Istri Direktur Kemarilah - Bab 83 Tidak Kubiarkan Pergi Lagi Dari Sisiku

Sheila merasa tubuhnya seakan-akan hancur, seluruh bagian tubuhnya kehilangan kontrol.

Tubuhnya bagaikan ditindih oleh sebuah gunung yang sangat besar dan berat sekali, bahkan bernapas saja rasanya sesak.

Paru-parunya kekurangan oksigen, dia bernapas dengan susah payah, berusaha bangun dari mimpinya, tapi malah menyadari kalau yang menindih tubuhnya dari atas adalah seorang lelaki.

Lalu tidak tahu sejak kapan kain hitam yang menutupi matanya sudah terlepas, pergelangan tangannya juga sudah tidak diborgol.

Apakah sudah cukup, jadi dia dilepaskan?

Kejadian-kejadian semalam berkecamuk dalam kepalanya, wajahnya pucat pasi, dia tidak berani membangunkan lelaki itu, lalu dia melihat lampu hias bergaya Eropa yang ada di meja, kemudian dia mengambilnya.

Sekuat tenaga dia mengangkat lampu itu, kemudian mengayunkannya tepat ke kepalanya…

Tiba-tiba, lelaki itu membalikkan badan, dan menampilkan wajah aslinya.

Dia…

Sheila terpana, lampu hias itu lepas dari tangannya dan jatuh berdenting ke lantai.

Lelaki itu mengerjapkan mata, sepertinya terbangun.

Sheila tersadar, dan seakan tidak percaya ketika melihat lelaki yang ada di depan matanya : “Denis?”

Apakah ini mimpi?

Benarkah ini Denis?

“Kaget ya? Memangnya kamu pikir siapa?” Denis menekuk bibirnya, senyumannya menusuk.

Kemarin itu, kalau saja itu bukan dia, lalu bagaimana dia berlaku terhadap pria lain itu?

“Ternyata itu kamu!!” Dengan kesal dia memukul pahanya sendiri, rasa sakitnya memberitahu segalanya.

“……”

“Kenapa kamu bisa berada disini!?”

Perasaannya campur aduk, kaget, malu, terkejut semua bercampur jadi satu, terakhir seperti runtuh, awalnya dia berniat memukul lelaki yang ada di depan matanya ini hingga mati, tapi setelah melihat ternyata lelaki itu adalah Denis, dia hanya bisa melongo memandanginya, dan menangis tanpa air mata!

“Bagaimana aku bisa berada disini? Apa-apaan kamu ini?” Dia merangkak bangun, lalu kedua tangannya memegang badan Sheila, matanya melirik lampu meja yang pecah “

“Kamu mau bunuh suamimu? Atau karena akulah yang bersama denganmu semalam, jadi kamu sangat kecewa? Hm?”

“Lepaskan aku!”

“Lepas? Kamu berusaha dengan segala cara untuk pergi dari sisiku, apakah itu semua bertujuan untuk mencoba dengan pria lain? Kamu mau melakukannya dengan lelaki manapun ya?”

Sheila terkejut dan memandangi bibir tipis yang sempurna milik lelaki ini, bahkan sampai sekarang dia masih belum sepenuhnya sadar.

Dia benar-benar mengira semalam dia diperkosa oleh lelaki lain, dia mengira dirinya sudah tidak suci lagi.

Namun ketika melihat lelaki tersebut adalah Denis, yang terjadi selanjutnya adalah kejutan besar dan berkah.

Yang disebut berkah yaitu dirinya tidak kotor, dan semalam itu bukan fantasinya, jadi pada akhirnya dia menerima perlakuan tersebut karena tubuhnya mengenali Denis.

Denis terus mencerca dengan tajam : “Sheila, semalam itu kamu dalam kondisi tidak tahu kalau itu aku, bagaimana bisa kamu lepas kontrol seperti itu?”

Sheila hanya terdiam tak menjawab, apa yang bisa ia katakan?

Apakah dia harus bilang kalau semalam lelaki itu dalam imajinasinya adalah Denis? Makanya dia bisa menyerahkan dirinya semudah itu dan merespon?

Bagaimana dia bisa mengakuinya? Tapi semalam itu tubuhnya merasa nyaman sampai akhirnya bereaksi sendiri menyambut gerakan Denis, perasaan itu masih teringat jelas dalam benaknya.

Sheila menggoyangkan kepalanya : “Tutup mulutmu! Jangan bicara lagi… … “

“Apakah kamu selalu begitu terhadap tiap lelaki, kamu selalu menyodorkan dirimu duluan dan tidak melawan? Seperti kemarin itu?”

Denis semakin mendekat, akhirnya tubuh Denis menindih tubuhnya, samar-samar dia merasakan dia telah berubah … …

“Bukan begitu!”

“Lalu apa?”

“Aku awalnya mau ambil kunci buat buka borgol, bukan seperti yang kamu pikirkan… …”

“Dasar bodoh!” Denis rasanya sudah ingin langsung mencekiknya hingga mati, kalau bukan dia, mungkin sudah dari awal Sheila menjadi mangsa orang lain, akibatnya tak bisa dibayangkan!

“iya, aku memang bodoh!” Sheila mendorongnya : “Pergi sana!”

“Hei, masalah ini belum kita selesaikan, kamu mau pergi kemana?”

Denis tak bergeming, Sheila menatap lelaki itu, wajahnya yang tampan dan sempurna tak kurang suatu apapun, hanya merasa dia seperti seorang suami yang baru saja selesai memperkosa istrinya, diatas kepalanya seperti ada kelebatan warna hijau.

“Apa yang masih belum jelas?”

“Kenapa kamu kabur dari sini?”

Apakah ini yang menjadi perhatiannya?

Kenapa mau kabur?

Kalau tidak kabur, lantas mau menunggu hingga diusir keluar oleh keluarga Salim?

Atau demi menyelamatkan Rinu Sinai lantaran dia bertahan di rumah keluarga Salim, dan mengorbankan dirinya?

Raut wajah Denis terlihat gamang, Sheila mengerutkan alisnya sambil menatap lelaki itu, tidak berkata-kata.

Sikapnya yang diam malah semakin memperjelas tebakan Denis.

Dia melihat sorot mata Sheila yang tiba-tiba berubah menjadi benci : “Apa kamu ingin bercerai?”

Demi bercerai, wanita ini bahkan berani melakukan apapun.

“Bicaralah.” Denis memegang dagu Sheila, memaksa dia menatapnya.

Dia dipaksa menatap mata Denis, membuat Sheila sekejap merasa ragu, dia tidak tahu kenapa bisa merasa ragu, atau karena tidak ingin membuat singa ini menunjukkan kemarahannya yang menggelegar bagaikan petir.

Atau karena dia semalam telah menyelamatkannya?

Tapi dipikir lagi kalau Denis menginginkan anak darinya hanya karena Rinu Sinai, sorot matanya terlihat dingin, dan bibirnya tertarik membentuk senyuman sinis, dia berkata : “Ya, bukankah tuan muda seharusnya sudah tau dari awal?”

Sorot mata Denis makin menggelap, tangan yang memegang dagu Sheila tak terasa tenaganya bertambah kuat, dia sudah berkali-kali ingin mencekik wanita ini, tapi dia tidak rela…

Tapi jelas-jelas wanita ini juga berkali-kali ingin lepas dan pergi darinya.

Raut wajahnya dingin bagaikan es, sekarang dia sudah mengerti, segala yang dia lakukan demi wanita ini selama 3 tahun, tidak mendapatkan balasan yang setimpal.

“Sheila, kamu menang.” Denis melepaskan pegangan di dagunya, berbalik badan lalu mengambil rokok di atas meja dan menyalakannya, dia menghisap rokok dalam-dalam.

Asap di dalam paru-parunya bergulung, seakan-akan seperti sedang membuat keputusan, jari tangannya memegang ujung rokok yang terbakar, lalu mematikannya, dia mematikan rokok yang panas itu dengan tangannya sendiri.

Rasanya seperti puntung rokok tersebut disundutkan ke dalam hatinya.

Pelan-pelan dia menghembuskan asap : “Setengah tahun lagi, kamu boleh pergi.”

Sheila pelan-pelan bangun, perkataan Denis membuatnya terkejut, jadi dia sudah setuju?

Dengan begitu mudahnya dia setuju?

Hatinya tiba-tiba terasa sakit.

Mulutnya bergerak, membuka lalu menutup lagi, ingin bertanya kalau memang benar begitu, bagaimana dengan Rinu Sinai? Tapi pertanyaan ini tidak terucapkan.

Kalaupun dia bertanya, Apakah demi Rinu Sinai, dia akan melahirkan anak untuk Denis?

Kalau dia melahirkan anak, maka tubuhnya bisa jadi semakin melemah karena virus baru itu sangat mematikan.

Virus baru ini hanya Kenny yang bisa mendeteksinya, meskipun dia memberitahu Denis, Denis hanya akan menyangka itu alasan dia untuk tidak mau punya anak dari Denis.

“dalam waktu setengah tahun ini, kamu tidak boleh pergi dari sisiku.” Denis menyentil ujung rokoknya dan menyaksikan abu kepala rokok itu jatuh ke lantai dengan sempurna.

“……”

Dia sudah lama menginginkan ini, tapi ternyata dia tidak merasa lega seperti yang diharapkan, malah hatinya terasa sesak dan susah bernapas.

Dia tahu raut wajahnya tidak enak dilihat, lalu dia berbalik dan memungut bajunya dari lantai, jarinya agak gemetar, di lantai ada tali dan borgol, bajunya ternyata sudah disobek hingga tak bisa dipakai lagi.

“Ambil 1 stel baju untuk nyonya muda, lalu suruh pembantu kemari dan antarkan surat perjanjian cerai.” Denis menyuruh Jack dengan enteng.

Jack menyahut, dan baru saja tersadar lalu dia langsung pergi.

Setengah jam kemudian, Sheila telah selesai memakai baju,

Diatas meja tamu, ada seberkas surat perjanjian cerai, sebuah pulpen, tergeletak di atas meja, Sheila berjalan mendekat, dia melihat di kolom tanda tangan surat cerai tertulis nama Denis Salim, goresannya kasar dan arogan.

Setelah berkutat sekian lama, akhirnya Denis mau menandatanganinya

“Nyonya muda, tuan muda bilang anda tanda tangan saja lalu boleh turun, tuan muda sudah berada di helikopter menunggu anda, anda sudah bisa pulang ke rumah utama ……

Sheila pelan-pelan mengambil pulpen itu, pulpen Parker, seakan masih terasa hangatnya bekas genggaman lelaki itu.

Pelan-pelan dia teringat kembali malam pertama mereka, dia ingin Denis menandatangani surat cerai, dan sekarang keinginan tersebut menjadi kenyataan, tapi rasanya malah tidak sama, ada sesuatu yang membuat hatinya merasa begitu sesak.

Segala yang diperbuatnya, bukankah pada akhirnya itu semua demi Rinu Sinai, lalu kenapa dia merasa tidak tahan?

Dia melepas tutup pulpen, lalu mulai menanda tangani surat tersebut, dan setengah tahun kemudian surat cerai tersebut akan berlaku.

Setengah tahun kemudian, mereka sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi.

Novel Terkait

Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
5 tahun yang lalu
The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu