Cinta Seorang CEO Arogan - Bab 101 Aku Masih Sahabatmu

Perawat itu dengan cepat menjawab: “Aku tidak berani berbohong kepada Nona Yuli, Ada apa ya? Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah?"

Yuliana Jian mengerutkan kening, menggelengkan kepalanya dan berkata dengan panik: “Tidak, kamu tidak mengatakan sesuatu yang salah, aku sangat berterima kasih banyak padamu.”

Yuliana Jian mengenggam erat kedua tangannya dengan gugup, kemudian dia mengulang lagi dengan suara rendah: “Aku ... aku sangat berterima kasih padamu.”

“Nona Yuli, ada apa denganmu?” Perawat itu bertanya dengan lembut.

Yuliana Jian berkata dengan lembut: “Tidak apa-apa, hanya sedikit lelah.”

“Kalau begitu Nona Yuli istirahat dengan yang baik ya, aku akan menutup telepon dulu. Sesampainya aku di luar negri, aku akan memberikan nomor baruku untukmu, jika ada yang ingin kamu tanyakan, kamu bisa langsung menghubungiku, selama aku tahu, aku akan memberitahumu dengan jelas.” Perawatnya berkata dengan tulus.

Yuliana Jian mengerutkan kening dan mengangguk ketika dia mendengar kata-kata perawat: “Terima Kasih telah merepotkanmu.”

Mendengar bahwa perawat tersebut sudah mematikan teleponnya, Yuliana Jian memegang telepon dan mengerutkan keningnya lalu duduk membengong di atas tempat tidurnya. Sampai seorang pelayan mengetuk pintu dan berteriak pelan di luar pintu: "Nyonya Muda, Nona He datang untuk melihatmu."

Yuliana Jian mengerutkan kening untuk sementara waktu, dia baru menyadari bahwa Nona mana yang dimaksud oleh pelayan tersebut. Seharusnya itu Peggy He, yang mengaku bahwa dia adalah sahabatnya Yuliana Jian.. Yuliana Jian kesal sekarang dan sama sekali tidak ingin berbicara dengan Peggy He, dia mengerutkan kening dan berkata dengan suara pelan: “Katakan padanya, aku tidak ingin......”

“Kamu tidak ingin menjumpaiku ya?” Suara Peggy He tiba-tiba muncul di luar pintu sambil berteriak keras: “Yuliana Jian, kamu sudah jadian dengan Kak Wirianto yang ku cintai, aku belum memutuskan hubungan kita berdua, kamu malah mengabaikanku seperti ini. Mengapa kamu begitu kelewatan!”

Setelah Yuliana Jian mendengar kata-kata Peggy He, dia mau tidak mau juga harus berdiri, berjalan sampai ke pintu dan membuka pintunya. Melihat Peggy He berdiri di luar pintu, Yuliana Jian menoleh ke pelayan dan bertanya: “Ada apa ini?”

Sesuai aturan Keluarga Leng, bagaimana Peggy He bisa berlari ke atas sampai ke pintu kamarnya dan Wirianto Leng tanpa izin?

Gadis pelayan dengan sopan dan suaranya yang berat menjawab: “Tuan muda kedua yang meminta Aku untuk membawa Nona He ke atas."

August Leng ini!

Yuliana Jian mengerutkan kening dan mengutuk August Leng di dalam hatinya. Kemudian Yuliana Jian menoleh untuk melihat Peggy He: “Maaf, Nona He, aku benar-benar tidak punya mood untuk bersosialisasi denganmu sekarang, aku merasa lelah saat ini ..."

“Huh, aku tidak perlu kamu bersosialisasi denganku, aku akan melayani diriku sendiri.” Peggy He berkata sambil berjalan masuk ke dalam kamarnya.

Peggy He berjalan ke dalam kamar, melihat tempat tidur besar di kamarnya lalu mulai iri: “Aku telah mendengar bahwa Kamu dan Kak Wirianto pergi bermain selama beberapa hari. Aku tidak menyangka bahwa aku menganggapmu sebagai sahabatku sendiri tetapi kamu malah mengambil kesempatan untuk merebut pria yang ku cintai, kamu benar-benar kelewatan.”

Yuliana Jian mengerutkan kening menatap Peggy He dan berkata dengan dingin: “Nona He, sepertinya ada sedikit kesalahpahaman, aku tidak pernah menjadi sahabatmu. Wirianto Leng juga bukan direbut olehku, dia memang bukan milik siapapun.”

“Jelas-jelas Kamu yang salah, Kamu malah kasarin aku!" Peggy Dia mendengus dan berteriak: "Aku datang ke sini karena menghargai persahabatan di antara kita, tidak kusangka Kamu begitu kejam!"

"Nona He, aku berterima kasih atas penghargaanmu, namun kita benar-benar tidak cocok untuk menjadi teman. Jika Nona He merasa aku telah bersikap tidak sopan, aku juga tidak tahu harus bagaimana. Aku masih memiliki banyak hal lain yang harus diurusin dan tidak memiliki waktu untuk bermain sahabat-sahabatan denganmu.” Yuliana Jian menjawab dengan mengerutkan kening.

Peggy He mengerutkan bibirnya dan berkata dengan mata merah: “Yuliana Jian, apakah kamu tahu seberapa kelewatan dirimu! Mengenai berita kamu dan Kak Wirianto menginap satu malam di luar, aku sudah mengetahuinya dan bermaksud tidak memedulikannya. Karena setiap wanita yang merebut Kak Wirianto dari tanganku, itu berarti musuhku. Tetapi kemudian Aku mendengar berita bahwa ayah Kamu diculik dan kemudian menghilang, aku tetap tidak bisa menahan diri ingin membantumu menemukannya. Tidak bermaksud apa, aku hanya berpikir bahwa kamu adalah sahabat pertamaku. Disaat semua orang membenciku, kamu malah membantuku. Saat ayahmu hilang, aku tidak bisa hanya duduk diam saja meskipun saat itu kita sudah tidak saling berhubungan. Aku mendengar bahwa tempat ayahmu hilang sering dikunjungi oleh sekelompok orang yang memiliki hobi untuk potret burung, aku masih berpikir bahwa mereka mungkin saja pernah bertemu dengan ayahmu, lalu dengan memakai sepatu hak tinggi aku langsung pergi mengunjungi klub fotografi mereka. Sekarang Aku mendengar bahwa Kamu kembali, meskipun aku merasa kesal dengan berita kamu berpergian dengan Kak Wirianto, tetapi Aku masih khawatir tentang kamu, lalu sengaja datang mengunjungimu, tetapi Kamu masih memperlakukan Aku seperti ini! Bahkan mengabaikan aku!”

Peggy He selesai berbicara kemudian mulai menangis. Yuliana Jian melihat Peggy He yang menangis tersedu-sedu itu, tiba-tiba muncul rasa iri dari dalam hatinya terhadap Peggy He, dia iri melihat Peggy He yang belum melewati angin dan badai kehidupan, meskipun terkadang dirinya sangat dibenci orang lain, tetapi hanya karena diabaikan “Sahabat” saja dia bisa menangis tersedu-sedu seperti itu, bagi Yuliana Jian, itu merupakan kesederhanaan yang langka.

“Maaf.” Yuliana Jian meminta maaf dengan lembut padanya: “Aku tidak menyangka kamu melakukan begitu banyak hal kepadaku, aku kira kamu datang untuk membalas dendam karena aku dan Wirianto Leng sudah jadian.”

“Ya, memang untuk balas dendam.” Peggy He menangis sambil menyeka air matanya, kemudian sambil menangis sambil berkata: “Tapi aku memang datang untuk melihatmu, tapi bukan berarti aku sudah menyetujui hubungan kamu dan juga Kak Wirianto. Kamu dan Kak Wirianto belum menjalani resepsi pernikahan, belum mengumunkan hubungan kalian di surat kabar, jadi kalian belum dihitung sudah resmi menikah.”

Yuliana Jian mengambil handuk dari kamar mandi dan menyerahkannya kepada Peggy He: “Nyeka air matamu.”

Peggy He menatap handuknya dan segera menyipitkan, dia bertanya dengan mencengangkan: “Apakah ini handuk Kak Wirianto?”

“Tidak, ini handuk baru.” Bagaimana mungkin Yuliana Jian memberikan handuk pribadinya dan Wirianto Leng kepada Peggy He?

Peggy He segera menundukkan kepalanya dan menarik handuk di tangan Yuliana Jian tanpa daya, berkata dengan cemberut: “Kamu telah miliki Kak Wirianto sepenuhnya, sekarang bahkan handuknya pun tidak dipinjamkan untuk sahabatnya sendiri, dasar pelit.”

Yuliana Jian memandang Peggy He dengan tak berdaya dan berkata dengan pelan: “Hubungan antara sahabat perempuan, hanya pria sendiri yang tidak bisa saling berbagi.”

Peggy He menatap Yuliana Jian: “Berarti kamu sudah menganggap aku sebagai sahabatmu ya?”

Yuliana Jian tidak tahu harus menjawab apa, pengalaman dan pandangan keduanya sangat berbeda jauh. Sekarang bagi Yuliana Jian, Peggy He seperti seorang gadis kecil yang sedang ribut untuk merebut mainan yang bukan miliknya. Yuliana Jian sulit menganggap orang seperti itu sebagai teman, apalagi menjadikanya sebagai “sahabat”.

Dan setelah melewati pengkhianatan Silvia Cheng dan Michael Chu, Yuliana Jian agak trauma dengan kata “sahabat”.

Melihat Yuliana Jian tidak menjawab pertanyaannya, Peggy He menangis lagi, dia mengeluarkan banyak foto dari dompetnya dan menangis: “Apakah kamu tidak percaya bahwa aku telah pergi mencari ayahmu? Aku benar-benar melakukannya, ini adalah foto-foto yang Aku dapatkan dari klub fotografi. Sekelompok orang tua itu setiap hari menyembunyikan diri di gunung untuk memotret burung, foto-foto tak berarti ini dianggap harta karun bagi mereka, aku menghabiskan uangku untuk membeli foto-fotonya. Namun setelah membeli fotonya, aku mendengar kabar bahwa ayahmu telah...... Sebenarnya aku tidak hanya membeli foto, aku menelusuri sepanjang jalan untuk mencarinya. Aku tidak tahu seperti apa bentuk wajah ayahmu, aku sengaja menelusuri foto ayahmu di internet dan mencetaknya keluar.....”

Yuliana Jian menunduk untuk melihat foto yang dikeluarkan oleh Peggy He, kemudian dia menggelengkan kepalanya sambil tersenyum: “Aku bukan tidak percaya, aku hanya takut bahwa aku tidak mampu menjadi “Sahabat” yang baik yang kamu maksud.”

“Kamu pasti bisa, Ibuku mendengar bahwa kamu membantuku hari itu dan dia menyuruhku untuk lebih sering menghubungimu kedepannya. Dia selalu berkata bahwa aku terlalu ceroboh dan selalu tidak tahu bahwa aku sedang dalam bahaya, dia menyuruhku untuk belajar lebih baik darimu, agar bisa bertarung dengan kakakku. Kamu tidak tahu seberapa kelewatan kakakku, dia adalah anak haram ayahku di luar dan selalu menggunakan kekuatan ayahku, hanya karena ayahku sangat percaya pada kemampuannya, dia berani menggertakku dan selalu menindasku. Jelas-jelas aku tidak melakukan apapun, tetapi dia selalu mengeluh keburukanku di depan ayahku.....”Peggy He mulai mengeluh tentang keluhan keluarganya.

Keluhan dari keluarga orang kaya selalu tidak jauh berbeda, selalu karena persaingan antara saudara, perhitungan antara suami dan istri dan termasuk juga perebutan jabatan antara anak sah ataupun anak haram. Dan sepertinya Peggy He sendiri yang kurang cakap, sehingga anak perempuan haram itu bisa mendapatkan kepercayaan dari ayahnya.

“Ayahmu tidak memercayaimu karena kamu masih kurang cakap. Dia hanya memiliki dua anak perempuan, kamu dan kakakmu, tentu saja jika harus memilih seseorang untuk menjadi pewarisnya. Entah itu berdasarkan perasaan dirinya sendiri atau untuk pengembangan bisnis keluarga, Ayahmu akan lebih berpihak pada kakakmu.”

Yuliana Jian melihat foto yang diberikan Peggy He sambil berkata: “Bahkan jika ayahmu tahu bahwa kakakmu yang mencelakaimu, dia juga tidak akan membela dirimu.”

Meskipun Peggy He mengeluh bahwa foto-foto ini sama sekali tidak berguna, tetapi setelah diamati dengan baik, teknik komposisi maupun sudut pengambilan fotonya bisa juga dikatakan sebagai hasil karya fotografi yang bagus. Lebih penting lagi, foto-foto ini terkait dengan ayahnya, Yuliana Jian ingin melihatnya lagi dengan seksama.

Peggy He mengerutkan kening dan menangis: “Jadi aku harus bagaimana? Ibu dan Ayahku semua mulai dari nol, namun sekarang nenek dan kakek dari keluarga Ibuku sudah tidak berjaya lagi dan sekarang Ayahku lebih berpihak ke kakakku, apakah aku harus melihat semua harta keluargaku diserahkan kepada kakakku yang tidak jelas identitasnya? Ibuku sangat berharap aku berebut dengan kakakku, tetapi jika aku merebut dengannya, dia pasti akan mencelakaiku terlebih dahulu dan membuat Ayahku semakin membenci diriku. Saat ini harapanku untuk terus menjalani hidupku hanya satu yaitu mencintai Kak Wirianto, jika bukan karena ini aku merasa hidup ini sudah tidak berarti lagi bagiku.”

“Sebaiknya kamu mengambil kekuatan mengejar Wirianto Leng untuk pergi memahami situasi internal perusahaan. Sebuah perusahaan besar itu bukan berdiri sendiri, karena ayahmu telah sepenuhnya tidak mempedulikanmu, maka kamu harus bekerja sama dengan orang lain, seharusnya paman atau bibi kamu ada yang merasa tidak puas dengan kakakmu. Bergabunglah dengan mereka dengan baik, kemudian ayahmu akan melihat kemampuanmu. Jika kemampuan kerjamu tidak bagus, kamu masih ingin memenangkan properti keluarga, kamu juga dapat memilih untuk menikah dengan bisnis partner keluargamu untuk membantumu, pilihlah seorang pria yang dapat membantu Kamu keluar dari kesulitan itu.” Yuliana Jian selesai berbicara dan tiba-tiba menatap sebuah foto.

Melihat sudut kecil dalam foto itu, Yuliana Jian segera berdiri dan berjalan ke bawah sinar matahari. Di bawah sinar matahari yang menyilaukan, Yuliana Jian perlahan-lahan mengamati gambar apa yang ada di sudut kecil itu dan tiba-tiba hawa dingin menusuk tulang dan langsung menyebar di seluruh tubuh Yuliana Jian.

Novel Terkait

Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu