Istri Direktur Kemarilah - Bab 115 Dia Takut Tidak Bisa Menunggu Sampai Saat Itu Tiba (1)

Lelaki itu bersandar di sofa, wajahnya lelah dan mabuk, kemejanya mungkin ditarik terbuka olehnya, masih ada kelihatan bekas ditarik paksa dan memperlihatkan kulit dadanya yang berwarna madu.

Sejak Sheila masuk, mata yang dalam bagaikan macan tutul yang menatap mangsa, menatapnya tajam.

Sheila berkata dengan sedikit menahan napas: "Gaun itu memang aku yang berikan padanya."

Sebagai syarat untuk mendapatkan kembali cincin itu, tentu saja, dia tidak akan mengatakan ini padanya, dia hanya bisa menanggung semuanya sendiri.

"……...."

"Kamu dengar tidak, gaun itu yang aku berikan padanya ..."

Mata Denis sedikit berbinar: "Aku tahu."

"Kalau begitu kamu kenapa masih memukulinya? Membuat dia tidak mengenakan pakaian untuk menghadiri pesta ?" Sheila bertanya dan merasa tidak bisa mengerti: "Kamu bisa melampiaskan amarahmu kepada aku."

“Aku hanya tidak suka.” Lagi-lagi kalimat hanya tidak suka.

Jantung Sheila bergetar lagi, dan ketika dia melihat mata Denis tersirat kekecewaan saat itu, dia merasa sepertinya mau mati lemas.

Tiba-tiba ingin tahu apakah dia juga seperti itu terhadap Rinu?

Sheila sangat takut bahwa dia akan menganggapnya serius jika Denis mengatakan lebih banyak kebohongan.

Dia menarik napas panjang dan segera menahan diri.

"Tapi ini hanya sebuah gaun, kenapa kamu marah untuk hal kecil ini?"

"Hanya sebuah gaun?"

Senyum Denis bahkan terlihat lebih aneh, dan di matanya tentu saja hanya sebuah gaun.

Dia dapat sepenuhnya mengabaikan usahanya selama ini, karena beberapa hari ini, dia menolaknya dengan melakukan segala macam cara.

Setengah tahun perjanjian perceraian, Denis ingin mengatakan padanya bahwa dia tidak ingin melepaskannya, tetapi sebagai imbalannya malah menemukan dia yang melakukan segala macam upaya untuk menjauh darinya.

Bahkan, gaun yang disiapkannya untuknya malah diberikan kepada wanita lain, dan wanita lain mengenakannya!

Tingkah lakunya itu layaknya menusuk tepat ke jantungnya dengan pisau, berdarah tiada hentinya.

Pada saat ini, pelayan membawa sebotol whisky dan meletakkannya di atas meja teh dan pergi.

Denis langsung mengambil botolnya, dan sebotol wiski langsung masuk ke mulutnya, ember wiski kecil penuh es, dan cahaya dingin berayun ke dalam mata Denis.

Sheila menggigit bibir bawahnya, meluruskan punggungnya. Dia tidak ingin menunjukkan kelemahan padanya, tetapi dia terpikir bahwa Suni masih telanjang .........

"Bukankah kamu sudah memberikan gaun itu kepadaku? Karena sudah memberikannya kepadaku, kenapa aku tidak memiliki kuasa dan hak memberikannya kepada orang lain?"

“Kamu tidak punya hak itu,” Dia tersenyum seperti orang haus darah.

"Karena tidak punya, untuk apa kamu berikan kepadaku?"

“Kamu hanya memiliki hak untuk menerima dan menolak.” Sama seperti dia hanya dapat memilih untuk menerima, atau menolaknya, mungkin, dia bahkan tidak memiliki kualifikasi untuk menolak.

Suaranya penuh dengan tekanan, akulah yang menentukan. Denis ingin dia tahu bahwa dia hanya bisa menerima dan menolak niatnya, bukannya malah menyerahkannya kepada orang ketiga!

Sheila ragu dan tertegun: "Kamu benar-benar tidak masuk akal."

"Aku selalu seperti ini, tahu?"

Dia benar-benar ingin membanting pintu dan pergi, tetapi samar-samar mendengar suara Suni menangis, kesal, dia mengepalkan tinjunya: "Apa yang kamu inginkan? Aku bisa ganti rugi?"

"Bagaimana caranya kamu ganti rugi?"

"Apa yang kamu ingin aku lakukan supaya kamu tidak marah lagi?"

Sheila menatapnya dengan dingin, bukankah dia ingin dia menurunkan harga dirinya dan memohon padanya?

Atau menerima keinginannya yang tak ada habisnya?

Denis mengambil wiski dan menuangkannya ke gelas putih. Es dalam cangkir itu bergerak menimbulkan bunyi oleh tuangan whisky.

Dia bangkit dan berjalan ke arahnya.

Sosok jangkung dan bermata dingin dan bayang-bayang jatuh di tubuhnya. Wajahnya bahkan lebih terlihat dingin dan jahat karena membelakangi cahaya.

Satu tangan menempel pada panel pintu di belakangnya, dan tubuh tingginya membungkuk sedikit menatapnya.

Sheila memiringkan matanya dan menggertakkan giginya, dan dia bersiap untuk menghadapinya.

“Aku ingin hadiah.” Napas bau alkohol menerjang ke telinganya.

Novel Terkait

Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Istri Yang Sombong

Istri Yang Sombong

Jessica
Pertikaian
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu