Cinta Seorang CEO Arogan - Bab 49 Dia adalah milikku

Saat Yuliana membuka matanya, Wirianto baru saja bangun dan berdiri, jarang sekali Yuliana dan Wirianto bangun bersamaan. Meskipun tidak bangun pada waktu bersamaan, namun Yuliana tahu Wirianto setiap bangun pagi pasti akan pergi lari pagi, Yuliana mengucek-ucek matanya dan berdiri. Meskipun tubuhnya masih belum pulih, namun pagi-pagi pergi berjalan satu putaran harusnya tidak ada masalah.

Yuliana merasa karena sudah tidak memiliki anak, maka harus kembali pada kondisi hidup normal, sekarang ini cocok untuk sedikit olahraga ringan yang juga bisa membantu pemulihan dirinya. Segala sesuatu di masa lalu mestinya jangan dilupakan, namun selamanya akan terlarut dalam kesedihan masa lalu, dengan begitu manusia sama sekali tidak mampu untuk bertahan hidup. Apalagi Yuliana bukanlah orang yang mempunyai hak karena sedih maka tidak perlu melakukan sesuatu, Michael masih hidup dengan bebas tanpa beban, kondisi kesehatan ayahnya masih belum pulih, dia punya hak apa untuk terus tenggelam dalam kesedihannya?

Melihat Yuliana yang juga ikut bangun, Wirianto mengerling ke arahnya, dengan suara dingin berkata : “Buat apa bangun sepagi ini?”

Yuliana berjalan ke arah kamar mandi, sambil menjawab : “Aku juga ingin pergi olahraga.”

“Kondisi tubuh kamu saat ini?” tanya Wirianto dengan alis terangkat dan menatap Yuliana.

Sambil tersenyum Yuliana berkata : “Tidak apa-apa dengan kondisi tubuhku, tidak masalah dengan olahraga yang sesuai.”

Selesai bicara Yuliana bergegas ke kamar mandi dan ganti baju, awalnya Yuliana mengira saat dia keluar nanti, Wirianto yang sudah ganti baju pasti sudah pergi dulu, namun tidak disangka Wirianto sedang mengikat tali sepatu di depan pintu kamar.

Pada saat Yuliana pergi ganti baju, dia melihat Wirianto sudah selesai ganti baju dan memakai sepatu olahraga, mengapa sekarang masih sedang mengikat tali sepatu. Apa mungkin sedang menunggu dirinya?

Berpikir seperti ini membuat Yuliana mengernyitkan dahi, segera menggelengkan kepala, mengingatkan dirinya untuk tidak lanjut berpikir seperti itu, jangan mendatangkan khayalan sedikit pun. Kondisinya sekarang sudah sangat kacau, cemburu pada wanita di samping Wirianto, menyandarkan diri pada Wirianto saat tidur. Jika sekali lagi membuat dia merasakan Wirianto sedikit baik pada dirinya, Yuliana benar-benar takut dirinya akan membelit Wirianto.

Secara akal sehat, Wirianto sama sekali tidak cocok dengan dia. Dulu dia tidak memahami Wirianto, mengira keluarga Leng hanyalah pertarungan biasa keluarga kaya, namun sekarang dia baru tahu pertarungan keluarga Leng begitu kejam. Yuliana tidak ingin menghabiskan sisa hidupnya dalam pertarungan keluarga, juga tidak ingin anggota keluarganya sendiri karena perasaan dia yang sesaat terlibat dalam isu keluarga Leng yang begitu berbahaya.

Yuliana berusaha menekan keadaan yang tidak nyata pada dirinya, saat berjalan ke samping Wirianto, baru dengan senyum bertanya : “Mau pergi bersama?”

“Kamu sudah selesai ganti baju, aku bisa apa?” tanya Wirianto datar.

Selesai bicara Wirianto dan Yuliana turun ke bawah bersama, sinar matahari pagi terasa sedikit sejuk. Kalau waktu musim dingin, sinar matahari saat ini akan terasa sedikit dingin dan sejuk. Namun karena saat ini adalah musim panas, sinar matahari yang sejuk sebaliknya membuat orang merasa segar.

Yuliana menarik napas, lalu mengeluarkannya, kemudian Yuliana merasa pengalaman buruk yang dulu dan rasa tidak rela, rasa benci di dalam hati semua meninggalkan dirinya.

“Lewat sini.” Ujar Wirianto pada Yuliana.

Yuliana segera mengikuti Wirianto dari belakang hingga sampai ke pojok pertama taman, sebelumnya Yuliana sama sekali tidak pernah berjalan di sekeliling taman kediaman Leng. Saat Wirianto membawa Yuliana datang ke pojok taman ini, Yuliana baru sadar ternyata kediaman Leng di sini tersembunyi sebuah lapangan olahraga yang besar. Sebuah lintasan berbentuk cincin, di tengah masih ada lapangan tenis, ukuran yang sama dengan yang ada di lapangan sekolah menengah.

Di sini selain beberapa pekerja yang sedang memangkas rumput, tidak ada orang lain sama sekali, kelihatannya sunyi senyap.

Yuliana membelalakkan matanya : “Ini mewah sekali.”

Yuliana mengira kalau berlari, cuma di sekitar taman kediaman Leng dan sembarang cari tempat di mana saja untuk berlari dan menggerakkan badan, sama sekali tidak menyangka kediaman Leng malah ada lapangan khusus untuk olahraga di luar ruangan.

“Ada apa?” tanya Wirianto dingin sambil menatap Yuliana.

Yuliana menarik napas, perlahan menggelengkan kepala, dengan suara rendah berkata : “Orang kaya memang orang kaya, saat aku membayangkan sesuatu hal aku selalu menggunakan pola konvesional, dan akan selalu menggunakan kesempatan itu untuk membuat aku terkejut, untuk memberitahu aku yang berpandangan sempit, yang begitu kampungan.”

“Kalau begitu, kampungan cepat lakukan pemanasan.” Sudut bibir Wirianto terangkat sedikit, namun suaranya tetap dingin.

Yuliana pelan-pelan menyelesaikan pemanasan, menunggu dia selesai, Wirianto sudah mulai berlari. Ketika Yuliana berlari kecil setengah putaran, Wirianto sudah selesai berlari dua putaran, saat melewati Yuliana, dengan tangan dia menepuk ringan kepalanya.

Yuliana mengangkat tangan dan menutupi kepalanya, tidak tahan dan berteriak keras pada Wirianto : “Hei hei, CEO Leng, ini adalah kepalaku, bukan pedometer.”

“Hubungan kamu dan kakak semakin baik.” Suara August tiba-tiba muncul di samping Yuliana.

Sambil berlari Yuliana sembari menoleh dan melihat August, berkata : “Mengapa selalu ada kamu?”

“Ini adalah tempat keluarga Leng, aku bermarga Leng, aku berlari di sini sudah dua puluh tahunan. Kamu orang luar yang muncul mendadak, malah berani menggerutu padaku?” kata August sambil berpaling melihat ke arah Wirianto.

Tepat saat Wirianto berhenti tiba-tiba, juga melihat ke arahnya. August tersenyum, mengangkat tangan seperti Wirianto dan menepuk ringan kepala Yuliana, sambil berkata : “Kamu terus terang saja, hari ini kamu khusus ikut kakak datang untuk berlari, agar bertemu denganku kan? Apakah kamu dari awal sudah tahu aku dan kakak akan berlari bersama.”

Yuliana menepis tangan August : “Kalau tahu kamu ada di sini, aku tidak akan datang.”

“Eh, jangan belajar seperti kakak, berubah menjadi begitu dingin……” August mengangkat tangan dan menangkap pergelangan tangan Yuliana.

Namun August baru menyentuh pergelangan tangan Yuliana, tangan August ditekan oleh tangan lain. Wirianto yang berlari mendekat dengan cepat masih terengah-engah napasnya, tangannya menekan pergelangan tangan August, satu tangannya lagi menarik Yuliana ke belakang dirinya, dengan alis mengkerut menatap August : “Paling baik kamu jangan lupa dengan peringatan aku.”

“Aku tidak lupa, namun juga apa boleh buat. Perasaan itu tidak bisa dikendalikan……” kata August, memiringkan kepala sambil matanya melihat Yuliana yang tertutup oleh Wirianto di belakangnya, dia lanjut berkata : “Aku memang menyukai Yuliana, apa boleh buat. Kakak, lagian Leny sudah kembali, kamu bersama dia saja. Kemudian Yuliana wanita yang galak ini, berikan padaku. Pembagian seperti ini, bukankah sangat bagus?”

“Milikku, masih tidak perlu kamu yang bagi.” Tatap Wirianto pada August dengan mata menyipit.

Milikku?

Yuliana mendengar Wirianto berkata seperti itu, hatinya berdebar, merasa apakah dia sudah dianggap menjadi milik Wirianto? Namun dia pikir kembali, Wirianto tidak mengatakan dengan jelas, sebenarnya dia yang milik Wirianto atau Leny adalah miliknya. Rasa senang yang diam-diam tidak bisa dikendalikan olehnya, segera berpencar dan menghilang.

Mendengar kata-kata Wirianto, August tertawa : “Kalau begitu tunggu hari di mana kamu punya kemampuan untuk mengusirku dari keluarga Leng.”

“Tenang saja, tidak akan membuatmu kecewa, akan tiba hari itu untukmu.” Ujar Wirianto dengan nada dingin sambil menatap August.

Selesai bicara, Wirianto menoleh dan melihat Yuliana, lalu berkata : “Akan kutemani kamu jalan pelan-pelan.”

Yuliana melirik ke August : “Atau tidak pulang saja.”

“Tidak seharusnya kita yang mengalah.” Selesai bicara, Wirianto memegang tangan Yuliana dan perlahan berjalan ke depan.

Namun August tidak pergi, malah berjalan berdampingan dengan mereka. Hanya saja August tidak lanjut bicara, hanya dengan sudut mata mengamati Wirianto dan Yuliana, dan pandangannya tertuju lama pada tangan Wirianto dan Yuliana yang saling bergandengan, baru pelan-pelan beralih.

Yuliana tidak begitu tahu perasaan Wirianto dan August sekarang, sekarang dia merasa sedikit canggung. Lanjut berlari dua putaran, Yuliana berkata pada Wirianto : “Aku sudah capek, aku pulang dulu.”

“Kita pulang bersama.” Kata Wirianto rendah.

Yuliana mengangguk, dan bersama Wirianto berjalan keluar dari lapangan. August dari belakang melihat bayangan punggung Wirianto dan Yuliana, tidak mengikuti mereka. Yuliana yang sudah hampir sampai di kediaman Leng, dia baru sadar Wirianto masih menggandeng tangannya. Dia mengernyitkan dahi, dia tidak tahu apakah Wirianto lupa untuk melepaskan tangan, atau memang tidak ingin melepasnya.

Namun tidak peduli alasannya apa, Yuliana pura-pura tidak menyadarinya. Karena digandeng oleh tangan Wirianto terasa sangat nyaman, telapak tangan yang besar, tapak tangan yang agak adem, kira-kira mungkin karena dia terbaring nyenyak di ranjang selama setahun, tangannya tidak seperti tangan pria lain yang kasar, ketika disentuh terasa seperti biji catur ancient go yang halus.

Yuliana tahu waktunya untuk di samping Wirianto tidak akan lama, dia tidak tahan untuk membiarkan sedikit hati egoisnya agar dia bisa menggandeng tangan Wirianto lebih lama lagi.

“Aku lupa melepaskan tanganmu, ternyata kamu sudah menyadarinya, mengapa masih menggandeng tanganku dan tidak lepas?” Tiba-tiba Wirianto menoleh, dengan alis mengkerut menatap Yuliana, dan dia langsung melepas tangan Wirianto.

Wajah Yuliana menjadi merah, menyesap bibirnya, dengan suara kecil berkata : “Aku, aku, sebenarnya aku juga tidak sadar.”

Seusai berkata, Yuliana merasa bersalah dan terbatuk sedikit, mengalihkan matanya, buru-buru mengatakan : “Aku masuk dulu.”

Wirianto menatap bayangan punggung Yuliana, tiba-tiba berkata : “Jangan lupa dengan kata-kata yang pernah kukatakan padamu, jangan terlalu berharap padaku, kalau tidak yang sakit hati adalah dirimu sendiri.”

Yuliana berhenti sebentar, perlahan menganggukkan kepala : “Aku tahu.”

Dia tahu, tetapi bahkan kalau sudah tahu, dia juga tidak bisa mengendalikan diri sendiri. Lagipula hanya tersisa waktu dua ratusan hari lagi, selanjutnya mungkin tidak akan bisa ketemu lagi dengan Wirianto, berpikir sampai di sini, Yuliana tidak bisa menahan diri dan melepaskan keinginan dirinya.

Namun, Yuliana merasa yang menyebabkan terjadinya situasi ini juga bukan dia sendiri, bukankah terhadapnya Wirianto selalu merangkul dan juga memegang? Yuliana merasa pria seperti Wirianto ini benar-benar menuntut terlalu berat, jelas-jelas tahu Yuliana punya kesan baik padanya, dan lagi mereka berdua tidur bersama, masih memeluknya, kemudian tidak mengizinkan dirinya menyukai dia, bagaimana mungkin?

Jadi Wirianto benar-benar menganggap dia seperti guling yang tidak punya perasaan?

Novel Terkait

My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
4 tahun yang lalu

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
4 tahun yang lalu

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
5 tahun yang lalu

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu