Istri Direktur Kemarilah - Bab 210 Kamu Mau Mendorongku Ke Dia?

Pandangan Denis menyapu ke arah Jack, Jack segera tanggap maksud Tuan Muda, mengeluarkan hard disk dan menyerahkannya ke pengawal.

Segera, layar muncul gambaran sepasang pria dan wanita yang saling menjerat, bagian-bagian penting telah disensor, namun wajah kedua orang tersebut masih terlihat jelas.

Terlalu pedas untuk dilihat.

"Ternyata anak di perut Nona Yuna bukan punya Tuan Muda Salim!"

"Tadinya dia bilang bahwa anak itu punya Tuan Muda Salim, apakah mau Tuan Muda Salim menjadi ayah tiri anak itu?"

“……”

"Tidak! Ini pasti hasil editan! Bukan, ini bukan benaran!" Yuna berteriak dengan pasrah, bergegas ke sana dan menghalangi layar dengan tubuhnya, gambaran dari proyektor langsung terproyeksi ke mukanya.

"Matikan! Cepat matikan!"

Denis mengangkat lengan, mengisyaratkan mereka untuk mematikan video, lalu dirinya berjalan mendekati Sheila: "aku tidak melakukan apa-apa dengannya."

Sheila tetap membelakangi dia, tidak bicara, kekagetan di dalam hatinya sulit untuk dideskripsikan.

Dia selalu mengira bahwa mereka sudah pernah melakukannya bersama, apalagi pada saat itu ketika dia masuk, semua yang dilihatnya menunjukkan apa yang telah terjadi di ruangan itu, kenapa sekarang bisa menjadi seperti ini!?

Sheila membelakanginya dengan tinggi harga diri, bagi Denis, ini adalah semacam siksaan untuknya!

Siksaan tak berbentuk!

Kecuekan dan kemuakannya sudah terduga oleh Denis sejak awal.

Raut muka Denis tegang: "aku tidak menolaknya langsung, itu salahku."

Punggung Sheila sedikit bergerak. Pria yang agung dan mulia ini sedang meminta maaf padanya, tetapi suara dia masih penuh dengan keganasan yang merupakan bawaannya dari lahir. Bahkan walau dia sedang meminta maaf, tetap saja tidak dapat memisahkan diri dari kemuliaan.

Denis menunggu beberapa saat, tidak ada sedikit pun respons.

Alis Denis terangkat, tiba-tiba berjalan ke hadapan Sheila, tangan bagai tang, mencengkeram pundak Sheila dengan erat, membalikkan badan Sheila dan memaksanya berhadapan dengan dia: "Bicara!"

“……”

Denis menggoyang-goyangkan bahunya: “Apakah kamu tidak dengar?”

“Aku dengar, tidak ada yang perlu dibicarakan antara kita.”

“Aku janji, tidak akan terjadi hal yang serupa lagi.”

“Oh.”

“Jangan marah padaku.”

“Nyonya, Tuan Muda juga memiliki kesulitannya sendiri yang tak terkatakan.” Kata Jack dengan maksud mendukung: “Kamu juga seharusnya berempati pada Tuan Muda.”

Sheila tidak bicara.

Jack melanjutkan: “Saat itu, Tuan memecahkan cermin di kamar mandi dengan tangannya, lalu menggenggam erat puing-puing cermin itu untuk mengendalikan dirinya sendiri. Dalam kondisi seperti itu, Tuan bahkan tidak menyentuh Nona Yuna.”

Dia sebenarnya sudah ingin menyampaikan hal ini pada Nyonya di hari itu, namun tidak diizinkan oleh Tuan… …

Menggenggam puing-puing cermin?

Tatapan Sheila yang datar, akhirnya terdapat sedikit perubahan.

Dia ingat, hari itu dia membalut lukanya, serta menggambar bentuk hati di telapak tangannya. Membayangkan gambaran dia menggenggam puing-puing cermin dan darah tak hentinya mengalir dari tangannya, hati melunak.

Melihat ekspresi dan tatapan wanita kacau, Denis sekilas mengisyaratkan Jack untuk diam.

Jack pergi memerintahkan pengawal untuk membubarkan semua orang. Kebisingan perlahan-lahan mereda. Yuna dengan pasrah jatuh terduduk di lantai bagai kehilangan jiwa. Selain mengucapkan kata 'tidak', mungkin tidak ada kata-kata lagi yang bisa mengungkapkan kepasrahannya.

Jack pergi membantunya berdiri, kemudian membawanya keluar.

"Ditambah dengan kejadian terakhir kali itu, setelah tubuh kamu agak baikan, pikirkan bagaimana cara kamu mau menghukumku, aku akan menerima hukuman apa pun dari kamu, sekarang kita pergi ke rumah sakit dulu?" Denis menjulurkan tangan dan merangkul pundak Sheila, hendak membawanya keluar, tapi Sheila menyingkirkan tangannya, tiba-tiba berjalan ke belakang panggung.

“… …” Denis mengikutinya, Sheila mencari di tengah kerumunan, seperti sedang mencari seseorang.

Sheila menarik asisten desainer barusan: “Di mana Fahmi dan Weni Owen?”

“Mereka sudah pergi… …”

“Bolehkah berikan aku kontak Weni Owen?” Dia ingin mencari Weni Owen, kalau dia adalah teman ibu, dia pastinya tahu hal-hal mengenai ibu.

Asisten memberikan Sheila secarik kartu nama.

“Aku akan menyuruh Jack menghubungi Fahmi, menyuruh dia datang menemui kamu, sekarang kamu harus pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan.”

“Aku tidak apa-apa.”

"Untuk memastikan keamanan, kalau kamu tidak mau pergi ke rumah sakit, kedepannya jangan sembarang berpergian." Perintah Denis tak terbantahkan, Sheila sudah dibawanya sampai ke depan mobil, pengemudi membuka pintu untuk mereka.

Rumah sakit

Sheila melakukan serangkaian pemeriksaan dengan kompromi, di sudut koridor, terdengar suara tangisan Yuna.

“Kak Denis, anak ini benar punyamu, video-video itu adalah palsu, hasil editan, tolong jangan menyuruh aku menggugurkan anak ini.”

“Anak bukan punyaku.”

“Anak ini punyamu! Kak Denis, percayalah padaku! Anak ini punya kamu! Kalau kamu tidak percaya, setelah anak tumbuh agak besar, biarkan aku lakukan tes DNA, bolehkah? Tolong, jangan gugurkan anakku.”

“Kalau kamu bersikeras melakukan ini, aku tidak akan menghentikanmu, kamu harus pikirkan dengan matang."

“Yayaya, aku sudah memikirkannya, aku tidak mau menggugurkan anak ini.”

“Terserah kamu, aku hanya mau memperingatkan kamu, setelah anak tumbuh lebih besar, akan beresiko besar untuk menggugurkannya.” Selesai bicara, Denis berbalik badan dan hendak pergi.

Melihat dia hendak pergi, Yuna bagai seketika kehilangan andalan, bergegas untuk memeluknya: “Kak Denis, sisi mana dari aku yang tidak sebaik wanita itu? Kenapa kamu tidak pernah memperhatikan aku?"

Denis melepaskan tangan yang menjerat pinggangnya: "Bahkan jika kamu sangat baik, tapi aku tetap saja tidak suka, walau dia sangat tidak baik, tapi aku menyukainya."

“Tidak! Kamu pasti belum mengenali sisi aslinya, beri aku sedikit waktu, aku akan berusaha membuat kamu menyukai… …”

Belum selesai bicara, tangan sudah dilepaskan oleh Denis, mungkin karena terlalu emosional, Yuna jatuh pingsan di lantai.

Jack segera mendatangkan dokter, dengan cepat membawanya pergi.

Denis maju beberapa langkah, menampak Sheila di sudut koridor: “Sudah selesai periksa?”

Tangan terulur untuk merangkul pinggangnya, tapi Sheila malah mundur: "Kamu pergi lihat Nona Yuna dulu."

“Tidak mau.” Tangisan wanita itu menjengkelkannya.

“Bagaimanapun, dia bisa menjadi seperti ini, juga karena kamu.”

“Dia sangat berinisiatif dalam merayu aku.” Pada hari itu, setelah Sheila meninggalkan kamar, Denis sudah ingin turun dari ranjang, tapi wanita itu terus memeluknya dan tidak mau membiarkan dia pergi, serta tidak sabar untuk melepas pakaiannya sendiri.

Karena marah, dia pun memberikannya ke pengawal.

“Kamu yang terlebih dahulu mendorongnya ke ranjang!”

“Apakah sekarang kamu mau mendorong aku ke dia?”

“Aku hanya membiarkan kamu pergi melihat dia, dia sangat membutuhkan kamu sekarang.” Meskipun Yuna telah melakukan banyak hal yang keterlaluan padanya, meskipun dirinya juga bukan Madona yang maha mengampuni.

Namun, dia juga hamil, dia bisa memahami kesenjangan yang dirasakan oleh Yuna.

Dari Denis menjadi pengawal, bagaikan dari surga ke neraka.

“Aku tidak pernah membuang waktu untuk orang yang tidak relevan.”

“Kalau kamu tidak pergi, aku sendiri yang pergi!” Sheila tidak bisa menyaingi perkataannya, dia tahu bahwa Denis ingin menjernihkan hubungannya dengan Yuna.

“Berdiri, jangan bergerak, tunggu aku, jangan pergi ke mana-mana.”

Denis lebih enggan untuk membiarkan Sheila menghadapi Yuna daripada dirinya sendiri pergi menghadapi Yuna. Sekarang Yuna agak emosional, sulit untuk membayangkan apa yang akan dilakukan olehnya.

Sheila memandang sosoknya yang menjauh, berdiri di tempat asal untuk menunggunya, matahari sore terpancar ke Sheila, agak menyilaukan mata.

Tiba-tiba ada suara ribut yang terdengar dari kejauhan, melihat ke arah datangnya suara, seorang lelaki dengan pakaian bergaris-garis biru putih, tatapan penuh kedengkian, tangan menggenggam pisau buah dan melambaikannya di udara, sambil melambai sambil berlari.

Kebetulan pandangan pria itu pas berkenaan dengan tatapan Sheila, hati agak terkejut, merasakan semacam firasat buruk.

Sesuai dugaan, pria itu tiba-tiba mengubah arah, langsung berlari ke arah Sheila, dengan mudah meraihnya ke dalam genggaman.

Yang datang selanjutnya adalah segerombolan perawat dan dokter.

Lengan kuat pria menahan leher Sheila, pisau kecil itu ditodongkan ke hadapan Sheila, cahaya yang dipantulkan pisau berkilauan, amat menyeramkan.

"Kalian jangan datang! Aku tidak sakit! Aku mau pergi cari wanita murahan itu, mengkhianati aku, bekerja sama dengan pria lain untuk menipu semua hartaku! Aku akan membunuhnya!"

Sambil bicara, pisau dilambaikan ke udara!

"Kamu tenang dan letakkan pisau itu dulu. Kita katakan baik-baik." Dokter yang berdiri di depan mencoba menenangkannya, begitu cemas hingga dahi sudah diselubungi keringat tebal.

Penyakit pasien tiba-tiba kambuh, sangat emosional, entah dari mana didapatkan pisau, bahkan menyandera orang.

Perawat sudah diam-diam melapor polisi, sebelum polisi tiba, mereka harus memastikan keamanan tawanan yang ada di genggaman pasien.

Novel Terkait

Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
5 tahun yang lalu
This Isn't Love

This Isn't Love

Yuyu
Romantis
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu