Istri Direktur Kemarilah - Bab 238 Pria Ini Dimana?

Sheila dengan raut muka yang panik naik keatas perahu angsa, diikuti dari belakang oleh Mumut dengan nafas terengah-engah, tangannya sambil memegang pakaian nyonya muda yang jatuh di tengah jalan.

Merasa mukanya agak lembab, Sheila mengangkat kepala menghadap kearah langit malam hari, dan hujan pun turun tanpa peringatan apapun.

Telepon genggam bergetar, menunduk melihat kearah layar, baru saja menekan, ketika tangannya menggeserkan layar, hampir saja karena foto yang menakutkan itu, telepon genggamnya jatuh.

Dia menghirup napas, menahan jijik, dan melihat kearah foto yang dikirim ke telepon genggamnya, dia melihat jari Fahmi Lan yang telah dilepas kukunya, terlihat berdarah.

Mulai dari jari telunjuk, kemudian jari tengah, dia tahu kalau dia tidak kesana, mungkin nyawa pun akan lenyap.

“Kayuh perahunya dengan cepat!” Sheila mendesak, Fahmi Lan meneleponnya, dan berkata bahwa dia berhutang judi, dan ingin dia membawa uang tebusan, Weni pergi dinas keluar kota dan memerlukan waktu untuk pulang, sehingga hanya dia yang bisa pergi……

……

Di ruangan lain

Mikrofon telepon klasik model Eropa itu diletakkan secara perlahan, Nyonya besar Salim diam sejenak, menghela napas secara perlahan.

Yuna yang sudah tidur selama satu jam keluar dari kamar tamu, menemukan Nyonya besar Salim dan Ibu sendiri sedang berada di ruang tamu.

“Nenek, kenapa? Terjadi masalah apa?”

Nyonya besar Salim menatap balik: “Oh, Si kakek menelepon.”

Mata Yuna bersinar, bergegas turun dari tangga: “Nek, Kakek bilang apa?”

Nyonya besar Salim tidak berkata apapun, malah memanggil Andi: Kamu pergi lihat ke taman utara, apakah perempuan itu ada disana? Aku dengar dari pembantu di taman utara bilang kalau dia pergi ke pulau tanpa penghuni itu, dan belum pulang sampai sekarang.”

“Kak Sheila?” Yuna cemberut, dalam hati dia berpikir semenjak kapan nenek mulai mengkhawatirkan perempuan itu?

“Iya, jika bukan kakek yang menelepon, dan bilang bahwa perempuan itu sekarang mengandung anak keluarga Salim, dan ingin aku mencari orang untuk menjaganya, jangan sampai terjadi hal buruk kepada dirinya, akupun tidak ada waktu untuk mengaturnya.”

Setelah mengakhiri pembicaraannya dan menarik tangan Yuna, dan membiarkan dia duduk disampingku: Sekarang kamu sedang hamil, Denis tidak perhatian, kamu sendiri harus perhatian kepada dirimu sendiri, sudah larut malam, cepat tidur.”

“Iya, Yuna, dengarkanlah kata-kata Nyonya besar, jaga kesehatan dirimu baik-baik.” Jesi menemani Nyonya besar menonton televisi sejenak di ruang tamu, melihat Yuna datang, takut televisi ada radiasi, dengan cepat dia mematikan televisi.

“Aku sudah tidur sejenak, tidak ngantuk.” Suara yang ribut di depan pintu menarik perhatiannya untuk melihat sejenak, di halaman, Andi membawa pengawal dan pembantu sedang berjalan keluar, Yuna dengan cepat berdiri: “Nenek, aku juga pergi lihat, Kak Sheila sangat licik, aku takut Andi tidak bisa mengendalikannya, nanti kakek bisa marah.”

“Sudah larut malam, aku tidak tenang jika kamu kesana.”

“Tidak apa-apa, aku akan segera kembali.”

“Temanilah dia.” Jesi langsung berdiri.

Angin dimalam hari agak sejuk, ditambah dengan turunnya hujan gerimis, tidak lama kemudian, rambut menjadi basah.

Karena desakan dari Sheila, perahu tersebut hanya memakan waktu belasan menit dari tempat awal sampai ke tepian pelabuhan.

Mumut turun terlebih dahulu, hujan telah turun, tangga di tepian sedikit licin, jadi dia harus memegang nyonya muda dengan baik.

Sheila baru saja turun dari perahu, dan dia sudah melihat sekelompok orang yang berbondong-bondong berjalan ke arah mereka dari jarak jauh.

“Nyonya muda, itu Nyonya Yuna.”

Sheila diam, tidak tahu mereka datang untuk melakukan ulah apa lagi, hanya saja mereka sekarang sedang ada hal mendesak yang harus di urus, tidak ada waktu untuk menghiraukan mereka.

“Mumut, panggil sebuah mobil.” Panggil mobil keluarga Salim, manor dipinggiran kota, sudah larut malam, tidak akan taxi yang bisa dipanggil.

“Sudah malam, Kak Sheila mau kemana?” Gaun panjang dan rambut lurus Yuna terhembus mengikuti angin, wajah kecil yang agak bulat, ketika tersenyum tertanam dua lesung pipit yang terlihat sedikit jelas.

Mata bersinar agak basah yang selalu tampak polos, Sheila dengan dingin menatap dia sejenak, tidak ada pikiran lebih untuk menghiraukannya sama sekali.

Dengan cepat, Mumut berlari kembali dengan nafas terengah-engah, berlari terlalu cepat, membungkukkan pinggangnya sejenak sambil mengambil nafas: “Nyonya muda, supir berkata bahwa dia telah menerima perintah dari Nyonya besar, mobil tidak boleh keluar malam hari.”

Biasanya nyonya besar tidak menghiraukan dia, akhir-akhir ini dimarahi lagi oleh dia, sudah lama tidak mengikuti aturan hukum keluarganya, hari ini ada perasaan muncul kembali lagi adanya peraturan keluarga itu.

Rupanya Yuna berjalan dengan cepat ke arah dia, dengan segera para pengawal pun mengelilinginya.

“Nenek khawatir Kak Sheila tidak aman keluar dimalam hari.” Yuna menjelaskan seakan dia sangat perhatian.

Jesi menyindir sambil tertawa: “Wah, pagi ini katanya ingin berkencan dengan Tuan Salim, kenapa? Tidak kencan lagi? Mana Tuan Salim?”

Dia menyelipkan rambut pendeknya ke belakang telinganya, sengaja melihat kiri kanan: “Oh, Tuan Salim membatalkan janji kencan atau sama sekali tidak ada janji?”

Tepi pelabuhan yang mengeluarkan suara pasir dan dedaunan yang tertiup angin hanyalah tersisa suara ejekan yang melengking: “Ckckck, gaun pesta pun sudah dikenakan, apa benar hadiah dari Tuan Salim? Jika kalau memang Tuan Salim yang beri, mana orangnya? Ataukah mungkin beli sendiri untuk diri sendiri?

Sheila tidak melihatnya, tapi melihat kearah kiri kanan jalanan, jika tidak ada kendaraan, maka mustahil untuk keluar.

Disisi samping kiri jalan, sebuah mobil Bugatti Veyron dengan rendah hatinya terparkir dibawah sebuah pohon willow, cabang akar yang terkena atap mobil, meninggalkan beberapa helai daun.

Pria ini ternyata masih ada?

Dalam hati malah semakin kesal, pada dasarnya menghadapi seorang Yuna dan Jesi sudah sangat cukup, dan ditambah lagi dengan seorang pria yang tidak jelas.

Telepon genggam bergetar, suara notifikasi pesan, jari kuku ketiga Fahmi Lan……

“Tadi kamu bicarakan sampai mana? Oh, bicarakan bahwa ingin aku pulang bersama kalian?” Sheila menutup pesan tersebut, dengan serius menjawab: “Mohon maaf, Nona Jesi, kamu mewakili keluarga Salim atau keluarga Sinai dalam memerintah aku? Jika keluarga Salim, anda belum pantas, jika keluarga Sinai, jalan ini merupakan pilihan anda, silahkan dan tidak diantar.”

“Tubuh Nyonya besar tidak terlalu sehat, memintaku untuk datang membawamu pulang. Apakah sudah malam begini kamu masih ingin keluar? Karena Tuan Salim sedang tidak ada, kali ini apa itu adalah Tuan Huo, atau Tuan Hermawan?”

Cekrekk——

Tiba-tiba Yuna mengangkat telepon genggamnya sendiri dan mengambil foto dia: “Aku ingin foto penampilanmu yang seperti ini untuk dikasi lihat ke nenek.”

Sheila tiba-tiba mengangkat tangan, dan menghempas kuat cabang pohon willow yang ada diatas kepala Yuna, butiran air pun terhempas keluar, rambut dan baju Yuna dan Jesi basah, tidak bisa menahan kesal.

“Kamu!” Yuna tidak mengira sama sekali bahwa Sheila akan melakukan hal ini, menundukkan kepala membuang butiran air yg menempel.

“Baju sudah basah, akan sakit jika terkena angin, Nona Sinai mari pulang untuk mengganti baju.” Sheila menaikkan tangannya sekali lagi, Yuna mengira dia ingin menghempaskan cabang pohon lagi, dengan gegas dia menghindar, tidak disangka Sheila hanya memetik sehelai daun.

Dia sebenarnya ingin segera menyingkirkan mereka, agar mereka berhenti menghalanginya, dan juga para pengawal yang mengelilinginya.

Tidak tahu angin darimana yang membuat Nyonya besar Salim tidak hanya memerintah semua supir agar tidak menyetir mobil keluar, bahkan juga memanggil kembali semua pembantu, Mumut juga disuruh untuk pergi, dan para pengawal yang diberi Salim Denis juga diperintah agar kembali.

Bagaimanapun itu adalah Nyonya besar Salim, para pekerja tidak berani tidak mendengarkan perintahnya.

“Kakek berpesan khusus kepada nenek, agar dia menjagamu dengan baik, tidak membiarkanmu pergi sembarangan, karena bagaimanapun kamu sedang hamil……”

“Kakek Salim sangat menghargai anak didalam perutnya……

Sheila melihat ke arah perut Yuna: “Kamu juga sedang hamil, kenapa kamu boleh pergi sesuka hati? Oh, aku tahu, karena anak yang aku kandungi adalah darah daging keluarga Salim, sedangkan kamu……”

Satu kalimat yang belum selesai diucapkan telah menyakiti hati Yuna: “Siapa bilang punyaku bukan! Sangat jelas bahwa kamu iri sama aku.”

Sheila melihat kearah waktu di telepon genggamnya, dia tidak bisa menghabiskan waktunya bersama mereka, dia harus memikirkan cara untuk menyingkirkan mereka……

Novel Terkait

More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
3 tahun yang lalu
Asisten Bos Cantik

Asisten Bos Cantik

Boris Drey
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu