setelah pintu tertutup, Odelia Ye menghela nafas panjang dan memejamkan mata dengan kuat, baru berjalan keluar dari gedung tempat tinggal Yuliana Jian dan Melly Jian.

Yuliana Jian menunduk, melihat Melly Jian dan bertanya sambil tersenyum: “Hari ini Melly senang tidak mainnya?”

Melly Jian mengangguk dan berkata sambil tersenyum: “Senang.”

Lalu Melly Jian menggeleng-geleng kepala dan berkata dengan memonyongkan bibir: “Sebenarnya juga tidak terlalu senang, lebih baik lagi kalau Ibu bisa bersama denganku.”

“Oh iya……” Tiba-tiba Melly Jian terpikir dan berkata dengan senang: “Ibu, hari ini aku bertemu seorang Paman yang sangat tampan, Ibu mau berpacaran dengan dia tidak? Dia sangat kasihan, sudah sakit, tapi tidak ada yang rawat. Kalau Ibu berpacaran dengan dia, dia juga akan sangat bahagia.”

Yuliana Jian tidak tahan dan tertawa: “Melly mau punya Ayah?”

Melly Jian langsung melambai-lambaikan tangan dan berkata dengan sungguh-sungguh: “Melly tidak mau Ayah, Melly punya Ibu sudah cukup. Hanyalah Paman itu kasihan sekali. Melly pikir, Ibu bisa bantu dia, dia juga bisa menjaga Ibu, sekalian……”

“Sekalian……” Melly Jian mengecilkan suara dan berkata: “Sekalian biar Melly punya seorang Ayah.”

Yuliana Jian mengelus kepala Melly Jian dan berkata sambil tersenyum: “Oke, baiklah, kalau orang itu membuat Melly merasa dia bisa menjadi ayahnya Melly, Ibu bersedia pergi bertemu dengannya. Kalau Ibu suka dia, mungkin benaran bisa berpacaran, biar dia bisa menjadi ayah Melly dengan resmi.”

“Benaran?” Melly Jian menutup mulut, melotot dan berkata dengan terkejut: “Ibu, ibu yang lain tidak menuruti perkataan anak kecil semua, kamu kenapa begitu menuruti perkataan Melly?”

“Karena mencarikan Ayah untuk Melly, pendapat Melly sangat penting, kalau adalah orang yang Melly suka, tentu saja Ibu akan pertimbangkan.” kata Yuliana Jian sambil tersenyum.

Melly Jian berkata dengan gembira: “Ibu, Ibu, Paman ini sungguh sangat baik, dia setinggi……itu……”

Melly Jian berjinjit dan mengangkat tangan, mencoba menunjukkan tinggi badan pria itu, tapi dia mendapati dirinya masih terlalu pendek. Melly Jian langsung membuka sepatu, naik ke atas kursi dan melompat ke atas meja, dia berjinjit, mengangkat tangan dengan tinggi dan berkata: “Lebih tinggi dari tangan Melly.”

Yuliana Jian menjaga keamanan Melly Jian dengan dua tangan dan berkata sambil tersenyum: “Kelihatannya sungguh adalah seorang pria tinggi ya……”

Melly Jian mengangguk dan berkata dengan sungguh-sungguh: “Lebih tinggi dari semua Ayah yang pernah Melly temui, suara bicara dia juga bagus, suaranya lebih bagus dari semua Ayah yang pernah Melly temui. Tapi dia juga punya anak, tapi Melly sudah bilang tidak akan berebut dengan anaknya.”

Yuliana Jian mendengar Melly Jian bilang pria itu juga sudah punya anak, dia langsung menebak orang itu pasti sudah menikah. Tapi Yuliana Jian masih mengangguk sambil tersenyum dan berkata: “Kelihatannya Melly benaran sangat suka dia ya, tapi lain kali kalau bertemu orang seperti ini, walaupun Melly sangat suka, kamu tidak boleh mengobrol berdua saja, kamu harus panggil Ibu, biarkan Ibu mengobrol dengan dia. Kalau Ibu tidak ada di sisi kamu, kamu harus cari Paman polisi untuk menemani kamu. Bagaimana kalau dia adalah orang jahat? Kalau membawa Melly pergi bagaimana dong? Sudah mengerti belum?”

“Iya, Melly sudah mengerti.” Setelah menjawab dengan suara kecil, dia berkata lagi dengan suara kecil sambil tersenyum: “Tapi paman itu benaran sangat baik……”

Yuliana Jian berkata sambil tersenyum: “Ibu sudah tahu.”

Setelahnya Melly Jian sungguh menganggap hal ini sebagai hal besar, hari kedua dia langsung menarik tangan Yuliana Jian dan pergi ke sudut taman kemarin dia bertemu dengan Wirianto Leng. Melly Jian menunjuk tempat ini dan berkata sambil tersenyum: “Di sini, Melly melihat Paman……Paman itu di sini……”

Setelah berkata, Melly balik badan dan membuka belukar, lalu memanggil dengan suara pelan: “Paman……aku sudah bawa Ibu datang……”

Melihat Melly Jian seperti ini, Yuliana Jian tidak tahan dan tertawa. Walaupun kadang-kadang pikiran Melly Jian terlihat sedikit tumbuh dewasa lebih awal, tapi kadang-kadang masih ada sikap kekanak-kanakan anak kecil. Yuliana Jian berkata sambil tersenyum: “Kemungkinan Paman tidak akan datang hari ini……Melly tidak melakukan janji dengannya ya……”

Melihat Melly Jian memonyongkan bibir dan mengangguk. Yuliana Jian lanjut bertanya sambil tersenyum: “Melly belum punya nomor telepon atau alamat tempat tinggal dia ya?”

Melly Jian menunduk dan berkata dengan suara kecil tersedu-sedu: “Dia sudah tidak……tidak bisa menjadi ayahnya Melly ya?”

Yuliana Jian berjongkok di samping Melly Jian, mengusap air mata Melly Jian dan berkata dengan suara pelan: “Melly, kalau lain kali bertemu orang yang penting, pasti harus minta informasi kontaknya, namanya, dan nomor teleponnya. Kalau terlewatkan, benaran tidak bisa ketemu lagi.”

“Mungkin……mungkin belum sampai waktunya. Ibu……kita tunggu sebentar lagi, baik tidak? Kemarin dia bertemu aku saat lebih siang sedikit.” Melly Jian memohon dengan suara pelan sambil menangis.

Yuliana Jian mengangguk dan berkata sambil tersenyum: “Oke, Ibu temani Melly menunggu. Bagaimanapun juga, Melly juga demi Ibu kan. Melly berharap ada orang yang menjaga Ibu, makanya datang mencari Paman ini.”

Melly Jian mengecap bibir dan menunggu, dia duduk di atas kursi dan menunggu dengan diam. Setelah menunggu sangat lama, Melly Jian dan Yuliana Jian tidak melihat ada bayangan orang. Akhirnya Melly Jian menangis kencang: “Dia tidak akan datang……tidak akan datang……”

Melly Jian sambil menangis, sambil menoleh ke Yuliana Jian dan berkata: “Ibu, dia tidak akan datang, aku membuat Ibu sia-sia menunggu begitu lama.”

Yuliana Jian mengusap air mata Melly Jian sambil tersenyum dan berkata: “Kok sia-sia menunggu? Kamu angkat kepala dan lihat, langit biru ini cantik sekali kan? Awan putih ini cantik sekali kan? Iya kan?”

Melly Jian sambil menangis, sambil mendongak dan melihat awan putih yang melayang di langit biru, lalu berkata: “Cantik……”

“Kita tidak mendapat kedatangan orang yang ditunggu Melly, tapi melihat langit biru dan awan putih yang begitu cantik, sangat beruntung kok.” Yuliana Jian berkata sambil tersenyum: “Kalau orang itu datang, mungkin Ibu tidak sempat memperhatikan langit biru dan awan putih yang begitu cantik. Jadi Ibu sangat senang orang itu tidak datang, kalau begitu Ibu baru bisa melihat langit biru dan awan putih bersama Melly. Aaahh……udaranya juga sangat enak diendus.”

Melly Jian mendongak dan melihat awan putih, tiba-tiba dia menunjuk sebuah awan dan tertawa: “Ibu, awan itu kelihatannya seperti babi kecil.”

Sudut mata Melly Jian masih ada air mata, tapi dia tertawa dengan sangat senang. Yuliana Jian mengangguk dan berkata dengan sungguh-sungguh: “Iya, malah mirip dengan babi putih kecil yang dibuat dari gula kapas.”

“Iya, sangat lucu.” Melly Jian berkata sambil tersenyum: “Melly paling suka dengan babi kecil, suka babi semur merah, suka iga babi, suka telinga babi, juga suka kaki babi……”

Berkata sampai di sini, Melly Jian tidak tahan menelan air liur dengan kuat, menoleh ke Yuliana Jian dan berkata dengan suara kecil: “Ibu, Melly mau makan kaki babi saus kecap.”

Yuliana Jian mengangguk sambil tersenyum: “Oke, Ibu gendong Melly pergi beli kaki babi.”

Setelah Yuliana Jian selesai berkata, dia langsung berjongkok di depan Melly Jian. Setelah Melly Jian naik ke punggung Yuliana Jian, Yuliana Jian langsung menggedong Melly Jian. Melly Jian digendong di punggung Yuliana Jian dan berkata dengan suara kecil: “Ibu, tadi Melly berbohong, sebenarnya Melly juga berharap Paman itu jadi ayahnya Melly, bukan sekalian……”

“Iya……” Yuliana Jian mengerutkan dahi, dia berkata seperti berjanji dengan suara pelan: “Ibu tahu kok.”

Setelah Yuliana Jian membawa Melly Jian pulang ke rumah, Melly Jian sudah tertidur. Yuliana Jian juga sudah sedikit merasa lelah, dia memeluk Melly Jian dan tertidur. Sampai tengah malam, tiba-tiba Yuliana Jian merasa tubuh Melly Jian menjadi panas, dia langsung bangun dan memegang dahi Melly Jian, ternyata benar sangat panas.

Pipi Melly Jian sangat merah, dia juga memanggil dengan tidak jelas: “Ayah……”

Yuliana Jian mengukur suhu tubuh Melly Jian dan mendapati suhu tubuhnya terlalu tinggi. Yuliana Jian langsung menggendong Melly Jian dan memakaikannya baju. Lalu Yuliana Jian mengambil KTP dan dompet, menyandang sebuah baju dan selimut tipis, dia langsung menggendong Melly Jian turun ke lantai bawah. Setelah masuk ke taksi, Yuliana Jian berkata dengan tenang: “Pak, mohon Anda bawa kami ke rumah sakit pediatri terdekat.”

Lalu Yuliana Jian menggendong Melly Jian dan memakaikannya selimut tipis. Supir sambil menyetir, sambil melihat sekilas Yuliana Jian dari kaca, dia mengerutkan dahi dan bertanya: “Anak Anda sakit ya?”

Yuliana Jian mengangguk: “Mungkin karena hari ini duduk terlalu lama di taman, jadi masuk angin.”

Supir tidak tahan dan berkata: “Anda tenang sekali, penumpang yang pernah aku bawa juga ada yang anaknya sakit, semuanya sangat panik. Anak anda ini punya orang lain ya?”

“Anak kandungku, anak perempuanku.” Yuliana Jian mengangkat tangan dan mengelus kepala Melly Jian dengan pelan.

Supir langsung berkata: “Oh, maaf ya, maaf……tapi Anda tenang sekali ini.”

“Tidak apa-apa.” Yuliana Jian menggeleng-geleng kepala dan berkata dengan suara rendah. Yuliana Jian tahu dia yang sekarang sangat tenang sampai tidak mirip seperti seorang Ibu yang anaknya sakit, tapi mungkin karena hal yang pernah dialami Yuliana Jian terlalu banyak, membuat dia tidak bisa panik saat bertemu dengan hal seperti anaknya jatuh sakit.

Mungkin ketenangan seperti ini bagi orang lain adalah kedinginan, tapi hanya Yuliana Jian yang tahu, dia telah mengalami berapa banyak hal, baru terlatih menjadi ketenangan yang sekarang.

Novel Terkait

Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
4 tahun yang lalu
Loving The Pain

Loving The Pain

Amarda
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu